Lahat ng Kabanata ng Stigma: Kabanata 11 - Kabanata 20
69 Kabanata
Merindu
Lavina bergeming. Duduk diam di ranjang sembari menerawang entah ke mana. Meskipun tampak membisu, di kepalanya begitu ribut karena memikirkan Raveen. Hatinya bergemuruh, meraung-raung sebat dirinya terlampau merindukan Raveen. Ingin berjumpa, memeluk dan menghirup aroma khas yang berhasil membuatnya tenang dari laki-laki itu.Sayang sekali perkataan Emily membuatnya semakin dirundung pilu. Rindu hanya akan menjadi rindu. Sudah merenung dan paham apa yang wanita itu maksud. Sudah jelas jika dirinya tidak diizinkan untuk menemui Raveen. Dia ternyata yang menjadi sumber kekacauan. Baru tahu setelah Emily mengatakannya. Apakah Lavina telah membuat masalah yang begitu besar pada Raveen? Sebesar itukah kesalahan Lavina sehingga ia harus dipaksa hidup tanpa laki-laki itu?Akan tetapi, bukankah Lavina adalah milik Raveen dan Raveen adalah pemiliknya? Lalu bagaimana Lavina hidup tanpa dimiliki oleh pemiliknya? Bagaimana Raveen hidup tanpa memiliki miliknya?Hati gadis i
Magbasa pa
Keputusan Emily
Emily menahan amarah. Sampai sekarang dia masih belum bisa menghubungi Raveen. Putranya itu juga tidak beriktikad untuk menemuinya. Putranya benar-benar sudah berubah. Sejak kapan Raveen menjadi pembangkang seperti ini?Mengapa Raveen tak mengerti bagaimana cemasnya Emily padanya? Emily menyembunyikan Lavina dan memisahkan mereka, benar-benar untuk kebaikan mereka berdua. Wanita itu tahu, baik Rael ataupun Raveen sama-sama keras kepala. Apakah Raveen tak tahu jika Rael akan tetap membunuh Lavina sedalam apa pun cinta Raveen padanya? Dan itu yang Emily hindari. Raveen tentu tidak akan membiarkannya ayahnya melakukan itu bukan? Yang ada akhirnya kedua laki-laki yang dicintainya akan saling menghunuskan pedang. Sungguh Emily tak akan memihak siapa pun. Kedua laki-laki itu adalah orang yang paling Emily cintai. Dia tak ingin kehilangan keduanya.Sayangnya Emily tidak bisa berbuat apa-apa ketika Raveen merajuk. Dia tidak akan mau pulang jika Emily tidak memberi tahu di mana
Magbasa pa
Dilema1
BRAKSuara keras khas barang yang dipukul memekakkan seluruh dinding rumah itu. Tidak ada yang bisa menghentikannya dari merusak barang yang ada di dalamnya untuk menyalurkan kemarahan. Tidak bisa dibendung. Tidak bisa dihadang. Dia teramat marah karena tidak berhasil menemukan Lavinanya.Matanya menatap nyalang pada dua orang yang sedari tadi berdiri sembari menatap miris pada tuan mereka. Terutama pada wanita yang sudah terlampau jauh usianya dengan Raveen. Padahal ia telah mempercayakan Lavina padanya. Tapi dia gagal menjaga nonanya.“DI MANA LAVINA!?”Dibandingkan bertanya, Raveen lebih terlihat sedang menggertak kedua orang tua itu. Membentak sesukanya. Memaksa mereka untuk mengatakan di mana Lavina atau mereka akan mendapatkan hal yang begitu buruk, hal yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.Keduanya tertunduk dalam. Tidak berani bahkan hanya untuk sekedar menatap Raveen, apalagi mengeluarkan suara, mereka tak mampu. Takut
Magbasa pa
Dilema 2
