All Chapters of Suami Idaman: Chapter 31 - Chapter 40
72 Chapters
BAB 31
“Gimana Rin, suamiku udah pergi ‘kan?” tanyaku di balik telepon siang itu. Sudah beberapa jam aku menunggu kabar dari Rini apakah Reinard masih menungguku di kantor atau tidak.Aku mendengar Rini menghela nafas.“Udah mbak. Ada operasi katanya.” Sahutnya kemudian.Aku menghela nafas lega.“Mbak! Ada masalah apa sih?” tanya Rini kemudian. “Mas Reinard yang biasanya on dan enggak ada cela, tadi berantakan banget.”Aku tidak segera menjawab. Kuayunkan langkahku ke tepi jendela. Mataku menerawang jauh, pada hamparan kota Jakarta yang masih tetap terlihat begitu sibuk meskipun aku melihatnya dari ketinggian. Di bawah sana beberapa ruas jalan tampak macet. Bisa kubayangkan betapa sumpeknya terjebak macet di tengah hari seperti ini dalam kondisi dikejar deadline pekerjaan.“Biasa lah Rin. Suami istri.” Sahutku kemudian.“Iyadeeeh mbak, tapi kasihan bener lho suami mbak J
Read more
BAB 32
Aku berlari di koridor rumah sakit tanpa memperdulikan banyak pasang mata yang menatapku dengan heran. Pikiranku kacau, dan aku tidak bisa memikirkan apapun selain bisa segera menemui Reinard dan mengetahui bagaimana kondisinya.Setengah jam yang lalu, aku langsung melompat dari ruang kerjaku, dan meninggalkan Rosa sendirian ketika sebuah telepon dari nomor tak dikenal yang ternyata dari Wina—sang koas di rumah sakit tempat dimana Reinard bekerja mengabarkan bahwa keadaan Reinard begitu buruk.Aku tidak yakin dengan maksud Wina ‘yang begitu buruk’, intinya suamiku itu sekarang tengah dirawat di rumah sakit dengan wajah babak belur. Babak belur karena apa dan bagaimana keadaannya sekarang, aku sedang dalam perjalanan untuk memastikan.“Mbak, kamar dokter Reinard nomor berapa ya?” tanyaku ketika berhenti di depan counter perawat. Nafasku naik turun, seperti habis lari marathon. Bahkan perawat di depanku menatapku dengan aneh ketika me
Read more
BAB 33
“Beneran udah mau pulang?” sindirku pada Reinard ketika ia sudah membereskan peralatan mandinya. “Enggak mau nginep lagi? Tuh mukanya belum sembuh.” Aku menunjuk-nunjuk wajahnya yang masih ada sedikit sisa lebam.“Kamu lagi ngejekin aku ya?” ia meraih jemariku lantas menarik tubuhku ke dalam pelukannya. “Nginep semalam aja sayang…. Kan kita udah baikan.”Aku terkekah sambil melepaskan pelukannya. Sejak kapan Reinard punya kebiasaan manja seperti ini. Semalaman ia benar-benar tidak mau menjauh dariku, alhasil ranjang rumah sakit yang sempit ini harus kami bagi berdua. Himpit-himpitan, namun rasanya tetap saja nyaman.“Terus hari ini kita mau ngapain?” aku mentap Reinard yang kini sedang memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jeans.“Kamu enggak sibuk hari ini?” dia balik bertanya.Aku menggeleng. “Demi kamu, aku enggak akan sibuk.” Tawaku.Pria itu m
Read more
BAB 34
 “Dia ingin memiliki seorang anak dari kamu.”Kalimat dari ibu Ayu tadi siang masih menari-nari di pikiranku. Bahkan sampai malam ini, ketika kami dalam perjalanan pulang menuju Jakarta.Aku melirik Reinard yang mengemudi dengan tenang di sampingku. Suamiku ini memang berusia lebih muda dariku, namun ia ternyata lebih siap lahir batin dengan menerima kehadiran seorang anak di kehidupan kami.Beberapa kali aku memang sempat mendengar beberapa orang membicarakan tentang kekuatan seorang anak dalam sebuah keluarga. Bahwasanya anak adalah sebagai ikatan kuat hubungan antara suami-istri. Sebuah pernikahan akan sempurna dengan kehadiran seorang anak, bukan begitu?“Rei….” Dengungku pelan kemudian. Aku menatap ke arahnya.“Hmmm…” Reinard menjawabku tanpa menoleh. Rupanya ia tengah asyik dengan lagu ‘way back home’ yang terputar di dalam mobil kami.“Bagaimana menurutmu
Read more
BAB 35
Aku memencet tombol remote mobilku dan segera berjalan menuju ke dalam sebuah café yang tidak terlalu jauh dari kantorku. Hari ini Reza mengajakku untuk makan siang bareng sekalian ingin memperkenalkan sebuah café baru milik keponakannya.Aku yang memang pada dasarnya sedang tidak begitu sibuk, dan tidak ada rencana untuk makan siang bersama Reinard—karena ia sibuk di rumah sakit semenjak telepon semalam, akhirnya menerima permintaan Reza untuk datang apalagi ini tentang opening sebuah tempat makan dan tentu saja aku bisa menikmati semua makanan dengan kata ‘gratis’.“Waaaaak…..!” suara Reza begitu familiar ketika kakiku baru saja melangkah masuk. Pria yang kini mengenakan kaos coklat itu melambai ke arahku dengan senyum mengembang.Aku membalas lambaian itu, lalu mempercepat langkah menyusulnya.“Gila, macet banget tau!” gerutuku sambil meletakkan tas beserta kunci mobil di atas meja. Ku susu
