All Chapters of Stigma: Chapter 21 - Chapter 30
69 Chapters
One Side Good Bye
Menang jadi arang, kalah jadi abu. Sebuah pepatah yang memang benar adanya. Perang adalah aktivitas yang merugikan bagi pihak manapun. Raveen memang menang. Tapi dirinya masih terkapar di rumah sakit. Menjalani beberapa kali operasi dan masih memejamkan matanya dengan tenang. Lavina benar-benar menjadi pengaruh terbesarnya.Sudah tiga bulan berlalu, dia masih diam dengan wajah polosnya di atas ranjang pasien. Berbeda sekali dengan sifatnya yang sesungguhnya. Tidak akan ada yang menyangka bahwa pemilik wajah manis ini telah membantai sorang mafia beserta semua anak buahnya. Dia yang merencanakan pembantaian itu.Berita menghebohkan juga sudah surut. Rael dan keluarganya keluar sebagai pahlawan, sesuai dengan keinginan sang pengendali permainan. Meskipun kini dia tak memungkiri jika dilanda kecemasan. Putranya tak kunjung bangun.Emily tak bosan menjaga Raveen. Mengenggam jemari putranya dan tak pernah berhenti merapalkan dosa. Sesekali menangis, memanggil anak sa
Read more
Soporifik
Menjadi seseorang yang benar-benar ‘baru’ tidaklah mudah. Apalagi jika ternyata harus mengemban sebuah tanggung jawab yang begitu besar, sebuah tanggung jawab yang sebelumnya tidak pernah Lavina dapatkan. Tentu saja, dia memerlukan orang kepercayaan untuk melakukan pendampingan. Inilah kenyataan baru yang harus Lavina jalani. Gadis lugu yang awalnya buta, kini harus memegang kendali atas kekuasaan Dawson karena hanya dialah satu-satunya pewaris tunggal yang sah.Syukurlah dia memiliki keistimewaan. Dia bisa belajar dengan sangat cepat dengan bimbingan dari orang kepercayaan ayahnya dulu, Althof. Meskipun ada beberapa hal yang menjadi sisipan dalam pembelajarannya. Althof mengajarkan soal kebencian. Lavina harus membenci siapa saja yang berani menyakitinya. Dia juga harus membalaskan dendam atas semua penderitaannya.Ia tidak bisa mengikuti pendidikan normal seperti orang pada umumnya. Maka sekolah khusus diadakan untuk dirinya. Lavina harus belajar dengan k
Read more
Bukan Sebuah Reuni
Musim semi memang musim terbaik. Sudah lima kali merasakan musim semi di Berlin. Selama itu juga Raveen telah menahan rindunya pada Lavina. Pendidikan dan persiapannya sudah selesai. Ia harus kembali pulang untuk diresmikan menjadi pengganti sang ayah. Ayahnya akan “cuti” sampai waktu yang tidak ditentukan—lebih tepatnya, Rael hanya ingin menghabiskan waktu berdua dengan Emily lebih lama dan menjadikan Raveen sebagai jalan keluarnya untuk memegang kendali atas perusahaannya.Raveen memutuskan berjalan-jalan sebentar setelah menyelesaikan urusan perusahaannya. Bukan sebuah urusan, hanya sebuah peresmian dan memperkenalkan dirinya sebagai pengganti Rael, sang ayah. Dia harus segera pulang untuk memegang kendali di kapal utamanya.Laki-laki itu menghentikan mobilnya di sebuah toko perhiasan di kota itu. Disambut ramah oleh pegawai dan pemiliknya. Mendapatkan atensi khusus dan dipersilahkan menuju ruang VIP. Mereka semua sudah tahu siapa Raveen. Beberapa
Read more
Selamat Malam
