Sejak kematian Zahra hari itu, baru sempat Aji dan Setiaji berkunjung ke makam Zahra. Dengan bujuk yang luar biasa Aji lontarkan pada Setiaji, akhirnya cowok itu mau datang.
Setiaji berjalan bersama buket bunga Lili putih. Berjalan perlahan sambil menunduk. Cowok itu masih takut padahal satu bulan sejak kematian Zahra sudah mereka lewati dengan tenang.
"Kalo lo belum siap, masih ada hari hari berikutnya, Ji." kata Aji saat keduanya berada di warung yang jauh dari pemakaman.
"Enggak, gue harus berani." Setiaji menatap lurus. Menegakan bahunya lantas menggenggam erat bunga miliknya.
Keduanya berjalan beriringan. Menuju sebuah gundukan tanah dengan banyak bunga disana. Ini pertama kali Aji melihat rumah istirahat Zahra. Tempatnya tenang. Berada tepat dibawah bungan kamboja yang sedang mekar hari itu. Ada banyak sosok aneh di pemakanan yang jujur membuat Aji sedikit ragu untuk melangkah. Namun sekali lagi Aji menegaska
***Raina pulang ke rumah kala Papa juga sudah berada di rumah dari perjalanan dinasnya. Memang, hubungan Raina dengan Papa juga tidak begitu baik, namun masih terhitung lumayan dari pada dengan Mama.Hari itu, kala Raina pulang bertepatan dengan Papa yang baru keluar dari mobil di papah oleh pak Agus, supir mereka. Sepertinya Papa mabuk berat. Jasnya lusuh dengan dasi yang sudah tak berbentuk. Bahkan kemejanya lecek dengan bercak merah disana. Raina langsung menyimpulkan, itu bukan darah. Mungkin bekas gincu dari para wanita malam di bar yang baru saja Papa kunjungi."Teh, kok baru pulang, tadi Mama nyariin," ucap Mbak Ayu, asisten rumah tangga di rumah Raina."Mbak Ayu bilang apa?""Paling Teh Raina lagi ada kelas malem, gitu."Raina tersenyum simpul. Kemudian mengacungkan jempol ke arah Mbak Ayu. Mbak Ayu berumur pertengahan empat puluhan. Sudah mengabdikan diri sejak Raina masih sekolah dasar. Mbak Ayu adala
***Lia lebih dari berarti bagi Arjuna. Karena cewek itu adalah seorang yang paling berperan dalam perubahan sikap yang pernah Juna lakukan jaman dahulu. Julia Cassandra adalah seorang yang datang dengan anggun bersama cerianya.20 Maret tepat pukul 11 lebih 45 menit malam. Julia menelpon dengan nada ceria. Meminta seorang Arjuna untuk keluar dari rumah. Hanya untuk memberi sebuah cake coklat yang katanya Julia buat seorang diri. Bersama ucapan ulang tahun yang manis dan kecupan intens yang lumayan lama.Banyak hal yang sebetulnya berharga bagi seorang Arjuna dari Lia. Termasuk cara gadis itu tersenyum dan membuatnya hanyut dalam sebuah hangat."Jangan senyum, Li."Julia lantas terdiam. Kemudian mencubit perut Arjuna yang kemudian mengaduh. "Kenapa coba?""Mata kamu ilang kalo senyum. Nanti aku kabur kamu ketinggalan."Hari itu, dengan sangat bangga Arjuna mengajak Lia skip kelas untuk jalan-jalan.
***"Mbak, ice americano satu sama Ice vanilla latte satu. Americanonya kasih ke meja tujuh, ya, mbak. Nanti yang vanilla kasih ke meja nomer tiga belas."Aji melenggang santai menuju kursi nomor tujuh. Kursi yang dekat dengan jendela kiri. Disana sudah ada Setiaji yang asik membolak balik buku. Ralat, mebolak balik buku Kimia tidak pernah asik. Setiaji kadang menarik rambut atau menggelembungkan pipi kesal karena gagal mengerjakan soal."Lo aja, Ji. Gue cari nomer lain." Setiaji melempar pensil. Membuat Aji tertawa lirih."Padahal lo yang semangat mau ngerjain. Semangat lo tadi mana?" Aji meraih satu cookies coklat milik Setiaji. Dan cowok itu justru menatap kesal."Setiyaki sama Ali jadi kesini, nggak?""Enggak kali. Tadi pagi Mama bilang mau masak sayur asem, pasti pada pulang dulu. Kalo pantatnya baik baik aja, mereka dateng, kalo enggak, paling nempel di depan tv."Aji menoleh kesana kemari. Ad
***"Gue nggak kenapa-napa para babi sekalian. Udah pada balik sana, gue mau tidur." Raina berucap kesal setelah melempari Arjuna dan Ecan dengan gelondongan jeruk. Bukan menghindar keduanya malah menangkap dengan bergaya."Nice, lagi, Rai. Gue bisa jadi pemain baseball kalo kayak gini." Ecan melempar jeruk ke arah Saka kemudian memberi sikap kuda-kuda untuk kembali menangkap lagi. Namun Raina justru berdecak, mereka kenapa, sih?Kata Saka semalam dia pingsan. Dan langsung di bawa oleh Saka