All Chapters of Menjadi Cinderella Kaya Raya Setelah Dicerai: Chapter 21 - Chapter 30
49 Chapters
Jatuh hati pada Pangeran Abu Dhabi
Sejurus kemudian, tuan Abbas tersenyum setelah melihat anaknya. "Sayid Muhammad bin Abbas, kemari!" panggilnya. Aku terkejut saat tuan Abbas memanggil nama anaknya, dan hatiku berdebar saat seorang pria muda menoleh ke arah ayahnya. Wah .... !" Aku terpesona, benarkah itu manusia atau malaikat? Pria muda itu berjalan mendekati ayahnya dengan tersenyum. Masya Allah, senyumnya telah menggoda hatiku. Wajah yang sangat tampan dengan hidung mancung dan kulit putih bersih. Perawakannya juga tinggi ditunjang body berotot, prepect. "Ada apa Ayah?" tanyanya begitu sudah berdiri di samping ayahnya. "Perkenalkan ini sahabat ayah, Mr Hartono dari Indonesia," jawab Mr Abbas sembari menunjuk Papa.  "Assalamualaikum Mr Hartono!" sapa pria muda itu sembari menjabat tangan Papa. "Wa'alaikumussalam, ya Sayid. Apa kabarmu?" sambut Papa menyebut nama pria itu. "Alhamdulillah, seperti yan
Read more
Hari pertama menjadi Manager
Selama setahun aku berada di Abu Dhabi, selain atas permintaan Papa juga aku mesti belajar banyak agar bisa menjadi Manager. Papa cuma memberi waktu setahun bagiku untuk menguasai segala bidang. Tadinya aku pesimis, waktu setahun apa aku mampu? Namun, karena banyaknya dukungan untukku, maka aku kuatkan tekad. Papa sudah menyiapkan kursi Manager di perusahaan tepatnya di Indonesia. Sedangkan Papa mengurusi perusahaan di Abu Dhabi. Bahkan Papa harus bolak balik antara Indonesia dan Abu Dhabi. Mama semenjak aku kembali, kini lebih sering bersamaku di Indonesia. Mama ingin menghabiskan sisa waktunya bersamaku. Aku bahagia bisa dekat dengan kedua wanita yang sangat menyayangiku. Setelah pesawat mendarat di bandara Adi Sucipto, aku lega menginjak kaki lagi ke Indonesia. Kini aku sudah menjadi perempuan yang modern, cantik dan tentunya kaya. Berbekal pengalaman di Abu Dhabi, aku mulai masuk kantor. Tentunya kantor itu sudah d
Read more
Pembalasan : Rencana pertama
Beberapa bulan menjabat Manager, aku sudah mulai terbiasa dengan lingkup perusahaan. Seluruh karyawan juga turut andil dalam mensukseskan program kerjasama. Mereka juga semakin betah kerja, karena ada beberapa kebijakan perusahaan yang ku ubah. Saat masuk waktu sholat, bagi karyawan muslim aku perintahkan untuk berhenti sejenak. Tiap akhir pekan kerja hanya tengah hari, juga ada bonus bagi yang rajin dan teliti dalam bekerja. Aku juga semakin akrab dengan bawahan, semua diperlakukan dengan adil dan merata. Dalam tahap hanya dua tahun, melihat perkembangan dan dedikasi perusahaan Papa berencana menaikkan jabatanku menjadi direktur. Jabatan direktur yang sebelumnya di pegang Haris, kini di serahkan padaku. Sedangkan Haris membantu perusahaan Papa di Abu Dhabi. Tok tok tok .... Terdengar pintu diketuk dari luar. "Masuk!" seruku. Terlihat Rara, sekretarisku masuk. Di tangannya memegang sebuah map, pasti ada se
Read more
Rencana kedua : Menguak perselingkuhan Laras