Read more
BAB 36
“Kamu beneran enggak mau ikut?” sungutku sambil memasukkan beberapa baju ke dalam koper dengan sedikit membanting-banting. Mataku beralih pada Reinard yang berdiri tidak jauh dariku, menatapku sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada sambil bersandar pada kusen pintu. Sejak tadi ia hanya senyam-senyum sendiri.“Kamu yang bahagia dong, kan mau liburan.” Entah kalimatnya itu mengejek atau memang sebuah dukungan untukku agar aku tidak terus saja menekuk muka seperti ini sejak semalam.“Bahagia, kalau kamu ikut!” aku memasukkan barang terakhirku—satu set peralatan mandi, lalu menutup koper yang berukuran tidak terlalu besar itu rapat-rapat. Rencananya aku dan Rosa hanya akan menginap dua sampai tiga malam, jadi aku tidak perlu membawa banyak barang. Lagipula, jika nanti mood-ku membaik di sana, aku pasti akan kelayapan untuk shopping. Tapi dengan catatan, kalau moodku baik lho ya! Kalau tidak, aku paling cuma akan berguling-g
Read more
BAB 37
“Mbak, enggak ikut jalan nih?” tanya Rosa ketika dilihatnya aku cuma berguling-guling saja di kasur semenjak sampai tadi. Bosan sekali hidupku hari ini, mana Reinard belum bisa dihubungi lagi sejak aku mendarat tadi. Membuat mood-ku yang sudah buruk menjadi lebih buruk.Aku menutup majalah fashion yang ku baca lalu mendongak, menatap Rosa yang sudah berganti baju dan berbau wangi.“Lah, udah mau keluar aja? Emang enggak capek?”“Enggak lah. Namanya liburan ya enggak boleh ada kesempatan buat tiduran kayak kain pel enggak guna gitu.” Saat menyebut ‘kain pel enggak guna’ entah kenapa Rosa menatapku dengan penuh ejekan.Aku berdecak sebal. “terus-terusin deh ngeledekin mbak!” aku bangkit dari posisiku kemudian mengambil air putih di atas nakas. Sambil minum aku menatap ke luar jendela hotel. Cuaca memang begitu cerah sore ini, suasana asyik sekali jika bisa keluar lalu jalan-jalan menikmati suasana.
Read more
BAB 38
“Reinard?!” aku memekik tertahan. Masih tidak percaya dengan apa yang aku lihat di depanku saat ini.“Kamu beneran Reinard kan?” aku menjelajah tubuhnya dari pundak hingga turun ke pinggang. “Kamu bukan genderuwo yang menyamar ‘kan?!”“Hust!” Reinard mencekal kedua tanganku. “Suaminya jauh-jauh datang, udah capek! Malah difitnah jadi genderuwo. Balik lagi nih….” Ia hendak berbalik, wajahnya terlihat kesal padaku.“Tunggu!” aku menariknya. “Kamu beneran Reinard bukan? Secara suamiku itu lagi kerja di rumah sakit.”Reinard mendengus pasrah.“Gimana bikin istriku ini percaya kalau aku bener suaminya?”“Emm…..” aku pura-pura berfikir. Sedikit jail sama suami sendiri boleh lah ya….“Kalau kamu beneran suami aku, coba sebutin berapa ukuran bra yang biasa aku pakek?!” aku menaikkan alisku dengan s
Read more
BAB 39
Aku menatap Reinard yang tampak memikirkan sesuatu sebelum akhirnya pria itu menggeleng padaku.“Aku juga tidak kenal Rena.” Katanya kemudian. Ia lalu berpamitan padaku untuk pergi ke minimarket.“Mbak beneran enggak ikut nonton konser?” Rosa mendekat padaku dan mengambil duduk di depanku. Kursi tempat Reinard duduk tadi.Aku menggeleng. “Ya enggak lah…” aku mengambil cangkir kopiku lalu menyesapnya dengan sepenuh hati. “Mbak udah punya rencana sendiri.”“Nyesel lho, enggak bisa lihat oppa-oppa tampan nanti.”Aku tertawa penuh dengan ejekan.“Kamu pikir mbak tertarik?” aku menaikkan salah satu alisku dan menatap Rosa dengan tegas. “Kurang tampan apa sih mas Reinard?!”Rosa mencebik namun tidak membalas kalimatku, mungkin dalam hati ia juga mengamini apa yang aku katakan. Reinard memang benar-benar pria tampan yang akan membuat banyak orang tergi
Read more
BAB 40
“Lah, bukannya dokter Reinard cuti dari kemarin?”Seketika jantungku seakan mencelos sampai ke dasar perut ketika mendengar Wina mengatakan hal itu padaku. Apa gadis yang berdiri di depanku ini sedang mencoba mengajakku bercanda? Tapi mustahil seorang Wina punya keinginan bercanda denganku. Secara selama ini kami tidak berada pada satu hubungan yang akrab.Tidak ingin membuat Wina curiga, aku lantas berbalik pergi. Membawa kotak bekal yang aku genggam dengan erat. Dalam perjalanan menuju lift pikiranku mengembara. Kemana suamiku? Apa yang dilakukannya sejak kemarin? Kenapa ia membohongiku?Aku berhenti di depan rumah sakit lantas mendudukkan diriku di sebuah bangku panjang. Kepalaku tiba-tiba pusing dan hatiku merasa was-was. Aku melempar pandanganku ke segala arah, mencoba mencari distraksi. Mataku tertuju pada beberapa mobil yang hilir mudik masuk ke dalam rumah sakit.Tanganku merogoh totebag yang masih menggantung di pundakku. Ku ambil pon
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status