All Chapters of PEMBALASAN TKW YANG DISELINGKUHI: Chapter 11 - Chapter 20
37 Chapters
Menyiram gulai panas ke wajah Mas Ilham
Aku sama sekali tidak menghiraukannya, aku biarkan dia terus-menerus mengirim pesan, aku tidak akan membalasnya. Karena itu hanya sia-sia, Mas Ilham adalah orang yang sangat cemburuan, dia akan berbuat nekat jika aku melayaninya.Sesampainya di rumah sakit aku langsung naik ke lantai dua menuju kamarnya Aisyah, kulihat Aisyah sedang asik bermain ponsel ditemani Mbak Lena."Assalamualaikum!" ucapku memberi salam."W*'alaikum salam," jawab Mbak Lena."Hai, Aisyah. Aisyah lagi liat apa?" tanyaku pada Aisyah lalu mencium pipi kanan dan kirinya. Aisyah tidak menjawab, namun dengan cekatan dia memperlihat kan layar ponsel yang sedang dia pegang ke arah wajahku, seolah ingin memberitahu apa yang sedang dia lihat."Oh, Aisyah, nonton doraemon, ya?"Aisyah langsung mengangguk mengiyakan."Mas Rian mana 'Mbak?" tanyaku pada Mbak Lena yang sedang menguap ditutupi oleh kedua tangannya, sepertinya Mbak lena ngantuk dan kelelahan, dia menjaga Aisyah seharian tanpa ada yang menggantikan."Mas Rian ta
Read more
Pov Ilham
Pov IlhamLelah sekali rasanya, bertempur dengan Rima untuk pertama kalinya setelah lima tahun tidak pernah berhubungan dengannya. Kulihat Rima masih terbaring lemas di atas ranjang.Aku segera bergegas keluar dari kamar menuju sofa di ruang TV, lalu ku ambil sebatang rokok yang tergeletak di atas meja. Kusandarkan pundakku di bibir sofa untuk beristirahat sambil menunggu peluh yang masih bercucuran ini surut.Rima keluar dari kamar, tubuh mulusnya dibalut selembar handuk putih, langkahnya sedikit tertatih. Sepertinya dia benar-benar kelelahan setelah melayaniku, kakinya melangkah menuju kamar mandi.Setelah kuhisap habis sebatang rokok, aku pun tertidur di atas sofa, entah berapa lama aku tertidur. Namun, saat mataku terbuka hari sudah semakin gelap, kulihat jam di ponsel pukul 19:15 suara gerimis masih terdengar nyaring di telingaku."Rima! Cepat buatkan aku kopi!" teriakku pada Rima."Rima! Rima!" berulang kali ku panggil namanya namun Rima tidak juga menampakan batang hidungnya. "
Read more
Mau mesum dimana kalian siang-siang Gini, ah?
"Kurang ajar, kau Rima!" teriak Mas Ilham yang masih menutup matanya dengan tangan."Dasar istri pelacur!" hardik Mas Ilham lalu berdiri dengan mata yang masih tertutup mengayunkan tangan kanannya ke udara dan tangan kiri yang masih menutupi wajah, sepertinya dia mau menamparku. Namun sayang, tamparan itu tidak mengenaiku. Aku berhasil menghindar."Secepatnya aku akan mengurus surat perceraian, Mas! Siap-siap kamu angkat kaki dari rumahku!" ucapku lalu melangkah meninggalkan mereka. Mendengar ucapanku sepertinya Mas Ilham tidak terima. Dengan cepat dia menarik hijab ku dari belakang, sampai aku terjengkang."Sampai kapanpun, aku tidak akan keluar dari rumah itu!" teriak Mas Ilham dengan lantang sambil terus menarik hijabku.Melihatku yang masih duduk di lantai, mereka berdua mulai membalasku, Mas Ilham dan wanita simpanannya terus mengoyak-ngoyak baju dan hijabku. Tangan kananku terus menahan agar hijab yang ku pakai tidak terlepas.Bahkan wanita itu menendang bagian perut ku dengan s
Read more
Mata kami terbelalak melihatnya!