Hatiku sangat senang setelah mendapat tanda tangan Bram di kertas cerai. Dengan begitu apapun yang terjadi pada Bram, tidak ada hubungannya denganku lagi. Jika suatu saat dia merasa ingin kembali, surat cerai itu bisa sebagai bukti. Aku menyeringai puas, rencana pertama berjalan mulus. Kini saatnya menjalankan rencana ke dua. Rumah Mbok yang di kampung kami jual, karena tidak akan balik ke kampung itu lagi. Usai rumah laku terjual, aku dan Mbok segera balik ke Jogja. Aku tidak bisa berlama-lama, sebab banyak kerjasama dan proyek yang harus kutanda tangani.Selama aku di kampung, urusan perusahaan sementara di pegang sekretaris. Setiba di kantor, Rara membawa beberapa map yang akan ku cek dan tanda tangan. "Bagaimana dengan manager PT. Bintang Semesta itu? Apakah dia bersedia?" tanyaku yang penasaran pada Rara. "Sudah saya kabari, Bu. Awalnya dia tanya persyaratan apa, ya saya bilang bila ingin tau bertemu dulu pad
Read more
Dilamar Pangeran
Aku menghela nafas sesaat setelah Bram keluar dari kantorku. Hatiku lega bisa mengeluarkan semua bukti yang kusimpan selama ini, semoga saja Bram tersadar. Walaupun aku tidak peduli dengan kehidupannya, tapi itu bermanfaat untuk memuluskan rencanaku. Aku ingin Bram dan Laras merasakan sakit yang ku alami dulu. Jika dulu aku melihat langsung adegan panas mereka, kini Bram yang harus mengalami. Bibirku menyungging senyum, sejauh ini rencana ku berhasil. Tinggal menunggu kabar perceraian Bram dan Laras, dengan begitu akan lebih mudah untuk membuatnya menderita. "Rara, silahkan masuk sebentar ke ruanganku!" titah ku melalui sambungan telepon. Setelah Rara masuk, aku bertanya tentang tamu tadi. "Gimana? Sudah pergi para tamu kita?" "Sudah, Bu. Tapi kok saya perhatikan manager itu terlihat lesu?" tanya Rara heran. "Duduk Ra, saya ingin menceritakan sedikit padamu. Kelak akan berguna jika kamu tau," pintaku padan
Read more
Kabar tak terduga
Seminggu setelah Bram datang ke kantor, tidak ada kabar lagi. Apa dia masih tak percaya padaku? Jangan-jangan masih mesra dengan Laras. Ah, sudahlah tunggu saja, untuk apa terlalu mikirin mantan suami yang tak jelas itu lebih baik aku pikirkan calon suami yang tampan, Sayid. Ku perhatikan cincin berlian di jari manis, cincin ini sungguh indah berkilauan. Pasti mahal banget harganya, tapi bagi Sayid itu tak seberapa di banding kekayaannya. Lagi asyik menatapi cincin, terdengar gawai ku berdering. Kulihat di layar tidak tercantum nama, siapa? Aku pun tak menghiraukan, tapi panggilan itu terus berbunyi. Hingga tiga kali baru ku angkat. "Halo! Siapa ini?" tanyaku ketus. "Kamu mbak Winda, kan!" Terdengar suara tidak asing di ujung sana. Laras? "Ya, ada perlu apa? Dan tau dari siapa nomerku?" "Dari siapa lagi kalo bukan Mas Bram, apa Mbak yang menyuruhnya menceraikan ku? Jahat kali kamu mbak, apa ha
Read more
Rencana ketiga : Menghancurkan Bram
Pukul 11.00 wib seperti biasa rapat selesai. Aku segera masuk ke kantor mengurus dokumen, baru saja duduk gawai berdering. "Halo, Bram ada apa?" kataku usai mengangkat. "Halo, Win. Kapan kita akan bahas proyek kerjasama?" tanyanya menunggu kepastian dariku. "Apakah kamu sudah siap, Bram?" Sengaja sedikit penekanan untuknya. "Ya," jawabnya. "Dengan segala resikonya?" gertak ku. "Maksudnya, Win?" tanyanya tak mengerti. "Ya, mungkin saja kita batal kerjasama atau kemudian kamu bangkrut. Jadi aku tidak mau kamu salahkan!"  "Ya, aku siap Win. Aku tidak akan menyalahkan kamu, saat ini karir dan hidupku di pertaruhkan," keluhnya. "Aku mohon Win, dilihat dari hubungan kita sebagai suami istri dulu. Aku yakin kamu pasti masih ingat kebaikanku," katanya percaya diri. Kebaikan? Kebaikan apa yang sudah kamu perbuat untukku Bram, dengan menikahi ku itu kebaikan? Membe
