Rima, seorang TKW yang sudah lima tahun tidak pulang ke Indonesia. Dan betapa terkejutnya ia, saat pulang melihat sang suami sedang berzina dengan wanita lain di kamarnya sendiri. Tidak hanya itu, Rima juga sangat terkejut melihat kondisi anaknya yang sangat memprihatinkan. Ia bersumpah akan membalaskan dendamnya pada suami bejat yang tega menghianatinya dan menyiksa anaknya.
View MorePembalasan TKW yang diselingkuhi
#bab1Lima tahun sudah aku meninggalkan tanah air, bekerja sebagai pembantu di negeri orang. Iya-aku jadi TKW di arab saudi. Bukan keinginanku jauh dari anak dan suamiku tercinta, namun karena keadaan yang mengharuskanku bekerja menjadi TKW di negeri orang.
Hari ini kontrak kerjaku sudah habis. Dan aku memang tidak berniat untuk memperpanjangnya, walaupun majikanku sangat menyayangiku tapi rasa rinduku kepada Anak perempuan semata wayangku, membuatku ingin segera kembali ke tanah air.
Jauh-jauh hari sebelum masa kontrak kerjaku habis, aku sudah menyiapkan surat-surat dari pihak migrasi, aku juga telah memesan tiket pesawat. Semuanya telah siap. Karena bantuan dari anak majikanku semua proses kepulanganku berjalan dengan lancar.
Majikan ku dan keluarga besarnya sangat baik padaku, mereka menganggapku seperti keluarganya sendiri. Terlihat kesedihan di raut wajah mereka saat melepasku pulang. Ibu, Bapak serta kedua anaknya mengantarku sampai ke bandara. Kulihat butiran bening menetes di pelupuk mata ibu, dia memelukku dengan sangat erat. Berat rasanya hati ini berpisah dengan mereka, setelah lima tahun hidup bersama.
Jam telah menunjukan pukul 11.00 waktu saudi arabia. Itu tandanya pesawatku sebentar lagi akan berangkat. Setelah berpamitan, ku langkahkan kaki meninggalkan mereka. Ku tarik satu koper besar berisi barang-barangku dan juga hadiah dari majikanku untuk anakku tercinta.
Selama perjalanan tak henti aku memandangi foto Aisyah. Putriku yang cantik dan montok, dulu saat aku tinggal usianya masih 4 tahun. Sekarang usianya sudah 9 tahun, pasti sudah tumbuh besar. Membayangkan Aisyah tumbuh menjadi anak yang cantik, badannya yang bongsor, pipi yang tembem. Membuat rindu ini semakin tak bisa dibendung, selama 5 tahun aku kerja di saudi, hanya tiga kali aku video call dengan Aisyah. Selebihnya sudah tidak pernah. Setiap aku telpon Aisyah tidak pernah mau ngomong. Mungkin dia rindu dan sedih, karena berjauhan dengan ibunya.
"Hem-Aisyah, Ibu kangen Nak" gumamku dalam hati.
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
Lebih dari 20 jam perjalanan dari saudi menuju jakarta. Perjalanan yang sangat melelahkan karena aku harus transit. Tapi sebentar lagi akan terbayar, sesampainya di bandara SOETTA aku langsung menuju money changer untuk menukar uang agar bisa aku gunakan untuk ongkos naik taxi.
Aroma roti yang dijajakan di sekitar bandara mengingatkanku pada Aisyah. Iya putriku itu sangat suka makan roti, apalagi jika berisi selai coklat. Dia pasti akan memakannya dengan lahap. Segera aku menghampiri kios roti dan membeli 3 pc roti isi coklat kesukaan Aisyah.
Langkah kaki ku semakin pasti menuju kerumunan sopir taxi yang sedang menawari jasa kepada para calon penumpang.
"Taxi, Bu!" Tanya seorang supir taxi paruh baya menghampiriku.
"Iya, Pak." Jawabku menganggukan kepala.
Dengan cekatan Bapak supir langsung mengangkat koper besarku dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil.
Taxi pun mulai melaju meninggalkan bandara.
"Mau kemana, Bu?" Pak sopir menanyakan tujuanku.
"Jauh, Pak. Ke Banten!, bisa kan bapak antar saya?" Sahut ku memastikan.
"Iya, bisa, Bu!" Jawab Pak sopir sambil terus fokus menyetir.
Tiga jam perjalanan dari bandara menuju Banten, jarak yang cukup jauh, membuatku tertidur di mobil.
"Maaf, Bu. Sudah hampir sampai. Ini gangnya yang sebelah mana ya?" Tanya pak sopir membangunkanku yang tengah tertidur.