kerumah sakit. Ingatan Raina memang masih sangat jelas, terutama bagiamana dia yang meninju pintu kayu dengan sangat keras. Membuat tangan kiri dan kanannya harus dibalut perban. Juga adegan di jembatan yang membuat Raina malu menatap Saka. Bukan apa apa, dia hanya berpikir, kenapa harus Saka yang menyaksikan Raina sedang terpuruk.Mama datang tadi pagi, namum Raina menolak untuk bertemu. Emosinya belum stabil. Daripada dia lagi lagi kalap karena emosi lebi
***Raina hampir kehilangan bola matanya karena lompat keluar setelah mendengar pernyataan Ecan. Raina tidak pernah menyangka tentang pernyataan itu. Tidak, lebih tepat dengan perasaan itu.Selama ini Raina dekat dengan Ecan sebagai seorang sahabat. Saling berteori tentang episode terbaru anime Boruto, membicarakan hal berbau Jepang atau tempat tempat makan murah di Jakarta yang wajib di jajal. Namun pernyataan Ecan membuat Raina terdiam kemudian berpikir keras. Selama ini, Ecan melakukan banyak hal karena dia suka dengan Raina, bukan karena dia menganggap Raina sebagai teman. Apakah begitu?"Lo... " Raina menggigit bibir. Hati dan otaknya kacau. Terlebih ketika melihat mata cowok itu yang kehilangan binar. Menunduk dalam menyembunyikan raut wajah. "Can?""Gue nggak akan nuntut banyak ke lo, Rai. Bahkan gue nggak butuh jawabannya, gue cuma mau tau soal lo. Tentang banyak masalah yang lo punya. Gue juga mau jadi orang yang bisa lari
***Namanya Laluna. Awalnya Aji enggan mencari tahu dia lebih banyak namun entah kenapa setan berseragam yang selalu mengikuti Aji kemana-mana terus terusan berbisik. Katanya,"Liat ig nya dulu, Ji. Dia cantik, kan?"Iya, sih. Laluna sangat cantik. Dengan rambut panjang, mata seperti kucing, gigi rapi dan senyum itu. Ingatan Aji enggan menghilang sebelum dia pada akhirnya menggeleng."Enggak, gue nggak bisa kayak gini."Namun otak, pikiran, dan hati Aji sepertinya sedang berada di jalan masing masing. Tanpa sadar Aji menjelajah di sosial media gadis itu. Followersnya banyak, setiap like di postingan cewek itu juga sepertinya cukup untuk dia mendapat endors obat peninggi badan."Acieeee, adik abang stalking cewek. Cantik, nggak, dek?" Bang Banyu tiba tiba menjatuhkan diri di ranjang Aji. Membuat cowok itu cepat menutup ponselnya dan mengusir abangnya dengan tidak santai."Bang Banyu, nih kenapa
***Mobil melaju pelan di jalanan Jakarta kala matahari sempurna tumbang. Berteman beberapa lagu dari Justin Bieber atau sesekali memutar lagu galau Indonesia. Bang Banyu yang duduk di kursi samping terlihat menatap kaca dengan lamunannya yang entah kemana.Kalo Arjuna adalah Kak Lino, apa yang akan Kak Lino ucap untuk menghibur bang Banyu?Setengah jam berkendara mobil menepi dan masuk pada sebuah tempat parkir rumah sakit."Bang Banyu mau ikut naik, nggak?" tanya Juna pada Abangnya. Bang Banyu menjawab dengan angguk lantas keduanya berjalan beriringan menuju bangsal Raina di lantai tiga.Sepanjang jalan hanya ada diam. Karena Juna tau, rumah sakit adalah tempat paling mengerikan bagi bang Banyu. Dimana kenangan tentang kak Lino selalu menghantui. Arjuna tidak memaksa bang Banyu ikut karena katanya, lari dari ketakutan hanya akan membuat ketakutan itu semakin menghantui. Tujukkan saja, kalo ketakutan itu bukan apa-apa
***Raina terluka. Lebih dari semua itu, dia hancur. Hatinya yang terluka, perban yang menyelimutinya kini dibuka paksa. Membuat darah kembali mengalir segar lewat dada hingga seluruh tubunya. Kenapa? Karena Raina hancur. Karena dia sudah tak berguna lagi hidup."Saka kamu keluar dulu," ucap Mama. Dengan nada datar yang membuat Saka menunduk dalam, kemudian perlahan bangkit dan berjalan keluar. Namun di ambang pintu, Raina memanggil."Jangan, Ka. Gue mau lo disini." Raina menatap sengit Mama, dan wanita itu berdecih ringan. "Gue butuh seorang yang nahan gue ketika gue kalap."Hanya dengan ucap itu Saka kembali mendekat. Dalam posisi ini, Raina tidak peduli. Persetan dengan banyak hal yang akan Mamanya lakukan, Raina hanya muak."Oke, Mama langsung aja." Mama menarik kursi. Mendudukinnya dengan anggun. Menyimpan tas mahal miliknya lantas bersedekap. Raina muak, lihat perilakunya. Siapa dia? Si kaya yang akan mengahancur