All Chapters of ARJUNA: Chapter 11 - Chapter 20
56 Chapters
Bab 11
 ***Aji pamit ke Ali untuk pulang terlambat. Dia bilang akan ketemu dengan Setiaji untuk membicarakan sesuatu. Padahal itu hanya alibi karena Aji akan keluar bersama Zahra. Sore itu langit barat sedang cerah. Ada cahaya oranye yang memenuhi separuh langit meski matahari belum sepenuhnya tumbang. "Kak Lino, hari ini Aji mau bilang suka ke Zahra. Bilangin ke Tuhan biar semua lancar, ya?" batin Aji ditengah ramai antrian bus. Entah ramai manusia atau ramai dengan sosok aneh, intinya sore itu sangat ramai. Zahra minta ketemuan di sebuah kafe yang tak terlalu jauh dari sekolah. Kafe yang selalu mereka datangi hanya untuk ngobrol atau mengerjakan tugas bersama kawan kawan lain. Kafe itu milik kakaknya Setiaji, jadi sekalian menjadi pengelaris. Macet jakarta selalu menjadi teman paling setia di sore hari. Bersamaan dengan pulang anak sekolahan dan pekerja kantoran. Membuat seluruh kota padat akan kendaraan atau manusi
Read more
Bab 12
***Raina memang sudah terbiasa dengan keluarga pak Prihatmoko. Cewek itu bahkan sudah sangat bisa diajak adu mulut dengan Mas Abim, gelud dengan Ali dan Lana atau bersekongkol dengan Setiyaki untuk membuat Sonnie ngambek. Akrabnya Raina dengan keluarga Pak Prihatmoko dimulai belum lama. Namun cara Raina mendekatkan diri dengan keluarganya terlampaui hangat. Bahkan Papi dan Mama sempat ingin mengadopsi Raina. Tapi ya masa iya. Raina bukan kucing. Seperti malam ini. Raina ikutan pusing dengan Aji yang tidak memberi kabar hingga larut malam. "Tenang aja, Mah. Paling Aji kejebak di kafenya Bang Jeno sama Setiaji. Nggak akan kenapa-napa." Ali berkata santai. Masih ngunyah keripik tempe yang tadi sempat dipending karena makan malam dan main uno. "Iya, kali, mah. Mamah tidur aja. Pasti capek. Biar kita yang nunggu dia pulang." Setiyaki menimbuhi. Setiyaki memang pintar memprovokasi. Entah itu untuk sisi positif atau sisi negatif. Dan Mam
Read more
Bab 13
***Saka baru selesai mandi ketika ponselnya begetar begitu hebat. Sampai Echan yang sedang molor terganggu dan bangun dengan wajah kucel. Telfon dari Mama Raina yang menanyakan keberadaan gadis itu. Katanya sudah semalaman dia tidak pulang dan kala dihubungi tidak bisa. Saka menebak, pasti ada pertengkaran baru diantara mereka yang membuat Raina memilih keluar dari rumah. Namun setau Saka, Raina tak pernah punya tempat tujuan. Jika tidak pulang anak itu akan berdiam diri lama di depan minimarket hingga pagi menjelang. Saka tak perlu khawatir jika ada cowok yang menganggu Riana karena Raina itu preman namun khawatir Saka adalah apakah cewek itu akan baik-baik saja dan tidak melakukan hal bodoh yang Saka takutkan. "Gue cuma mau tidur, bangsat." Echan bangun langsung memaki. Sedangkan Saka melenggang santai. "Lo punya kamar kos sendiri, bego. Ngapain numpang tidur disini?" "Raina aja boleh masa gue kagak." Echan bangkit
Read more
Bab 14
***"Lo berharga buat gue, jadi tolong jangan bikin gue sakit lagi," gitu katanya. Raina terdiam. Berharga? Sejauh ini tak ada seorangpun yang pernah bilang bahwa Raina berharga. Bahkan Raina sendiri berpikir tentang hidupnya yang sama sekali tak pernah berguna. Berharga bagi Raina terlalu istimewa. Hingga terdiam adalah satu-satunya cara untuk menanggapi apa yang baru saja Juna katakan. 'Berharga menurut lo itu? Yang kayak gimamana?' Namun Raina tak berani bertanya. Takut akan jawab yang tak Raina inginkan terlontar dari mulut manis Arjuna. Baru saja, sebuah desiran hangat merambat dari bibir menuju hatinya. Raina sempat terpejam sebelum akhirnya sadar bahwa rasa manis itu bukan miliknya. Bahwa bibir lembut itu hanya singgah karena sebuah kekhawatiran akan banyak hal. Dan akan menghilang jika pemilik sah-nya hadir untuk memilikinya lagi. "Jangan jauh-jauh dari gue mulai sekarang." Arjuna berkata de
Read more
Bab 15
***Hujan sudah berhenti sejak tadi namun rasanya masih banyak air yang menetes dari langit. Entah itu secara kasat mata atau hanya lamunan Aji saja. Tetap hawa suram menguasai langit malam ini. Zahra Sulistyaningrum dinyatakan meninggal pukul 10.13 menit. Masih ditanggal dan suasana yang sama. Disaksikan kakak perempuan Zahra, Setiaji, Bang Jeno dan Aji sendiri. Gadis itu terpejam meski tangis dari kakak perempuannya menggema hebat. Seolah ia tak terganggu dan tetap terlelap dengan tenang. Pucat wajah Zahra membiru, berbeda dengan sosok Zahra yang menghilang beberapa saat lalu. Bibir itu tak tersenyum dan tangan itu, Aji enggan menyentuhnya. Karena pada akhirnya meski ia genggam erat sebuah balasan tak akan Aji dapat. Aji tak menangis sama sekali. Bukan karena dia tak sedih akan kepergian itu, namun karena dia tau Zahra benci melihatnya menangis. "Aji, Setiaji. Buruan sini!" teriak Zahra hari itu terngiang lagi. Teriak yang hadir
Read more
Bab 16
***Di tengah lapangan upacara adalah kali pertama seorang Julia mengenal Arjuna Nayaka. Berteman terik dan keringat dalam keadaan tangan terangkat kearah bendera merah putih yang berkibar gagah. Siang pukul sepuluh, tanpa angin, seorang Arjuna datang bersama keluh kesahnya ke arah guru bk karena dihukum berdiri di lapangan upacara. "Pak, maaf. Sekali aja. Lagian saya nggak pernah nakal. Ini kenakalan pertama, kan? Maaf, pak. Kali ini aja," rengek Arjuna hari itu. "Yang hancurin pintu kamar mandi, kamu. Yang ngerusak gorden uks, kamu. Yang bikin lantai mushola pecah, kamu. Yang berantem sama anak kelas IPS, kamu. Masa iya saya harus sebutkan kenakalan kamu satu persatu." Guru bk berdecak sambil membawa penggaris kayu andalannya. Dengan kumis tebal dan perut buncitnya, Pak Bambang menggiring Arjuna ke tengah lapangan. "Kenakalan pertama, terus yang kemaren-kemaren itu apa? Uji coba?" Dengan malas cowok itu berjalan menuju tengah lap
Read more
Bab 17
Warning : 21+ mohon kebijakan pembaca. Di skip-pun nggak akan mempengaruhi alur cerita. Sekian.***Lia terbangun dengan kepala yang sangat nyeri. Dengan pakaiannya yang berantakan dan rambutnya yang bau alkohol. Cewek itu merintih dan terhuyung saat hendak berjalan menuju pantry untuk meraih beberapa minum pereda pengar disana. Namun seorang berdiri dengan celemek pink dan tangan memegang sothil. "Selamat pagi, tuan putri." Lia mengucek mata. Memfokuskan pandang pada seorang yang masih kabur di depannya. "Siapa lo?""Aku masak sandwitch buat kamu. Pake daging sama telor mata sapi kesukaan kamu," ucap cowok itu sekali lagi. Lia akhirnya berdiri tegap dan menemukan sosok Arjuna tengah membolak balik roti. "Juna?" "Iya?" "Kamu?" Lia menutup mulut. Lantas melihat bajunya yang sudah berganti. Lia coba mengingat kejadian semalam. Dia ingat saat keluar dari bar dan duduk di depan untuk
Read more
Bab 18
***Sejak kematian Zahra hari itu, baru sempat Aji dan Setiaji berkunjung ke makam Zahra. Dengan bujuk yang luar biasa Aji lontarkan pada Setiaji, akhirnya cowok itu mau datang. Setiaji berjalan bersama buket bunga Lili putih. Berjalan perlahan sambil menunduk. Cowok itu masih takut padahal satu bulan sejak kematian Zahra sudah mereka lewati dengan tenang. "Kalo lo belum siap, masih ada hari hari berikutnya, Ji." kata Aji saat keduanya berada di warung yang jauh dari pemakaman. "Enggak, gue harus berani." Setiaji menatap lurus. Menegakan bahunya lantas menggenggam erat bunga miliknya. Keduanya berjalan beriringan. Menuju sebuah gundukan tanah dengan banyak bunga disana. Ini pertama kali Aji melihat rumah istirahat Zahra. Tempatnya tenang. Berada tepat dibawah bungan kamboja yang sedang mekar hari itu. Ada banyak sosok aneh di pemakanan yang jujur membuat Aji sedikit ragu untuk melangkah. Namun sekali lagi Aji menegaska
Read more
Bab 19
***Raina pulang ke rumah kala Papa juga sudah berada di rumah dari perjalanan dinasnya. Memang, hubungan Raina dengan Papa juga tidak begitu baik, namun masih terhitung lumayan dari pada dengan Mama. Hari itu, kala Raina pulang bertepatan dengan Papa yang baru keluar dari mobil di papah oleh pak Agus, supir mereka. Sepertinya Papa mabuk berat. Jasnya lusuh dengan dasi yang sudah tak berbentuk. Bahkan kemejanya lecek dengan bercak merah disana. Raina langsung menyimpulkan, itu bukan darah. Mungkin bekas gincu dari para wanita malam di bar yang baru saja Papa kunjungi. "Teh, kok baru pulang, tadi Mama nyariin," ucap Mbak Ayu, asisten rumah tangga di rumah Raina. "Mbak Ayu bilang apa?""Paling Teh Raina lagi ada kelas malem, gitu." Raina tersenyum simpul. Kemudian mengacungkan jempol ke arah Mbak Ayu. Mbak Ayu berumur pertengahan empat puluhan. Sudah mengabdikan diri sejak Raina masih sekolah dasar. Mbak Ayu adala
Read more
Bab 20
***Lia lebih dari berarti bagi Arjuna. Karena cewek itu adalah seorang yang paling berperan dalam perubahan sikap yang pernah Juna lakukan jaman dahulu. Julia Cassandra adalah seorang yang datang dengan anggun bersama cerianya. 20 Maret tepat pukul 11 lebih 45 menit malam. Julia menelpon dengan nada ceria. Meminta seorang Arjuna untuk keluar dari rumah. Hanya untuk memberi sebuah cake coklat yang katanya Julia buat seorang diri. Bersama ucapan ulang tahun yang manis dan kecupan intens yang lumayan lama. Banyak hal yang sebetulnya berharga bagi seorang Arjuna dari Lia. Termasuk cara gadis itu tersenyum dan membuatnya hanyut dalam sebuah hangat. "Jangan senyum, Li." Julia lantas terdiam. Kemudian mencubit perut Arjuna yang kemudian mengaduh. "Kenapa coba?""Mata kamu ilang kalo senyum. Nanti aku kabur kamu ketinggalan." Hari itu, dengan sangat bangga Arjuna mengajak Lia skip kelas untuk jalan-jalan.
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status