Read more
Rencana berhasil
Wajah kami kini sangat dekat, aku bisa merasakan hembusan nafasnya di wajahku. Aku berontak agar Bram menyingkir dariku, namun tenaga ku kalah. "Lepaskan Bram, ku bilang lepaskan ..." teriakku. "Aku kangen kamu, Win. Sekarang kamu cantik dan sungguh menggodaku. Hatiku selalu terbayang kecantikan mu," ucapnya sembari membelai wajahku. Huh, aku jijik sungguh jijik melihat kelakuannya. Namun, aku juga takut kalo Bram memperkosaku. Gimana nasib pernikahanku nanti, Sayid pasti akan membenciku. Kutatap kedua netra Bram dan terlihat disana Bram masih menginginkan diriku kembali. Kucoba melepaskan pelukan Bram, tubuhku yang di tindih tidak bisa bergerak hanya untuk sekedar menggeser. Bram pasti sudah dibutakan nafsu, aku harus segera mencari akal. "Bram, boleh aku bertanya?" Sengaja ku lembutkan suaraku. "Hu'um, apa?" katanya terus menatapku. Aku merasakan tidak nyaman karena sepertinya dia terus bergerak di atas
Read more
Kabar dari Nina
Semenjak pertemuan terakhir dengan Bram di Vila itu, tidak ada kabar darinya lagi. Apa mungkin dia sudah bangkrut dan jatuh miskin, sehingga tidak pernah lagi menghubungiku. Karena terus didera rasa penasaran, aku coba menghubungi sahabatku Nina. Sudah lama juga tidak mengobrol dengannya, anak itu pasti tau yang sebenarnya. Ku scrol gawai kebawah, untung saja aku masih menyimpan nomernya. Tak lama terdengar nada dering dari gawai Nina pertanda aktif. "Halo, siapa ni?" tanya suara di ujung telepon. "Halo, Nina. Apa kabarmu sekarang?" kataku menahan geli. "Aku baik, Winda? Ini benar Lo?" jawabnya tak percaya. "Iya, ini aku Winda. Sudah lama kita tak mengobrol lagi ya!" "Kamu jahat, Win! Selama ini kamu kemana aja, kupikir kamu udah lupa padaku," Nina merajuk. "Semenjak kamu pisah dari Bram, aku coba menghubungi nomer mu tapi gak aktif. Mau ku samperin di kampung tapi gak tau alamat
Read more
Pernikahan kedua
Kehidupan tenang beberapa waktu bukan berarti aku istirahat, justru aku terus di sibukkan dengan padatnya jadwal kantor. Banyak proyek dan kerjasama berdatangan dari perusahaan lain. Untuk sementara aku tak sempat lagi memikirkan Bram. Bahkan hari pernikahan juga semakin dekat, aku sudah menghubungi Nina. Aku minta tiga hari sebelum hari bahagiaku, dia mesti hadir. Nina sangat senang saat bertemu, di peluknya aku terus. Aku menjemputnya di bandara, bersama Pak Rudi supir pribadi. Lalu ku ajak dia pulang kerumah, berkenalan pada Mama dan Papa. "Win, ini rumah Lo?" tanya Nina melongo. Aku cuma terkekeh melihat ekspresi Nina. "Sudah, itu mulut jangan lupa di tutup." Nina merasa malu, menundukkan  wajahnya. Aku peluk dia dan menarik tangannya untuk masuk kedalam rumah. "Ma ... Kemari, ini Nina sahabat Winda, sewaktu masih tinggal bersama Bram," ucapku memanggil Mama. Mama keluar dari ruangan
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status