Semua Bab Iship Memoar: Bab 11 - Bab 20
40 Bab
Jagung Bakar
Jam menunjukkan pukul 11.00. Hifa duduk di atas sepedanya menunggu kedatangan Ifan. Dia baru muncul semenit kemudian. Dan seperti janji Hifa, mereka beriringan menuju rumah makan dekat kantor dinas yang dimaksud. Ifan juga mengayuh sepeda dengan ukuran yang lebih besar.“Aku gak pernah melihatmu bawa sepeda?” tanya Hifa.“Aku baru bawa sepeda hari ini.”“Jadi kamu naik apa ke rumah sakit?”“Jalan kaki.”“Oh ya, memang kamu tinggal di mana?”“Gak jauh.” Ifan menjawab singkat.Hifa mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. Mereka masuk ke pintu depan rumah makan yang bisa dikategorikan sebagai restoran itu. Tidak banyak anak muda di tempat ini. Rata-rata pengunjungnya adalah pegawai dari kantor dinas kependudukan di seberangnya. Sebagian lagi hanya orang-orang dari berbagai kalangan pengusaha. Sungguh nuansa yang amat tidak sesuai dengan mereka.Sepertinya hany
Baca selengkapnya
Ramuan Penangkal Pasien
Liburan dua hari terasa sangat cepat bagi Hifa. Dia harus kembali masuk ke rutinitas awalnya di rumah sakit tersebut. Minggu ini adalah jadwal IGD. Dia sudah mempersiapkan catatan kecil yang diperlukan. Hifa tidak akan memberikan kesempatan dirinya diolok oleh Ifan lagi. Apapun caranya dia harus menunjukkan kalau dia adalah dokter yang berkompeten. Apalagi sekarang dia sudah tidak lagi di bawah pengawasan dr. Gatta.“Pagi dr. Hifa?” sapa seorang perawat muda di dekatnya.Hifa membalas dengan senyum ceria.“Sudah mandi lum, dok?” tanya perawat tadi usil.Hifa mengendus tubuhnya bingung.“Emang bau ya?”“Bukan gitu. Kalau gak mandi pasiennya bisa jadi rame. Masak gitu aja gak paham sih dok.”Hifa mengangguk-angguk mengerti. Selain mandi, dia juga sudah mempersiapkan penangkal yang lebih ampuh untuk dirinya dan juga Ifan.Ifan datang tak lama kemudian. Tepat dia hendak menginjakkan k
Baca selengkapnya
Dubia ad Malam
Ifan belum datang ke rumah sakit bahkan saat jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Jika memang Ifan sengaja terlambat bukan karena mengantar pasien kemarin, maka Hifa berikrar akan menyemprotkan cairan penangkal pasien itu lagi di badannya. Mata Hifa tak berhenti melihat jam yang tergantung di dinding.Sesekali Hifa ke halaman depan mencari sinyal di hapenya yang hingga saat ini belum mendapat sinyal. Bagaimana bisa kota ini tidak memiliki jaringan di zaman sekarang? Tapi kalaupun ada sinyal, Hifa juga tetap tidak sudi menghubungi Ifan. Hifa harus menghubungi mama yang sempat mengirim pesan padanya kemarin.“Hifa? Ifan belum balik ya?” Dr. Gatta masuk ke IGD dengan senyum menawan yang berserakan ke mana-mana. Para perawat segera berkumpul di meja pendaftaran sambil berbisik riang. Kedatangan Gatta memang selalu mengundang ketertarikan para wanita penghuni rumah sakit.“Sepertinya dia terlambat,” jawab Hifa seraya kembali ke ruang jaga di b
Baca selengkapnya
Dengue Shock Syndrome