Belum genap satu hari mereka bertemu, pagi ini Lavina sudah kembali dibuat jengkel karena lagi dengan laki-laki yang dengan kurang ajar menciumnya semalam. Bagaimana bisa laki-laki ini kini ada di hadapannya, di gedung perusahaan miliknya, tengah berdiri sembari menatap Lavina dengan senyuman yang begitu menyebalkan di ruang kerja Lavina?Apakah keamaanan di gedungnya begitu buruk? Bagaimana orang-orangnya membiarkan Raveen sampai masuk ke ruang kerjanya? Apakah mereka tidak tahu jika laki-laki ini adalah musuh yang harus disingkirkan? Lavina menghela nafas. Melipat tangannya dan menatap laki-laki itu lurus.“Ada urusan apa kau kemari?” tanya Lavina.Raveen hanya tersenyum. Lavina ternyata memang benar-benar berubah. Sudah tidak menjadi gadis manisnya seperti dulu.“Aku hanya ingin melihat kekasihku. Banyak sekali berubah ternyata” jawab Raveen. Lavina tersenyum miring. Kekasih katanya.“Pergilah sebelum aku memanggil
Read more
Selamat Malam
Belum genap satu hari mereka bertemu, pagi ini Lavina sudah kembali dibuat jengkel karena lagi dengan laki-laki yang dengan kurang ajar menciumnya semalam. Bagaimana bisa laki-laki ini kini ada di hadapannya, di gedung perusahaan miliknya, tengah berdiri sembari menatap Lavina dengan senyuman yang begitu menyebalkan di ruang kerja Lavina?Apakah keamaanan di gedungnya begitu buruk? Bagaimana orang-orangnya membiarkan Raveen sampai masuk ke ruang kerjanya? Apakah mereka tidak tahu jika laki-laki ini adalah musuh yang harus disingkirkan? Lavina menghela nafas. Melipat tangannya dan menatap laki-laki itu lurus.“Ada urusan apa kau kemari?” tanya Lavina.Raveen hanya tersenyum. Lavina ternyata memang benar-benar berubah. Sudah tidak menjadi gadis manisnya seperti dulu.“Aku hanya ingin melihat kekasihku. Banyak sekali berubah ternyata” jawab Raveen. Lavina tersenyum miring. Kekasih katanya.“Pergilah sebelum aku memanggil
Read more
Selamat Malam
Belum genap satu hari mereka bertemu, pagi ini Lavina sudah kembali dibuat jengkel karena lagi dengan laki-laki yang dengan kurang ajar menciumnya semalam. Bagaimana bisa laki-laki ini kini ada di hadapannya, di gedung perusahaan miliknya, tengah berdiri sembari menatap Lavina dengan senyuman yang begitu menyebalkan di ruang kerja Lavina?Apakah keamaanan di gedungnya begitu buruk? Bagaimana orang-orangnya membiarkan Raveen sampai masuk ke ruang kerjanya? Apakah mereka tidak tahu jika laki-laki ini adalah musuh yang harus disingkirkan? Lavina menghela nafas. Melipat tangannya dan menatap laki-laki itu lurus.“Ada urusan apa kau kemari?” tanya Lavina.Raveen hanya tersenyum. Lavina ternyata memang benar-benar berubah. Sudah tidak menjadi gadis manisnya seperti dulu.“Aku hanya ingin melihat kekasihku. Banyak sekali berubah ternyata” jawab Raveen. Lavina tersenyum miring. Kekasih katanya.“Pergilah sebelum aku memanggil
Read more
Lavinanya Raveen
Lavina terbangun di pagi hari. Harus dia akui jika semalam adalah hal yang mengejutkan. Raveen tiba-tiba menyelinap masuk ke kamarnya dan mengatakan semua omong kosong yang ironisnya malah membuat hati Lavina tenang.Yang membuat dia bersyukur adalah Raveen menepati janjinya. Tidak ada keributan yang dia timbulkan di rumahnya pasca dia menyelinap. Setidaknya Lavina tidak menjumpai mayat yang bergelimpangan di rumahnya. Juga, tidurnya lebih nyenyak dibandingkan sebelumnya setelah pertemuannya dengan Raveen malam tadi.Menyebalkan memang, tapi harus Lavina jujur bahwa Raveen mememang memiliki pengaruh besar di dalam hidup Lavina, terutama perasaannya. Mau tak mau Lavina harus mengakui itu. Perlakuan manis Raveen semalam membuatnya nyaris membuka harapan baru.Raveen dengan lancangnya mempersilahkan Lavina membencinya. Tentu saja Lavina akan membencinya dengan sepenuh hati. Akan tetapi, sungguh gadis itu tak mengerti. Jika Raveen memang masih sangat mencintainya&md