"Oh iya, Pak. Maaf saya ketiduran. Masuk ke gang Anggur, Pak. Berhenti di rumah dengan pagar warna merah ya pak. Itu rumah saya." Jawabku sambil membenarkan kerudung yang sedikit berantakan.
Perasaanku senang bukan main. Akhirnya aku bisa bertemu dengan suami dan anakku tercinta, setelah lima tahun aku berpisah dengan mereka. Aku memang sengaja tidak memberitahu mereka tentang kepulanganku sekarang. Aku ingin memberikan kejutan buat anak dan suamiku.
Pak sopir memarkirkan mobilnya tepat di depan rumahku. Rumah dengan bangunan yang masih terlihat baru ini nampak begitu sepi. Mungkin anak dan suamiku sedang di dalam.
"Ini kopernya, Buk!" Ujar Pak sopir sambil meletakan koper di hadapanku.
"Makasih ya, Pak! Kembaliannya ambil aja"
"Makasih banyak, Bu!. Saya pamit dulu" Pak supir pun pamit dan pergi meninggalkanku sendirian di depan rumah.
Rumah berwarna biru muda dilengkapi pagar besi warna merah sesuai permintaanku dulu. Iya saat ku tinggal rumah ini masih setengah jadi. Namun setelah aku menjadi TKW rumah ini bisa di bangun dengan sempurna. Tak sabar rasanya ingin bertemu dengan anakku. Segera ku buka pintu pagar dan aku pun masuk ke halaman rumah.
"Assalamualaikum, Assalamualaikum." Tiga kali aku mengucap salam, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Aku pun berpikir sejenak. "Jangan-jangan Aisyah dan Mas Ilham sedang tidur"
Rupanya pintu rumah tidak dikunci. Akhirnya aku putuskan untuk masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah aku berteriak memanggil Aisyah dan Mas Ilham, namun lagi-lagi tidak ada jawaban.
Mataku tertuju ke arah kamar utama, kamarku dan Mas Ilham. Terdengar suara saling bersahutan, setelah aku mendekat suaranya semakin jelas terdengar. Suara desahan seorang wanita, disusul dengan suara erangan seorang pria. Suara desahan saling bersahutan, seperti orang yang sedang melakukan hubungan suami istri. Perasaanku tidak karuan, jantungku berpacu lebih kencang dari biasanya, keringat dingin tiba-tiba keluar membasahi hijabku. "Ya-tuhan, siapa yang ada di dalam kamarku" gumamku dalam hati. Suara desahan si wanita semakin kencang, seolah merasakan titik puncak klimak.
Pintu kamar yang tidak di kunci membuatku dengan gampang bisa membukanya. Dan betapa terkejutnya aku saat ku buka pintu ternyata Mas Ilham sedang terlentang di atas kasur tanpa busana, dan di atas tubuhnya seorang wanita sedang berpacu layaknya seorang joki.
"Masssss !" Teriak aku sekencang-kencangnya.
"Ya-allah, Mas. Tega sekali kamu, Mas!"
Air mataku jatuh seketika, dadaku bagai di hujam benda berkarat, sakit sekali rasanya. Melihat suamiku sedang berhubungan badan dengan wanita lain di kamarku sendiri. Lima tahun aku kerja banting tulang di negeri orang, dia enak-enakan berzina dengan wanita lain.
Beberapa detik setelah teriakkanku mereka masih asyik melanjutkan pertempurannya, seolah tidak memperdulikan kehadiranku. Seakan mereka sedang berpacu menuju titik puncak.
"Mas!" Aku berteriak lebih kencang, kuambil vas bunga di atas nakas, lalu ku pecahkan di lantai. Mas Ilham terkejut dan baru menyadari keberadaanku. Seketika dia beranjak dari kasur dan mendorong wanita selingkuhannya hingga tersungkur di atas kasur.
"Tega kamu, Mas!"
Mas Ilham langsung berdiri, bergegas mengambil celana pendek yang berserakan di lantai dan memasangnya asal, lalu berjalan menghampiriku.
"PLAK" ku tampar pipi kiri Mas Ilham yang masih bercucuran peluh.
"Jahat kamu, Mas. Tega-teganya kamu berzina di rumahku!."
"PLAK" kali ini giliran pipi kanan Mas Ilham yang menerima tamparanku.
"Siapa wanita itu, Mas?" Tanyaku sambil menunjuk wanita bia*ab yang tengah duduk di atas kasurku.
"Ri-rima. Kapan kamu datang? Ma-maaf kan aku Rim, kamu jangan salah paham." Ucap Mas Ilham terbata-bata.