Hifa kembali empat hari kemudian. Dia tidak bisa izin terlalu lama. Tugas menanti di tanah pengabdiannya itu. Dengan tak bergairah, Hifa mengayuh sepedanya ke rumah sakit. Bahkan hingga saat ini Hifa masih tidak ingin berbicara pada siapapun. Nindi sempat menghubunginya kemarin, tapi mereka tidak banyak berbincang. Dr. Gatta menyarankannya untuk mengambil cuti lebih panjang, tapi Hifa tidak mau terlalu lama berduka. Dia ingin cepat kembali beraktivitas seperti biasa agar dia bisa mengisi kedukaannya dengan hal yang lebih bermanfaat. Pagi yang mendung itu dilewati Hifa dengan berjaga di IGD. Ifan duduk bersandar dengan malas. Dia sempat melirik ke arah Hifa, tapi berpura-pura sibuk membaca status pasien yang berobat tadi malam. Entah kenapa Ifan bisa datang sepagi ini sekarang. Hifa masuk sambil menyapa para perawat di ruangan tadi. Mereka memeluk Hifa penuh simpati. Hifa tersenyum menahan duka. Ifan menatap tanpa mengucapkan apapun. Anehnya pula, selama Hifa tidak jaga
Baca selengkapnya
Tuntutan
Minggu kedua di bulan Oktober itu harus dijalani Hifa di bangsal lagi. Dia sendiri masih sedikit segan untuk kembali berjaga di ruangan anak. Alhasil Ifan menukarkan dirinya. Hifa berjaga di bangsal dewasa sementara Ifan berjaga di bangsal anak.Sepanjang jaga berlalu dengan tenang. Seusai melakukan pemeriksaan pada pasien, Hifa mencatat ke status dan melaporkan hasil pemeriksaan yang mungkin masih bermasalah ke konsulen penanggung jawab.Nindi datang dengan tegang. Dia mendekati Hifa dan berkat dengan perlahan, “Fa, Ibu Yusri cariin.”Hifa sentak berhenti menulis. Bu Yusri adalah direktur RSUD Batui saat ini. Jika seorang pimpinan seperti Bu Yusri sampai memanggilnya, itu pasti mengenai sesuatu yang sangat serius. Hal yang ditakutkan Hifa kembali datang. Dia memandang berkeliling mencari Ifan agar bisa berjaga dulu di bangsal, tapi Nindi justru menawarkan diri.“Biar aku pegang dulu jagaanmu. Kamu lebih baik langsung ke ruang Bu Yusri d
Baca selengkapnya
Air dan Pelangi
Siapa sangka ternyata Ifan membawa motor besar ke rumah sakit. Dia meminta Hifa naik ke atas jok elegan motor Ducati Diavelnya. Dengan kecepatan penuh, Ifan mengarahkan motor tadi ke atas bukit. Membelah kawasan hutan yang rimbun melalui seutas jalan yang berkelok-kelok. Mereka belum berhenti hingga bukit ketiga.Dari atas sana, Hifa bisa menikmati pemandangan di sekitar jalan yang indah. Dia belum pernah menjelajah hingga sejauh ini. Mereka mulai meninggalkan daerah pemukiman warga di belakang. Jalan lintas sejauh ribuan kilometer terhampar di depan mereka. Mesin motor berderu kencang. Semakin mereka naik ke atas, semakin memukau pula pemandangan yang terlihat di bawah sana.Air mata yang sempat menetes di pipi Hifa mengering oleh tiupan angin di atas bukit. Mereka terus melaju hingga ke jalan yang lebih sempit. Hutan rimba mengelilingi tempat tersebut. Dari tempat mereka berada, Hifa bisa mendengar suara gemericik air di kejauhan. Dia mulai menerka arah yang
Baca selengkapnya
Dubia ad Bonam
Dua hari sejak dr. Bagus mengumumkan kondisi Genu, mukzijat terjadi. Genu perlahan-lahan berespon terhadap nyeri yang diberikan. Jari-jari kecilnya bergerak mencoba melepas alat bantu napas yang masih terpasang di mulutnya. Kabar menggembirakan tersebut langsung terngiang ke telinga Hifa.Meski Hifa harus menjalani istirahatnya di rumah, dia turut senang mendengar berita tadi. Keajaiban kecil apapun amat berarti padanya saat ini. Terlebih jika itu menyangkut anak yang sempat dirawatnya.“Fa, kamu tahu gak GCS[1] si Genu itu udah 10 sekarang. Pas aku periksa anak tadi udah respon. Kata dr. Bagus sih mungkin dua tiga hari lagi rencana lepas ventilator.”“Beneran, Nin?” Hifa bertanya penuh semangat.“Iya, Fa. Kamu besok juga kan udah masuk lagi. Kita aja agak gak nyangka sih bisa sebagus itu responnya. Kurasa sih doa ibunya terjawab.”“Syukurlah. Mudah-mudahan cepet beres deh masalah ini.”“