Melihat keributan yang terjadi, para petugas pom bensin langsung melerai mereka. Mas Ilham segera dibawa menjauh dari Ibnu, Ibnu dengan wajah yang sudah babak belur, segera berdiri lalu menaiki mobilnya."Kamu tidak apa-apa, Nu? Bibirmu berdarah, sebaiknya kita kerumah sakit dulu" ucapku khawatir. "Gak apa-apa! Cuma sedikit ngilu saja!," jawab Ibnu. "Perutmu masih sakit?" tanya Ibnu yang melihatku masih terus memegang perut sepertinya Ibnu lebih menghkawatirkan kondisiku dibanding luka memar di wajahnya."Enggak!" Aku menggelengkan kepala dengan sedikit senyuman, walau sebenarnya perutku masih sakit, tapi aku tidak mau membuat Ibnu khawatir.Ibnu menyunggingkan bibir, tatapannya seolah tidak percaya dengan ucapanku. Dia menyalakan mesin mobilnya, lalu melaju meninggalkan pom bensin. Dari spion mobil kulihat Mas Ilham masih dipegang oleh beberapa petugas, sepertinya dia masih sangat kesal. Terdengar umpatan yang keluar dari mulutnya."Nu … maaf' ya!""Maaf untuk apa?" "Gara-gara aku,
Read more
Cepat layani aku!
"Ini tas siapa, Rim?" tanya Mas Rian penasaran."Aku gak tau, Mas! Tas ini aku ambil di kamarnya Aisyah, kulihat tas ini menggantung di belakang pintu kamar. Karena aku penasaran, makanya aku ambil!" jawabku menjelaskan pada Mas Rian."Sepertinya ini punya, Ilham," sambar Mbak Lena."Aku rasa juga begitu," timpal Mas Rian.Aku terus berpikir, untuk apa obat sebanyak ini di taruh di kamarnya Aisyah? Obat apa ini? Obat siapa? Puluhan butir obat yang ditemukan di dalam tas kecil usang ini membuat kami bertiga terkejut dan bingung.Ada beberapa jenis obat yang ditemukan, mulai dari butiran kecil di dalam kantong plastik klip dengan jumlah yang cukup banyak, sampai obat berbentuk tablet dan kapsul yang masih utuh.Mas Rian segera berdiri sambil membawa obat di tangan kanannya, dan tas usang di tangan kirinya. Dia berjalan menghampiri Ibnu yang tengah asyik bermain dengan Aisyah. Mas Rian ingin menanyakan perihal jenis obat ini pada Ibnu. Mengingat Ibnu adalah seorang dokter, pasti dia tau d
Read more
Mengacak rambut frustasi
'Gawat! Apa yang harus aku lakukan?' Batinku cemas.Mas Ilham menarik bajuku dan berusaha melepaskan semuanya."Ja-jangan, Mas!" sahutku terbata."Kenapa jangan?" bentak Mas Ilham kepadaku."Ma-maksudku, jangan di sofa ini, Mas. Di kamar aja, tapi perutku laper banget, lebih baik kita sarapan dulu. Mas juga belum sarapan, kan?" "Ah … nanti saja sarapannya, kamu layani aku dulu," ucapnya dengan nada memaksa."Tapi, Mas, aku masakin makanan kesukaanmu, tuh kan perut Mas juga bunyi, pasti keroncongan juga kan. Mas pasti lapar," sahutku sambil mendorong tubuh Mas Ilham, aku segera berdiri dan menarik tangan Mas Ilham, mengajaknya ke meja makan.Aku membuka tudung saji dan menunjukan makanan kesukaan Mas Ilham yang sudah siap santap. "Nih, Mas, aku sengaja siapin sarapan buat kamu, aku yakin kamu pasti belum sarapan," ucapku lalu mengambil piring dan ku isi nasi lengkap dengan ayam balado, capcay dan tempe gorengnya, ku sodorkan di hadapan Mas Ilham yang sudah duduk di meja makan."Ayo,
Read more
Semoga tidak terjadi apa-apa
