All Chapters of Suami Idaman: Chapter 21 - Chapter 30
72 Chapters
BAB 21
‘Happy wedding Dimas dan Nika’ Tulisan itu terpampang besar di depan pintu masuk ballroom hotel dimana aku dan Reinard hadir di acara resepsi tersebut. Di bawah tulisan itu, ada banyak foto pasangan pengantin tersebut di berbagai tempat di penjuru Indonesia. Mulai dari Wakatobi, Pulau senggigi, Jogjakarta bahkan di bawah tugu Monas. Terlihat jika pasangan pengantin yang tampak berbahagia tersebut menyukai hobi yang sama yaitu travelling.Reinard terus menggamit tanganku ketika memasuki pintu dan akhirnya bertemu dengan pasangan pengantin tersebut. Dimas adalah teman sekelas Reinard ketika mereka sama-sama kuliah di fakultas Kedokteran sedangkan Nika adalah mahasiswa di kampus yang sama tapi berbeda jurusan.“Kamu kok enggak ngomong sih Rei kalau nikah?” Dimas menepuk bahu Reinard. “Kan aku bisa datang sama Nika.”“Akh, kemarin terburu-buru.” Sahut Reinard dan otomatis membuat Dimas dan Nika berpandanga
Read more
BAB 22
Kami sama-sama terdiam di dalam mobil. Aku yang duduk di belakang kemudian harus memfokuskan diriku pada jalan di depan, meskipun sejak tadi pikiranku tidak tenang. Sedangkan Reinard juga tak mengatakan satu kalimatpun sejak mobil kami meninggalkan basement hotel. Kami mungkin memang sedang bermonolog dengan pikiran kami masing-masing sekarang.“Apa lukamu terasa sakit?” tanyaku memecah keheningan. Sejaka awal aku sudah ingin menegobati luka-luka itu agar tidak terjadi infeksi dan lebamnya semakin parah. Namun aku belum melakukannya selain karena belum menemukan mini market, aku juga masih ingin membiarkan Reinard menenangkan dirinya dulu.“Sedikit.” Jawab Reinard dengan suara rendah.Aku menghela nafas pelan. Mataku tiba-tiba melihat sebuah plakat minimarket beberapa meter di depan kami. Tanpa meminta peretujuan Reinard, aku membelokkan mobilku ke pelataran minimarket yang terlihat sepi. Melihat Reinard yang tak melayangkan protes, berar
Read more
BAB 23
“Lo terlalu terburu-buru menikah Jul, ketika lo sama sekali enggak mengenal siapa sebenarnya suami lo itu.”“Aaarrgh!” aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal itu dengan resah.Seharian ini aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaan sehingga alhasil setumpuk pekerjaan di mejaku sama sekali belum aku sentuh. Setiap aku hendak memulai pekerjaan, selalu saja kalimat Daniel itu terngiang di telingaku dan membuatku tidak nyaman.Tanganku terulur, mengambil cangkir kopi yang berada di sisi meja. Namun ketika bibir cangkir itu sudah menyentuh bibirku, baru kusadari jika isinya sudah habis. Aku mendengus, ini kopi ketigaku sampai siang ini dan cafein belum juga membuatku rileks.“Rini!” panggilku pada asistenku itu. Beberapa detik kemudian, dengan tergopoh Rini menghampiriku.“Buatin kopi lagi.” Aku mengacungkan cangkir kosong pada asistenku tersebut.“Kopi lagi?” mata Rini
Read more
BAB 24
‘Jul, malam ini aku lembur’Begitulah akhirnya, tepat di jam sepuluh malam bunyi pesan singkat dari Reinard muncul di layar ponselku.Aku mendesah pelan. Selalu saja merasa kecewa setiap kali ia tak ada di rumah seperti ini. Seraa diabaikan, serasa tidak penting.Malam sudah beranjak, dan aku belum mampu memejamkan mataku. Apa lagi? Pasti karena empat gelas kopi yang aku minum siang tadi. Aku rasa untuk satu minggu ke depan efek cafein ini belum bakalan hilang dari tubuhku.Sejak tadi yang aku lakukan hanya berputar-putar saja di kasur. Mencoba memejamkan mata, namun meskipun kucoba berkali-kali tetap saja gagal. Bukannya mataku kian berat, justru malah sebaliknya.Karena merasa malam ini hanya akan aku lalui dengan mata tak terpejam, akhirnya aku berniat untuk menelpon Reza.“Za, lo ada acara enggak?”“Kenapa nek? Gue Free, sexy and single!”“Hust! Jangan sebut-sebut judul lagunya Bang
Read more
BAB 25
“Kenapa sih mbak, akhir-akhir ini aku lihat kok enggak bersemangat gitu?” tanya Rini siang ini ketika kita sedang makan siang di kantin.Aku tidak menyahut, pura-pura focus dengan nasi langgi di depanku. Sejak beberapa hari lalu, aku jarang bertemu suamiku. Jikapun bertemu, paling ketika ia pulang sebentar di pagi hri untuk mandi, berganti pakaian lalu kembali menuju rumah sakit. Bahkan untuk acara sarapan pun kami sering melewatkannya.Berkali-kali ia meminta maaf padaku, dan memelukku dengan hangat ketika hendak melangkah keluar rumah dan memintaku untuk berhati-hati dalam bekerja. Meskipun aku tahu bahwa sorot mata lelah tampak menggantung di wajahnya, namun apa yang bisa aku lakukan selain tetap mendukung apapun kegiatannya.“Lagi marahan ya sama mas Reinard?” tanya Rini sekali lagi.“Enggak.” Aku mengambil tissue lantas menyeka bibirku dengan benda tersebut. “Justru aku jarang ketemu sama dia.”&
Read more
BAB 26