Wajahnya memerah seperti menahan malu karena ketahuan bejatnya.
"Sudah cukup, Mas! Jangan membela diri. Aku sudah lihat semuanya, lebih baik sekarang kamu bawa pergi wanita itu dari rumahku!"
"Cepat pakai bajumu dan pergi dari rumahku!" Kali ini aku berteriak di depan wajah wanita bia*ad yang masih bertelanjang itu. Ku lemparkan pakaiannya yang tergeletak di lantai ke mukanya. Ingin sekali rasanya aku menjambak dan memotong rambut lurus rebonding nya. Tapi aku masih bisa menahan diri dan terus berucap istighfar dalam hati.
Aku benar-benar tidak habis pikir jika kedatanganku ke rumah ini akan disambut oleh pemandangan yang menjijikan. Ditengah emosiku yang menjadi, ku dengar bunyi piring pecah mengagetkan aku dari arah belakang. Saat ku putar badan betapa terkejutnya aku melihat sosok anak kecil bertubuh kurus, berambut gimbal, terdapat banyak luka borok di kaki dan tangannya. Wajahnya pucat pasi, Telapak kakinya terluka terkena pecahan piring. Badannya gemetar seolah ketakutan. Anak itu melongo melihat ke arah kami.
"Aisyah!" Ucapku bergetar, seolah tak percaya dengan apa yang kulihat.
🌺🌺 hallo teman-teman, saya hadir dengan cerita baru. Semoga suka ya🙏 jangan lupa klik follow dan subscribe cerita ini ya🌺
"Selamat pagi tuan putri," ucap Ibnu saat aku membuka mata."Lho, kamu udah bangun, Nu? Emangnya ini jam berapa?" tanyaku yang masih berbaring di peraduan."Jam tujuh, kalau kamu masih ngantuk, lanjut tidur aja!""Apa?! Jam tujuh?" ucapku segera beranjak dari kasur. "Ko kamu nggak bangunin aku' sih, Nu? Aku kan jadi kesiangan. Ya ampun, bagaimana ini?" ucapku panik. Benar-benar memalukan, masa di hari pertama jadi menantu di rumah ini aku bangun kesiangan. Aduh, apa kata bu RT dan Pak RT. Apa yang harus aku katakan pada mereka."Kamu kenapa sih? Panik banget?" tanya Ibnu dengan santainya. "Ya jelas panik lah, Nu. Masa iya' aku sampai bangun siang gini, kita sampai gak sholat subuh,""Kita? Kamu aja kali. Aku sih' sholat subuh tadi, nih liat, aku udah ganteng kayak gini,""Terus, kenapa kamu gak bangunin aku? Kamu tega banget' sih, Nu!""Hehe, aku sengaja gak bangunin kamu. Habisnya aku gak tega bangunin istri yang lagi tidur nyenyak karena kelelahan habis bertempur semalaman," ucap
🍀 POV RimaTiga bulan setelah sidang perceraian pertama ku dan mas Ilham selesai, hari ini saatnya sidang yang terakhir. Sidang putusan yang aku tunggu-tunggu. Tak sabar rasanya ingin segera lepas dari ikatan ini. Ikatan yang membuat batinku tersiksa."Rim, kamu sudah siap?" ucap Ibnu saat namaku dipanggil oleh hakim. Lantas aku pun mengangguk mengiyakan, kemudian berjalan menuju kursi yang telah disediakan.Beberapa pertanyaan dilontarkan pria paruh baya di hadapanku ini. Beruntung, aku bisa menjawabnya tanpa kesulitan. Sidang berjalan dengan lancar, terlebih mas Ilham tidak hadir dalam persidangan, dan tidak ada tanggapan apapun darinya. Itu yang membuat sidang ini berjalan dengan cepat. "Dengan ini kami putuskan, saudari Rima binti Harsa telah resmi bercerai dengan saudara Ilham bin Marto, maka dengan ini' sidang kami tutup," ucap hakim di barengi dengan ketukan palu yang membuatku lega. "Alhamdulilah, ya Allah, akhirnya selesai juga urusan ku dengan mas Ilham. Setelah ini, aku s