"Mas! Jangan seperti ini dong! Kamu bikin kita bingung tau' gak?"Mas Rian menoleh ke arah istrinya lalu berbicara. "Barusan, Pak Danu telpon, dia bilang … " Mas Rian menggantung ucapannya."Bilang apa, Mas?" Mbak Lena mengerutkan dahi."Mas, dipindah tugaskan ke Kalimantan untuk sementara, menggantikan kawan Mas yang cuti karena kecelakaan kerja," ucap Mas Rian dengan berat hati harus mengatakan ini padaku dan Mbak Lena."Yah … Mas, terus kita gimana?" cetus Mbak Lena keberatan."Apa tidak bisa di gantikan kawan, Mas, yang lain?" tanyaku memastikan. "Tidak bisa, Rim, tetap harus Mas yang kesana. Mas, kan yang paling senior, jadi Mas yang harus menggantikan," ujarnya menjelaskan.Mendengar penjelasannya, aku jadi was-was, ada rasa keberatan dalam hati ini. Tidak bisa dibayangkan jika Mas Rian jauh dari kami. Mas Rian adalah orang yang paling bisa kuandalkan, dia pelindung buatku dan Aisyah. Entah siapa yang bisa menolongku jika Mas Rian pindah tugas ke Kalimantan. "Kalau kamu tugas d
Read more
Pov Ibnu
Ibnu wijaya, iya itulah namaku. Anak pertama dari dua bersaudara, Ibuku berdarah sunda dan Ayahku berdarah betawi. Aku dibesarkan di Banten. Bersama kedua orang tuaku, semasa SD aku memiliki teman kecil yang bernama Rima. Iya gadis cantik berhidung bangir itu selalu menjadi teman bermainku semasa kecil, terlebih Almarhum Ibu Rima dan Ibuku adalah sahabat baik.Dari kelas satu sampai kelas empat, Rima selalu menjadi juara kelas, dia anak yang pintar dan rajin. Namun sejak kelas lima sampai kelas enam Rima selalu menjadi peringkat kedua setelahku. Iya-predikat juara kelas yang diraih Rima selama empat tahun berturut-turut, berhasil ku rebut. Selama dua tahun aku menggantikan posisi Rima. Semenjak saat itu Rima jadi jarang bermain denganku. Sepertinya dia marah karena posisinya tergantikan.Jangankan untuk bermain bersama, untuk berbicara denganku saja dia enggan. Dia selalu menjauh saat aku dekati. Aku sangat merasa kehilangan sosok teman baikku.Setiap hari aku s
Read more
Kenapa aku harus cemburu pada istri orang?
Pov Ibnu Walaupun ku tahu, ini adalah rasa yang salah, karena Rima telah menjadi istri orang.Kulihat wajah Ilham, sepertinya dia sangat membenciku, tatapan yang sinis, sama sekali tidak bersahabat. Dengan tergesa-gesa dia mengajak Rima pulang. Ibu yang saat itu masih terlihat kangen dengan Rima, meluapkan kekesalannya terhadap Ilham. Dari dulu Ibu memang tidak suka dengan Ilham, sikapnya terhadap Ilham, membuat setiap orang yang melihatnya bisa menebak, jika Ibu memang tidak menyukainya.Setelah pertemuan pertamaku dengan Rima, hari-hariku menjadi lebih berwarna. Seperti mendapatkan semangat baru. Apalagi kulihat Ibu sangat ceria, sempat dia berkata padaku. "Nu, Ibu, masih berharap jika suatu saat, kamu dan Rima bisa berjodoh," harapan Ibu tentu sangat mustahil, Rima sudah berkeluarga, dia sudah memiliki anak dan suami, mana mungkin aku masih bisa berjodoh dengannya. Ah-Ibu memang ada-ada saja.☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆Sore itu hujan begitu de
Read more
Sidang pertama Ilham
"Kira-kira, kemana Mbak Lena, sampai tidak menjawab telponku." lagi-lagi aku bergumam dalam hati. Aku semakin gelisah, perasaan khawatir terus menghantui. Jangan sampai terjadi apa-apa dengan mereka. Berulang kali aku melihat jarum jam yang melingkar di tanganku. Belum juga ada kabar dari mereka, membuatku semakin bingung.  "Apa yang harus aku lakukan jika Mbak Lena tidak datang ke rumah sakit? Terus bagaimana urusanku dengan pihak kepolisian?" berbagai pertanyaan muncul di benakku. "Kring! kring!" Bunyi ponsel berdering membangunkan lamunanku. Sebuah panggilan dari nomor yang tidak kukenal. Tanpa menunggu lama, aku segera mengangkatnya. "Hallo, selamat pagi, dengan Ibu Rima?" Terdengar nada suara yang tegas di seberang telepon. "Selamat pagi, Pak. Iya betul, saya Rima, maaf bapak siapa ya?" tanyaku memastikan. "Saya dari pihak kepolisian, B
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status