Read more
Dualitas Lavina
Lavina pulang lebih awal dibandingkan yang seharusnya. Tentu saja untuk bersiap diri untuk menghadiri pesta yang dibuat oleh Lamberg. Pebisnis kaya mungkin seperti itu tabiatnya. Membuat pesta untuk memperluas jaringan. Perlukah Lavina membuat pesta juga?Tidak. Belum saatnya. Jangankan pesta, memikirkan produk barunya yang nyaris menimbulkan masalah saja masih membuat dirinya tidak tenang. Untunglah jalan keluarnya segera ada. Syukurlah Raveen memberitahu tentang masalah itu padanya. Sangat berterima kasih. Sedikit tidak rela mengakui jika apa yang Raveen lakukan sudah menyelamatkannya. Maka Lavina nekat untuk memberikan sebuah ciuman pada laki-laki itu. Meskipun terkesan terlalu berani, namun hanya itu caranya agar membuat Raveen bungkam. Juga, Lavina memang benar-benar berterima kasih.Gadis itu sudah menyelesaikan urusannya di kamar mandi. Sudah berendam dengan sabun favoritnya. Beranjak dari bathtub dan mengenakan bathrobenya sebelum keluar dari
Read more
Jalan yang Lain
Selamat pagi, kau tidur dengan nyenyak bukan?Semalaman aku tak bisa tidur, hanya memikirkanmu dan memeluk kain hitam berendamu. Sesekali aku mengecupnya, membayangkan kau di sisiku. Ngomong-ngomong, aku suka aromamu. Tidak sabar mencium langsung apa yang disembunyikan oleh kain itu.Lavina menghela nafas kesal dan merasa sedikit malu. Bagaimana bisa laki-laki itu mengirimi pesan yang sangat frontal padanya? Tentu saja, Raveen bisa melakukan apa yang dia mau. Sikap Raveen memang bukan sesuatu yang harus membuat Lavina terkejut, tapi Lavina menginginkan pagi yang damai tanpa harus diinterupsi oleh laki-laki ini.Gadis itu melempar ponselnya dengan asal ke atas tempat tidur. Lavina mulai beranjak dari tempat tidurnya. Saatnya menjalani hari lagi yang akan sangat berat. Dia haru kembali menata hati untuk menghadapi laki-laki yang dia benci.Ia berjalan menuju jendela kamar dan membuka tirai jendelanya. Meni
Read more
New Approval
Raveen mondar-mandir di ruangannya. Ponsel genggamnya telah menempel di telinganya sedari tadi. Tangannya yang bebas mengacak-acak surainya hingga berantakan. Wajahnya juga sedikit lusuh, tampak kesal dan lelah. Memikirkan Lavina memang benar-benar menguras tenaganya.Masalah menjadi runyam ketika ia tidak bisa menghentikan Lavina saat hendak menemui Swan. Dirinya kecolongan, ternyata Lavina dan laki-laki itu telah melakukan komunikasi sebelumnya. Tahu begini, niat awal Raveen untuk menyadap alat komunikasi Lavina akan dia lakukan.Pergerakan Raveen juga terbatas karena anak buah Swan mengacaukan dirinya saat membuntuti Lavina. Sepertinya pertemuan mereka sudah direncanakan. Jika sudha seperti ini, Raveen akan semakin kesulitan untuk melindungi gadisnya.Sialan! batinnya kesal.“Ada perlu apa kau menghubungiku?” tanya seseorang dari seberang telfon.“Lavina tetap menjadi urusanku apapun yang terjadi” tutur
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status