Baca selengkapnya
Emergency Respond
Tiga hari seusai Hifa menjalani masa istirahatnya, Hifa kembali masuk kerja. Berita baik berangsur memperbaiki masalah yang akhir-akhir ini menimpanya. Ketika Hifa masuk, Genu sudah lepas dari ventilatornya. Walau belum pulih seutuhnya, kemungkinan untuk kembali sembuh semakin nyata.Hari ini Hifa melewati siklus jaganya di bangsal. Masih ada banyak pekerjaan yang mereka lakukan dan semua itu sangat ampuh membuatnya lupa akan kejadian buruk yang menimpanya satu minggu belakangan ini.Entah mengapa lagi-lagi Hifa tidak bisa melihat keberadaan Ifan. Dokter Gatta datang menemuinya pagi itu. Dia diminta menemani Hifa menjumpai keluarga Genu di ruang rapat. Ketegangan menghampiri Hifa.“Gak papa, Fa,” ucap Gatta. “Genu udah pulih kok. Besok udah bisa ke ruang rawat biasa.”Hifa berjalan pelan menuju ke ruang rapat yang dimaksud. Di sana sudah ada keluarga Genu beserta ibunya. Mereka tidak lagi terlihat marah seperti yang kemarin. Mereka
Baca selengkapnya
Insomnia
Kesibukan Hifa kian memadat saat mereka melewati siklusnya lagi di IGD. Duet combo Hifa dan Ifan selalu mendatangkan pasien di ruang mana pun mereka berjaga. Malam itu pasien hamil bertubi-tubi datang. Tiga pasien partus masuk dengan ketuban yang sudah pecah di jalan. Satu lagi pasien hamil tua masuk dengan kejang.Hifa bergerak secepatnya ke arah ibu muda yang sudah tak sadar itu. Tubuhnya bergetar hebat. Dia tidak didampingi suaminya, melainkan hanya ditemani para tetangga. Hifa segera meminta perawat memasangkan infus dan menyiapkan obat yang dibutuhkan. Kondisi diperburuk dengan ketiadaan orang terdekat di samping ibu tersebut.“MgSO4 4 gram bolus pelan masuk, dok,” ucap perawat yang sibuk memberikan injeksi untuk menangani kejang ibu tadi.Hifa memeriksa tanda vital dengan cepat dan memastikan refleks patella masih berfungsi dengan normal. Setiap detik yang ada amat krusial saat ini. Dia sendiri tidak tahu sudah sejak kapan ibu
Baca selengkapnya
Latihan
Minggu ini Hifa harus mulai membahas soal bersama dr. Gatta. Anggota mereka kini terdiri dari Hifa, Nindi, dua orang perawat, dan dr. Gatta. Siang itu mereka bersama-sama membahas materi di pondok tepi pantai. Tempat yang sangat tepat untuk rebahan sebenarnya, tapi karena mereka dikejar waktu, semua pembahasan harus mereka ulang agar pada saat waktu perlombaan mereka tidak tampak seperti kaum dungu. “Pasien 65 tahun datang dengan sesak napas.” Dr. Gatta mulai membacakan skenario. Tini yang saat itu menjadi perawat triase segera mengambil tempat dan melakukan simulasi kasus. “Pasien diposisikan ke atas tempat tidur, kemudian dipasang oksimeter, tensimeter, dan persiapan oksigen.” “Oke, hasil didapat tensi 170/90 mmHg, denyut jantung 120x/menit, frekuensi napas 40x/menit, saturasi 88%, mau dikasih berapa oksigennya?” Hifa segera menyahut, “Mulai pemberian nasal kanul 4 liter per menit.” Gatta diam lalu memberi respon, “Saturasi naik menjadi 90%.” “Ganti dengan oksigen sungkup 8 lit
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status