Aku terbangun ketika hawa dingin menyapu kulitku melalui pintu loteng yang belum tertutup. Aku mengucek-ucek mataku, lantas mengalihkan pandang pada jam dinding. Pukul tujuh malam. Pantas saja hawa semakin dingin.Reinard sudah tidak ada di sampingku, padahal aku ingat, sore tadi setelah kami saling membahagiakan di atas tempat tidur, ia juga ikut tidur di sampingku. Ia pasti sudah bangun lebih dulu dan membiarkanku tidur nyenyak tanpa menganggu.“Sudah bangun?” suara Reinard menguar di telingaku. Pria itu sudah berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Wajahnya kelihatan segar dan ia sudah berganti baju lebih santai.“Kenapa tidak membangunkanku?” aku menyandarkan tubuhku di badan kasur. “Ini sudah malam.”Reinard berjalan ke arahku dan duduk di pinggiran tempat tidur.“Aku lihat kamu begitu nyenyak, aku tidak tega.” Ia menoel hidungku. “Apa kamu lapar?”Aku memegang perut. “H
Read more
BAB 27
Aku melihat mobil Reinard berhenti di depan café. Dari balik kaca jendela lebar ini, aku bisa melihatnya turun dari mobil dengan gaya yang begitu alami namun mampu membuat siapapun yang melihatnya berdecak karena tergoda. Ia terlihat piawai melepas sunglass yang dipakainya lalu memasukkan barang itu ke saku kemejanya. Tampilannya pun begitu stylish dengan kemeja garis yang dimasukkan ke dalam celana jeans belel warna light blue dengan sepatu kets putih yang memperlihatkan kesan santai.“Suamiku tampan ya pa?” kataku dengan senyum nakal pada papa yang sejak tadi duduk di seberangku.Papa hanya mencebik. Satu jam yang lalu pria yang usianya lebih dari setengah abad ini menelponku dan mengajakku beserta Reinard untuk makan siang bersama. Awalnya aku menolak karena siang ini aku ingin pergi berbelanja bulanan bersama suamiku. Namun ketika Reinard mendapat telepon dari Wina tentang pasien, ia akhirnya menyuruhku untuk bertemu papa dulu dan akan menyusul.
Read more
BAB 28
Aku mengatur irama jantungku ketika sosok ini sudah berdiri di depanku dengan senyumannya yang terlihat menyimpan banyak  misteri. Sejujurnya aku tidak pernah mengenal orang ini—bahkan namanya saja aku tidak tahu. Hanya saja, aku teringat pesan dari Reinard untuk menjauh tiap bertemu dengannya, membuatku harus menjaga jarak dan menyimpulkan bahwa orang ini berbahaya..Sosok yang berdiri di depanku ini adalah pengemis itu. Pria pengemis yang terlihat menemui suamiku dan berbicara serius dengannya waktu itu.“Apa—yang bisa saya bantu?” aku mencoba bersikap wajar. Dari pakaian yang dikenakannya, ia tidak akan meminta-minta seperti biasanya.Pria itu kembali tersenyum. Sebuah senyum yang sarat dengan sesuatu yang misterius menurutku. Ataukah aku hanya berlebihan, over thingking karena pesan Reinard waktu itu?“Julia bukan?” tanyanya kemudian, dan tentu saja langung membuatku terkejut. Bagaimana ia bisa tahu namaku? Sia
Read more
BAB 29
“Karena saya adalah mertua anda.”Kalimat itu memang bisa aku dengar dengan jelas meskipun suara lagu di café ini mengalun ke segala penjuru. Namun alih-alih meyakinkah pendengaranku, aku jutru merasa apa yang ku dengar itu salah.Mertuaku? Bagaimana bisa? Bukankah sudah jelas kalau mertuaku adalah Saputra, seorang lelaki yang menjodohkan kami, bahkan menikahkan kami. Sudah jelas pula nama belakang suamiku juga Saputra, bukannya Anton.“Mertua?” aku memandang pak Anton penuh ketidakpercayaan. “Bapak jangan bercanda.”“Apa saya terlihat bercanda sekarang?” pria itu justru balik menatapku.Aku membuang pandang ke segala penjuru. Entah ke arah mana, tapi yang jelas aku ingin menghindari tatapan mata penuh intimidasi tersebut.“Reinard anak pungut keluarga Saputra.” Suara pak Anton kembali berdenging di telingaku. “Dulu Reinard tinggal di panti asuhan.”Kembali
Read more
BAB 30
Aku membuka pintu kamar hotel dengan pelan. Aroma pewangi ruangan langsung menusuk hidungku ketika pintu itu terbuka dan aku mulai masuk ke dalam. Setelah menghidupkan saklar lampu, aku segera menjatuhkan tubuhku di kasur itu dengan helaan nafas dalam. Mataku terasa panas sekarang, hasil dari menangis sepanjang jalan karena sakit hati dan dalam mode kebingungan mencari tempat bermalam.Awalnya aku bingung menentukan tujuanku malamini. Ke rumah orangtuaku? Tidak mungkin! Hal yang sangat konyol apabila papa dan mama ikut marah dan membuat keadaan menjadi runyam. Lagipula aku tidak punya jawaban ketika mereka memberondongku dengan banyak pertanyaan tentang alasanku pulang dengan mata sembab. Ke rumah Reza, aku juga tidak yakin kalau suamiku tidak akandatang ke sana. Aku yakin jika malamini ia tengah kebingungan karena ponselku juga aku matikan. Sengaja. Aku malas berhubungan dengan siapapun. Satu-satunya orang yang bisa memelukku dengan hangat adalah Eli, tapi wanita itu berada
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status