Setelah pertemuan dengan si Ilham tadi, aku pun memutuskan untuk pulang ke kampung. Bisa gila aku jika lama-lama di kota. Apalagi kalau sampai bertemu dengan gadis itu, bisa darah tinggi aku dibuatnya.Bus yang aku tumpangi melaju meninggalkan Banten. Diperkirakan besok pagi aku sampai di kampung halamanku. Kring! Kring!Dering ponsel berbunyi membangunkan aku yang tengah tertidur."Ika? Ada apa dia meneleponku? Bukannya sudah kubilang aku akan tiba jam 7 pagi," gumamku dalam hati. Kemudian segera mengusap tombol hijau di layar."Halo Ibu', ibu dimana? Cepet pulang, Bu! Ika takut," ucap anak perempuan ku itu ketakutan."Ibu masih di bis, kamu kenapa' sih, Ka? Ko' panik banget?""Ika takut, Bu. Barusan ada tiga orang pria berbadan besar datang ke rumah kita. Mereka meminta uang dan mengobrak-abrik isi rumah," "Terus--sekarang mereka dimana?" tanyaku khawatir. Itu pasti para rentenir yang ingin menagih hutangnya si Ilham."Mereka udah pergi, Bu! Tapi mereka bilang, akan datang lagi ke
"Kenapa, Bu? Ibu takut?" tanyaku sedikit meledek. Sebenarnya apa yang aku katakan tentang penggorokan itu tidaklah benar, mana mungkin ada rentenir yang menggorok leher nasabah yang memiliki hutang padanya. Kalau seperti itu, sama saja rentenir itu membeli tiket ke penjara."I-ibu tidak takut! Untuk apa ibu takut sama ancaman kamu!" sahutnya dengan wajah panik."Inget ya' Rima. Ilham masih punya hak atas harta gono-gini yang kamu miliki! Pokoknya kamu harus mengembalikan semua uang yang selama ini Ilham berikan padamu!" Mendengar celotehan ibu, aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum, harta gono-gini dia bilang? Ck! Selama aku menikah dengan mas Ilham, dia sama sekali tidak memberi ku nafkah yang cukup. Bahkan, untuk uang makan sehari-hari saja masih di tanggung oleh almarhum ibu dan bapak dulu. Dan setelah aku jadi TKW, semua biaya kehidupannya aku yang menanggung. Dan sekarang dengan seenaknya ibu meminta hak atas harta gono-gini. Lucu sekali."Bukannya gaji mas Ilham
"Sudahlah, Rim, gak usah dengerin mereka. Lebih baik kita segera pergi dari sini," ajak Mbak Lena menarik tanganku keluar dari ruangan sidang. Melihat kami pergi begitu saja, ibu dan Ika semakin murka. Mereka terus saja melontarkan kata-kata kasarnya padaku dan Aisyah."Rim, kamu pulang bareng Ibnu, ya! Mbak masih harus ke supermarket beli kebutuhan anak-anak panti,""Kenapa kita nggak bareng saja, Mbak. Biar sama-sama naik mobil Ibnu,""Tidak usah, Rim. Mbak sudah pesan taxi online. Tuh dia taxi nya datang," ucap Mbak Lena menunjuk ke arah mobil Alya warna putih yang berhenti tepat di depan kita."Mbak duluan, ya! Kalian hati-hati," ucap Mbak Lena masuk ke dalam mobil meninggalkan kita yang masih berdiri di samping pagar."Mel, makasih banyak ya. Aku gak tau harus ngomong apalagi sama kamu, kalau tanpa bantuan kamu, sidang ini pasti akan berkepanjangan," ucapku pada Mela."Gak usah terima kasih sama aku, Rim. Ini semua berkat Aisyah, seandainya tadi Aisyah tidak datang--mungkin ceri
"Sudahlah, Rima! Jangan bersembunyi di balik hijabmu. Jika kau wanita baik-baik, kau tidak akan pernah memasukan laki-laki itu ke dalam kamar! Ika melihat dengan mata kepalanya sendiri jika kau telah berbuat mesum dengan pria itu!" ucap Mas Ilham menunjuk ke arah Ibnu. Sontak semua mata tertuju pada ibnu, termasuk Pak Hakim."Apa kau tidak malu' memfitnah suami mu sendiri, hah? Aku sudah sabar menanti kehadiranmu selama lima tahun, Rima. Aku rela tidak mendapatkan hak ku atas nafkah batin darimu, aku banting tulang mengurus Aisyah seorang diri. Sedangkan kau--kau sesuka hatimu ingin menjebloskan ku ke penjara?! Kau ini memang perempuan tidak tau diri! Jangan-jangan kau memang bekerja sebagai pelacur di negeri orang!" tuduhnya padaku."Jaga bicaramu, Mas!" ucapku berteriak dengan nada tinggi membuat Pak Hakim langsung mengetuk palunya."Sudah-sudah! Cukup! Saya rasa topik yang Bapak dan Ibu bicarakan sudah keluar dari jalur masalah di sidang ini!" "Ibu Rima, silahkan kembali duduk di
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments