Semua Bab Istri Tanpa Suami: Bab 91 - Bab 100
143 Bab
90. Honeymoon 1
"Bangunlah!" akhirnya Ami mengeluarkan suaranya setelah Devano masih saja bersujud di kakinya tanda ingin beranjak. Ada rasa iba sekalian was-was di dalamnya. "Maafkanlah saya, Narsih. Saya berdosa padamu dan juga Amira. Ya Allah, maafkan saya," ujar Devano dengan isakan begitu dalam."Om, tenapa nanis? Ayo banun!" gadis kecil yang bernama Amira menyentuh lengan Devano yang tak sempurna. Devano menoleh sesaat, lalu fak kuasa menahan haru, ia kembali memeluk Amira. "Maafkan ayah, Amira. Maafkan." Ami pun menangis haru. Emir yang tepat berada di sampingnya langsung memeluk sang istri untuk menenangkan. Mengusap rambutnya dengan penuh kelembutan."Sudah, Sayang. Jangan menangis!" Emir mendaratkan kecupan di kepala Ami yang masih tersedu di dadanya.  Devano menyaksikan itu semua. Wanita yang secara tak sadar sudah menempati hatinya, kini menemukan lelaki yang bisa membahagiakan. Bukan sepertinya yang hanya bisa memberikan sakit d
Baca selengkapnya
91. Honeymoon 2
Keduanya sudah berganti pakaian. Ami memakai baju tidur berbahan sateen warna merah, karena di dalam kopernya yang disiapkan oleh Bik Astri, tidak ada pakaian dengan potongan yang benar. Semuanya pakaian kekurangan bahan dan sangat seksi. Pasti Bik Astri diminta oleh Tuan Wijaya untuk menyiapkannya. Ami tak punya pilihan lain, ia tetap memakai pakaian itu walau dengan wajah sangat malu.Emir pun sama, bajunya hanya tiga potong, itu pun baju kaus untuk bepergian, bukan untuk tidur. Satu hal lagi yang mencengangkan keduanya, bahwa di dalam koper mereka hanya ada masing-masing dua pakaian dalam.Keduanya saling pandang, tak lama kemudian tertawa."Jadi, mungkin maksud Opa, kita berdua selama sepekan di sini, bagai bayi baru lahir. Gak perlu pake apa-apa, ha ha ha ...." "Iya, ih. Masa pakaian kita cuma sedikit ya, Pa. Pantesan kode kopernya dikasih tahu barusan. Orang dalamnya baju kurang bahan semua," omel Ami sembari menggaruk rambutny
Baca selengkapnya
92. Tisu Magic
Keduanya masih bergelung di balik selimut, saat sayup-sayup adzan shubuh berkumandang dari kejauhan. Aminarsih membuka mata dengan perlahan, saat merasakan berat di pahanya. Saat ia menoleh, benar saja, ia sudah dijadikan guling oleh suaminya, pantaslah rasanya begitu berat."Pa, uhh ... berat!" Ami bermaksud menggeser kaki suaminya, tetapi tangannya ditahan oleh Emir yang ternyata sudah bangun."Di sini saja!" bisik Emir dengan suara serak. Lelaki itu menggeser kakinya, lalu kembali membawa samg istri ke dalam pelukannya."Sudah adzan, Pa," ujar Ami berbisik di dada suaminya."Ya udah, kita mandi yuk. Eh, salah ... mandiin Papa yuk!" goda Emir sambil mengecup singkat bibir istrinya.Emir menggendong sang istri masuk ke dalam kamar mandi, lalu melakukan ritual malam panjang mereka satu kali lagi di kamar mandi. Setelah itu, keduanya bergegas mandi, lalu melaksanakan sholat shubuh berjamaah.Emir memimpin sholat dengan
