All Chapters of Istri Tanpa Suami: Chapter 111 - Chapter 120
143 Chapters
110. Ucapannya Terkabul
Seumur-umur Amira sekolah dari TK sampai SMP kelas satu. Belum pernah sama sekali ia berangkat naik sepeda motor. Ditambah lagi sepeda motor berukuran besar yang menurutnya sangat menyusahkan. Amira menyimpan tas ranselnya di depan tubuhnya. Sungguh tak sudi ia bersentuhan dengan si om pengemudi. Berkali-kali ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kasar, karena perjalanan terasa begitu lama jika naik sepeda motor. Ditambah lagi donal bebek di depannya tak berhenti berbicara apa saja. Amira sama sekali tak pernah menyahut apapun yang ditanyakan oleh kakak dari Revan itu. Menurutnya hanya buang-buang energi. Amira melirik jam tangannya, sudah pukul lima lebih empat puluh lima menit, yang jika ia naik sepeda, maka dipastikan ia sudah sampai di sekolah.Amira menarik nafas dalam kembali, ingin bicara tapi ragu. "Ini motor apa gerobak sih? Jalannya lama banget! Saya telat nih, Om," omel Amira dengan wajah mengerucut sebal. Ingin sekali rasanya ia mengg
Read more
111. Amira Memperlihatkan Kekuatannya
Amira dan ketiga teman kembarnya berjalan masuk ke dalam kantin. Bibir mereka masih menyeringai lebar saat mengingat tragedi Sonya yang terhempas di lantai becek di dekat kelas mereka."Gue yakin, besok pasti dia pindah sekolah," celetuk Andini masih dengan sisa tawa yang tak kunjung usai."Masih bagus. Daripada dia gundulin rambut," timpal Amira sambil tertawa geli."Miraa!" ketiga melotot menatap Amira."Ada apa?" tanya gadis itu sambil menggerakkan kepalanya tak paham."Ucapan lu kan ajaib, Mira. Kasian dia kalau sampai botak beneran," jawab Andrea yang sudah duduk sambil menggenggam es teh manis. Amira hanya bisa menyeringai tanpa berniat menyahuti ucapan teman-temannya. Dalam hati ia berdoa, jangan sampai kakak kelasnya itu botak, cukup keluarkan dia dari sekolah ini. Amira bermonolog."Tuh, lihat! Ada cowoknya Amira," tunjuk Aleta pada sosok Revan yang baru saja masuk bersama satu orang teman wanitanya. Amira pu
Read more
112 . Reza
Amira masih saja terus berjalan, tanpa mempedulikan lelaki berumur di sampingnya yang terus saja mendorong motornya pelan, untuk bisa berjalan bersama Amira. Jika Amira berhenti, maka motor itu pun berhenti. Jika Amira sedikit berlari, maka pemilik motor itu pun menyalakan mesin motornya untuk mengejar Amira.Untunglah sedikit lagi Amira sampai di rumah. Gerbang besar sudah terlihat di ujung sana. Reza masih setia di samping Amira. Keduanya tidak bersuara sama sekali, tepatnya Reza yang berhenti bicara, karena Amira tak kunjung menyahut setiap ucapannya."Nanti, kalau sampai di rumah. Saya minta minum ya Amira?" napas lelaki itu terdengar tersengal, dengan keringat membasahi kening, leher, juga baju kaus yang ia pakai."Males," jawab Amira singkat. Gadis itu masih enggan menoleh pada Reza."Kok gitu? Saya cape loh, antar kamu sampai rumah. Masa gak dikasih minum," ujar Reza sedikit merengek. Amira menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada
Read more
113. Revan Kena Batunya
Cuaca di luar hujan gerimis. Langit begitu gelap, bagaikan waktu menjelang malam. Padahal sudah pukul lima empat puluh lima. Amira yang biasanya sudah berangkat, tiba-tiba saja malas, karena cuaca yang tidak mendukung. Lagi pula, ia malas bertemu dengan Revan, atau pun kakaknya. "Loh, kok masih melamun? Mira gak berangkat?" tanya ibunya yang baru saja turun bersama sang papa. Dengan handuk membungkus rambutnya. Wanita setengah baya itu menarik kursi makan yang terbuat dari kayu jati untuk suaminya."Males, Bu. Cuacanya adem banget untuk rebahan lagi," jawab Amira sambil menguap lebar."Papa antar ya?" suara bariton itu membuat Amira menoleh, lalu tersenyum."Naik mobil apa?" gadis itu. Matanya masih saja malas memandang nasi goreng yang ada di depannya."Audi, Ibu. Mobil Papa lagi macet remnya. Nanti siang baru ada teknisi yang ke rumah," jawab papanya."Gak mau ah, kalau naik mobil mahal. Eh iya, Pa, Mira mau d