Senyum Emily mengembang saat melihat Raveen kembali ke rumah. Sangat senang karena akhirnya putranya pulang. Akan tetapi, perlahan senyumnya menghilang ketika putranya menolak untuk dia peluk. Pertama kalinya, Raveen bersikap seperti ini pada Emily. Menolak pelukan dari Emily membuat ulu hatinya berdesir ngilu. Tentu saja tanpa bertanya mengapa, wanita itu sudah tahu apa penyebabnya. Putranya ini masih marah karena Emily masih enggan memberi tahu keberadaan Lavina.“Apakah kau harus bersikap seperti ini pada Bunda, Raveen?” tanya Emily yang sendu. Raveen berhenti berjalan dan menatapnya. Tatapan Raveen terlihat sangat berbeda dari biasanya. Tampak begitu membenci Emily. Sayangnya Emily tidak bisa mengubah apa yang tengah Raveen rasakan.“Di mana lagi Bunda menyembunyikan Lavina?” tanya Raveen tanpa basa basi. Ia berani bertanya dengan lantang pada ibunya karena tahu bahwa Rael, sang ayah, tidak ada di rumah. Meskipun Raveen tahu jika Emily tidak
Magbasa pa
Berubah Pikiran
Sekali lagi malam berlalu tanpa Raveen. Pagi-pagi sekali Lavina sebenarnya sudah bangun, akan tetapi dia tidak melakukan aktivitas apa pun. Hanya berbaring di ranjang dan berkhayal tentang Raveen. Setidaknya jika ia memang tidak boleh berada di sisinya, ia bisa merasakan kehadiran Raveen di dalam angan. Tentu saja itu rahasia. Lavina tidak akan memberitahukannya pada orang lain. Takut jika berkhayal tentang laki-laki itu juga akan dilarang.Meskipun sudah berada dalam kondisi sadar sepenuhnya, tetap saja ia memejamkan netranya. Rasanya lebih nyaman membangun angan ketika mata tertutup dibanding terbuka. Tiba-tiba, Lavina membuka matanya ketika mendengar seseorang membuka kunci kamarnya. Dia memposisikan diri untuk duduk di atas ranjangnya. Siapa yang masuk ke kamarnya?“Kau sudah bangun?” ucap seseorang. Tak butuh waktu lama untuk mengenali, Lavina sudah tidak asing lagi dengan suaranya. Ia tahu bahwa yang masuk ke kamarnya adalah Emily, ibu Raveen.
Magbasa pa
Sacrifice
Bertemu Lavina adalah healing terindah bagi Raveen. Berhari-hari dia merasa seperti orang pesakitan, sakau karena tidak mendapatkan candunya. Kini ia telah menemukan sang pujaan hati. A mendapatkan penawarnya hingga rasanya ingin melompat girang karena dipertemukan lagi dengan miliknya. Ia bersumpah tidak akan melepaskannya lagi.Tidak ada yang lebih Raveen rindukan dibandingkan pelukan Lavina. Tidak ada yang lebih ia nantikan selain ciuman hangat bibir Lavina. Dia tidak akan bosan untuk memagutnya. Apa lagi setelah menggiring Lavina ke kamarnya, membuat Raveen semakin ganas untuk menyantap candunya.Sepertinya kerinduan Raveen memang berbahaya. Lavina dimonopoli olehnya. Sedari tadi, dirinya tak lelah menggerakkan bibir untuk mencumbui bibir Lavina. Sementara gadis yang masih ia pagut, merasakan bibirnya mulai menebal—sedikit mati rasa, lelah terus-menerus dilahap oleh laki-laki yang dia rindukan juga.“Raveen ...” Lavina mendorong da
Magbasa pa
Tertangkap
Keluarga Landergee sudah tiba di kediaman Matsuyama, memenuhi undangan makan malam. Rumah seorang mafia memang menyajikan scene yang berbeda dibandingkan yang lain. Manison yang besar, dengan begitu banyak orang di sana. Bukan tamu, melainkan anak buahnya. Khas bagi para mafia yang memiliki anak buah yang luar biasa banyak. Meskipun mengenakan balutan suit hitam rapih, tidak bisa menyembunyikan bagaimana menyeramkannya wajah mereka. Bahkan ada seseorang yang hampir seluruh wajahnya berhias dengan luka. Siapa pun tahu bahwa dia memiliki sejarah yang mengerikan di masa lalu.Seolah sudah tahu tamu yang harus mereka sambut, anak buah itu membungkuk hormat. Mereka mempersilahkan Keluarga Landergee masuk setelah memastikan jika tamu undangan yang datang tidak membawa barang-barang yang bisa membahayakan tuannya.Raveen masih bungkam dan mengikuti kedua orang tuanya yang bergandengan mesra, berjalan di depannya. Sebenarnya pikirannya masih carut marut karena masalah
Magbasa pa
Sad Scene
Raveen menegang. Netranya memanas ketika melihat seringai dari ayahnya. Sesuatu yang tidak dia inginkan telah terjadi. Sang ayah menguasai kontrol atas dirinya karena berhasil menemukan Lavina.“Di mana Lavina?” tanya Raveen. Kini sudah terang-terangan di depan sang ayah. Tidak mau menyembunyikan apapun perihal kecondongan perasaannya pada gadis yang sekali lagi entah berada di mana.“Kau benar-benar memberontak. Seharusnya aku lenyapkan saja dia semalam” balas Rael yang membuat Raveen semakin tercekat.“Jangan sakiti dia!” Raveen tak ingin sesuatu terjadi pada Lavina.Rael tersenyum. Dia senang karena bisa mempermainkan Raveen. Lebih tepatnya mengontrol anaknya lagi yang masih sangat lemah. Kira-kira apa yang akan Raveen lakukan sekarang? Semoga Rael tidak mendapatkan pertunjukan yang membosankan.“Tentu saja aku tak akan menyakitinya. Orang lain yang akan melakukannya” ucapnya setelah menyelesaikan
Magbasa pa
New Eyes
Lavina masih terdiam, merasakan sesuatu yang aneh di kedua matanya. Terakhir yang dia ingat adalah ayah Raveen menawari dirinya sepasang mata. Sebenarnya dia tidak menjawab apa-apa mengenai tawaran itu. Tawaran Rael yang ingin memberinya mata terdengar begitu mustahil. Dia tidak akan pernah bisa melihat.Kini dia tengah berbaring. Pergelangan kirinya terasa pegal. Ada sesuatu yang menembus kulitnya. Terasa sedikit perih jika ia menekuknya. Ia sadar bahwa dia berada di tempat yang berbeda. Ruangan pernuh dengan bau yang begitu asing—alkohol dan obat.Ia meraba wajahnya ada sesuatu yang menutupi matanya. Sesuatu yang sedikit kesat, melingkupi seluruh matanya. Tubuhnya juga sedikit aneh. Dia merasakan nyeri di bagian mata tapi di beberapa bagian tubuh, dia tidak bisa merasakan apa-apa. Apa yang terjadi dengan dirinya?“Kau sudah sadar, Nona Lavina?”Lavina terkesiap. Menolehkan kepalanya pada sumber suara. Suara itu terdengar sangat asing.
Magbasa pa
Bloody Hell
Raveen mengamuk. Ia melampiaskan kekesalannya di markasnya yang kini benar-benar semakin parah kacaunya, sekacau dirinya sekarang. Sungguh dia membenci semua orang. Terutama sang ayah. Dia sangat membenci ayahnya. Semua ini terjadi karena Rael.Ia merebahkan dirinya di atas sofa. Menutup mata dan mengatur napasnya. Seumur hidup belum pernah sekacau ini. Padahal hanya karena perkara Lavina. Tidak tidak, ini bukan perkara biasa. Ini soal perasaan cintanya pada Lavina.Raveen terjebak dalam permainannya sendiri. Otak ayahnya memang terlalu hebat. Bagaimana dia bisa membaca situasi? Bagaimana Rael bisa membaca apa yang akan Raveen lakukan dengan mudah? Atau justru selama ini apa yang Raveen lakukan hanyalah bagian dari rencana besar sang ayah?Shit! Brengsek!Kalau sudah seperti ini, tidak ada alasan lagi Raveen harus berhati-hati. Jika Rael bisa mempermainkan dirinya, dia juga harus bisa mempermainkan ayahnya. Raveen menyeringai, mengambil ponselnya
Magbasa pa
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status