Baca selengkapnya
93. Kejutan untuk Emir
Pagi hari, Aminarsih sudah berpakaian rapi. Dress berwarna hijau laut dengan panjang sampai mata kaki adalah pilihannya. Rambutnya masih basah karena baru saja keramas. Lagi-lagi suaminya selalu menggodanya di pagi hari. Wajah segar sehabis mandi, menambah rona merah di pipinya yang bahkan belum ia bedaki. Kepalanya menoleh ke samping, tepatnya ke arah jendela kamar mereka. Emir sedang asik termenung menatap keluar, sambil memegang ponselnya.Ami memilih berjalan keluar kamar dengan pelan, agar suaminya tak terganggu. Ia menuju dapur, lalu membuatkan kopi untuk suaminya. Matanya mengintip sedikit dari jendela dapur, Amira sedang bermain sepeda bersama Bik Astri dan ditemani Bu Farida-mertuanya.Ami mendekati Emir, sambil membawa dua cangkir teh dan juga sepiring kentang goreng yang sudah tersedia di atas meja makan. Kebetulan sekali, masih hangat dan pasti cocok dinikmati sambil minum teh pagi hari.Emir menoleh, saat Ami menyentuh punda
Baca selengkapnya
94. Ending
Emir sudah berdiri di pelaminan bersama sang mama yang tampil cantik dengan kebaya mewah lengkap dengan kerudung mengkilapnya. Ballroom hotel sudah dipenuhi aneka bunga warna-warni yang aroma bisa sebagai refleksi ketengan jiwa. Begitu sedap dihirup dalam-dalam oleh siapa pun yang kini tengah hadir di sana. Aneka lampu kristal menggantung di langit-langit yang tinggi, menambah kesan glamour acara pesta pernikahan Ami dan Emir.Siang ini, acara memang hanya diisi oleh sambutan, pemakaian cincin pernikahan, serta mengenalkan Ami dan Amira pada keluarga besar Emir, serta relasi Guan Wijaya yang ada di Surabaya. Tak lupa semua teman dan relasi Bu Farida juga menjadi tamu undangan mereka."Ma, cincinya sama Mamakan?" "Iya, ada di tas Mama. Ami ke mana? Kok belum selesai juga dandannya?" Bu Farida terus saja menatap pintu tertutup di pojok kanan ballrom, tempat di mana nanti Ami akan melewatinya."Istri Emir itu akan disulap bak cinderella
Baca selengkapnya
95. Ekstrapart
"Mama ...!" tanpa memedulikan tubuh polosnya, Emir turun dari ranjang dan berlari keluar kamar."Papa! Pake baju!" pekik Ami histeris, saat hampir saja suaminya keluar kamar seperti bayi, tanpa pakaian apapun. Emir tersadar, lalu mengambil asal sarung sholat yang ada di dekat pintu kamarnya."Pa." Maksud hati hendak menahan suaminya, apalah daya sang suami sudah melesat keluar kamar, dengan bertelanjang dada dan hanya memakai sarung asal saja. "Mamaa, Ami hamil!" teriak Emir begitu kencangnya. Membuat semua orang yang sedang berbaring di depan ruang TV, seketika duduk menoleh ke arah Emir."Emir, ada apa?" Bu Farida belum meyakini pendengarannya."Aminarsih hamil," sahut Emir sembari berlari untuk duduk di samping sang mama."Ini, Ma." Emir memberikan sepucuk kertas pada mamanya. Bu Farida menggosok kedua matanya."Wah, Bude ... bener ini Mbak Ami hamil," ujar Restu keponakan dari Bu Farida.