Read more
114. Malu Atuh, Aurat!
Dua hari sudah Amira merasakan hidup sangat tenang. Tak ada Sonya, tak ada Revan yang mengganggunya. Kakak Revan pun juga sudah beberapa hari tidak mengganggunya. Amira benar-benar nyaman di sekolah. Perihal upil ditaruh di rambutnya, atau rambutnya dijadikan tempat menaruh pensil, dia juga sudah terbiasa.Gadis itu memakan lahap apel yang ia bawa dari rumah. Bukan hanya satu, tapi lima buah apel ia makan dengan lahap. Banyak siswa dan siswi yang memperhatikan Amira dan menganggap Amira benar-benar gadis aneh."Mira, Om lu kok gak anter lagi? Nomor HP gue udah lu kasih belum?" Amira menoleh, lalu menyeringai lebar. Ia benar-benar lupa akan list nama siswi yang memberikan nomor ponselnya untuk Reza."Om Reza lagi ke Libanon, Kak," jawab Amira asal. Jauh di lubuk hatinya, ia berharap Reza berada di kutub utara saja, agar tidak bisa mengganggunya kembali."Wah, keren." Mata kakak kelas Amira itu berbinar. Ia menarik kursi plastik di samping A
Read more
115. Reza Pingsan
Amira berjalan santai ke area parkir sepedanya. Walau sedikit kaget, ia berusaha biasa saja. Sudah ada Reza di dekat sepedanya dengan setelan jaket berwarna coklat susu dipadupadankan celana jeans. Jujur, Reza tampan, tetapi tak mampu membuat Amira menyukainya. Justru gadis itu sangat jengah dengan adanya Reza di sekolahnya."Mau apa sih ke sini?" tanya Amira dengan tangan mendorong tubuh Reza yang sedikit menjauh. Lelaki muda itu masih saja tersenyum sambil memperhatikan gerakan Amira."Mau tahu aja, apa mau tahu banget?" sahut Reza meledek gadis di depannya."Permisi, saya mau pulang," kata Amira lagi. Namun, tetap tak ada sahutan dari Reza. Gadis itu pun tak peduli. Ia naik ke atas sepeda, lalu mengayuhnya dengan santai. Amira menoleh sekilas ke belakang. Ia dapat bernapas lega, saat menemukan Adam yang juga tengah mengayuh sepedanya jauh di ujung sana. Sedangkan lelaki dewasa aneh tadi, sudah tak terlihat lagi."Dasar orang gak jelas,"
Read more
116. Amira Penolong
Amira menatap ibunya, seakan meminta restu. Wanita setengah baya itu mengangguk pelan. Dengan tangan dan kaki gemetar, ditambah pelukan kuat dari Mahesa dan Mahendra di kakinya, Amira semakin yakin untuk mengeluarkan kekuatannya.Kedua tangan ia letakkan di dinding lift. Matanya terpejam dengan napas sedikit tersengal."Bismillah. Bantu Mira ya, Allah," gumamnya sambil menekan kuat dinding lift. Perlahan dan sangat pelan, lift kembali naik. Semua yang ada di sana terbelalak menatap tak percaya, bahwa lift kembali berfungsi. Mereka tak tau, jika Amira menggunakan kekuatan yang sebenarnya tak pernah ia tunjukkan pada siapapun.Ada raut kelegaan pada semua orang yang ada di sana, tapi tidak dengan Amira. Gadis itu tengah sekuat tenaga mengeluarkan kekuatannya untuk membantu banyak orang yang sudah ketakutan. ClingSuara pintu lift terbuka dan lampu kembali menyala. Semua orang berhamburan keluar dari lift. Amira lema
Read more
117. Boneka dan Novel Horor
Amira dan Reza dilarikan ke rumah sakit terdekat. Luka lecet dan juga cedera di kepala membuat keduanya harus segera dijahit. Aminarsih menangis sesegukan. Ia sangat takut jikalau Yasmin;ibunya Reza marah padanya, karena sudah mengajak anak lelakinya pergi tanpa ijin. "Bu, ya Allah," suara bariton suaminya, Emir. Membuatnya semakin sedih. Lelaki itu membentangkan tangan memeluk istrinya yang tengah ketakutan. "Sudah-sudah, yang penting Amira dan Reza sudah ditangani dengan baik. Ibu jangan nangis terus." Emir menanangkan istrinya sambil mengusap rambutnya dengan penuh kelembutan."Mahesa, Mahendra, ayo ikut bibik pulang!" Emir memanggil dua anaknya. Ada Bik Astri yang ikut menemani Emir ke rumah sakit, untuk membawa pulang si bontot. Keduanya mengangguk, masih dengan wajah syok. Di tangan mereka masing-masing memegang totte bag berisi buku yang baru saja mereka beli."Reza dirawat di mana?" tanya Emir.
Read more
118. Semangat Baru
Hasil pemeriksaan kepala Amira cukup baik. Hanya saja dokter berpesan bahwa kepala gadis itu jangan sampai terbentur lagi. Emir dan Aminarsih juga harus memperhatikan olah raga yang baiknya bisa diikuti Amira, agar bagian kepalanya tetap Aman. Hal itu ia beritahukan pada puterinya yang tengah menyalin tugas yang diberitahukan Andrea lewat Adam."Mira," sapa Aminarsih pada puterinya, saat membuka pintu kamar."Ya, Bu. Masuk aja," jawab Amira sambil melemparkan senyuman manis hingga lesung pipinya terlihat."Sedang apa?" Aminarsih masuk ke dalam kamar Amira, lalu memilih duduk di atas ranjang."Bikin PR," jawab Amira sambil membalik tubuhnya hingga menghadap sang ibu."Bang Reza pulang jam berapa dari sini?"  tanya Aminarsih, dan seketika itu juga, air muka Amira berubah keruh."Sore, Bu, dan Amira pastikan Om Reza atau Revan, takkan pernah mengganggu Amira lagi," terang Amira tegas. Gadis itu bang
Read more
119. Sonya Kembali Berulah
Semua penghuni SMP Kusuma Wijaya geger dengan penampilan Amira terbaru. Gadis yang dulunya memiliki tompel di pipi, rambut keriting berantakan, dekil. Hari ini berubah menjadi lebih cantik dan rapi. Rambutnya yang diikat tinggi, dengan aksesoris rambut lucu yang terselip di poni. Membuat Amira seakan wajah baru di sekolah.Di kantin, Amira menjadi pusat perhatian. Padahal ia baru saja tiba sambil menenteng dua buah apel di tangannya. Etalase baso rawit adalah pilihannya. Dengan sabar, ia menunggu antreannya pada baris ketiga. Di belakangnya ada Andrea, Aleta, dan juga Andini. Di etalase soto mie dan es campur, anak-anak ikut memperhatikan Amira. Mereka kasak-kusuk mengomentari penampilan gadis itu yang saat ini begitu berbeda."Mira, lu jadi pusat perhatian tau," bisik Andrea dengan ekor mata menjelajah sekeliling. Amira ikut menoleh ke belakang, lalu kembali berbisik pada Mira."Pusat itu, yang ini bukan?" Amira menunjuk tengah perutnya.
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status