Baca selengkapnya
96. Amira Sesion 2
Amira melangkah masuk ke dalam kelasnya. Semua mata memandang horor ke arahnya. Ini bukan yang pertama kali ia membuat teman sekelasnya berdarah, tetapi sudah lima orang dalam satu semester ini. Dengan ekor matanya, ia melirik ke arah Denis yang hidungnya tengah dikompres air dingin olehnya.Amira melotot, sambil mengepalkan tangannya di depan Denis."Gue bilangin ya, jangan pernah ganggu gue, kalau lu gak mau babak belur!" ancam Amira dengan penuh amarah. Bukan sekali ini saja Denis menaruh upil di rambut keriting miliknya, tetapi hampir setiap hari. Jika kemarin ia masih bisa sabar, tetapi hari ini ia harus membela diri.TeeetBel tanda pelajaran berikutnya tiba. Pak Dewo, guru Bahasa Indonesia masuk dengan senyuman terukir di bibirnya."Siang anak-anak!" "Siang, Paak!""Apa tema belajar kita hari ini?" Semua anak sibuk membuka buku pelajaran Bahasa Inggris."Bel
Baca selengkapnya
97. Amira dan Pantun
"Mira, mau sampai kapan tompel palsu ini kamu tempelin di pipi?" tanya Aminarsih, ibu dari Amira. Amira saat ini tengah memberikan air liur di tempelan tompel yang ia beli online, lalu ia tempelkan di pipinya."Sampai Mira banyak teman, Bu. Mira gak mau teman -teman di sekolah, dekat sama Mira karena kecantikan atau kekayaan Mira," terang Amira sembari menyisir rambit keriting gimbal miliknya."Sini, Ibu bantu!" Aminarsih mengambil sisir, lalu mendekat pada puteri cantiknya yang bermata abu."Sayang aja, Bu, gak ada yang jual softlens putih, kalau ada Mira juga mau tutupi bola mata abu Mira pakai soflens putih."Ami tergelak, lalu mencubit gemas pipi Amira."Bukannya cantik kalau bola mata putih semua, hantu itu namanya. Bukan cantik, tapi nyeremin," sahut ibunya masih diiringi tawa."Hilih, jin-jin yang main lari-larian di kelas Mira, itu matanya merah, Bu. Ada yang gak ada matanya juga," terang Amira yang kini menga
Baca selengkapnya
98. Surat Cinta dari Siapa?
"Duh, kempes lagi!" Amira menatap lemas ban sepeda yang kempes. Padahal ia harus buru-buru sampai di sekolah. Ia berjongkok, sambil membuka standar miring sepedanya. Amira meraba ban sepeda yang benar-benar kempes. Dengan menghela nafas kasar, Amira tak punya pilihan lain, selain mendorong sepedanya untuk mencari bengkel terdekat. Untunglah, dqlam jarak seratus meter dari ia mendorong sepedanya, ada sebuah kios bengkel motor yang sudah buka pada pukul enam lima belas pagi."Bang, mau pompa dong," pintanya pada montir yang sedang menikmati kopinya. Amira menunjukkan keadaan ban belakang sepedanya yang kempes.Sang montir meletakkan gelas kopi di atas meja, lalu berjalan mendekat pada Amira dan juga sepedanya. Lelaki setengah baya itu berjongkok untuk memastikan seperti apa kempes ban sepeda pelangan ABG-nya ini."Ya udah, untuk sementara pakai angin dulu ya. Nanti, kalau ada waktu, Ade bawa ke bengkel sepeda saja. Bannya rusak ini."
Baca selengkapnya
99. Amira Terluka
Sekelompok anak sudah duduk manis di dalam kantin. Di depan mereka banyak aneka hidangan snack sebagai menu yang mereka santap di saat jam istirahat seperti ini. Mereka masih mengenakan seragam olah raga, lengkap. Karena jam sebelumnya diisi oleh pelajaran olah raga. Kelas lainnya, baru saja menyerbu kantin. Siswa dan siswi nampak bergerombol memadati setiap lapak jualan yang ada di kantin sekolah mereka. Di dalamnya, sudah ada Amira dan si kembar tiga yang juga ikut mengantre membeli baso."Itu bocahnya yang pakai kunciran," tunjuk salah seorang siswi berseragam olah raga."Ya ampun, rambut sarang tawon itu?" semua yang ada di mejanya menertawakan Amira dari kejauhan."Ada tompelnya juga loh," seorang teman lain menambahkan."Apa? Serius luh? Cewek rambut sarang tawon dan ada tompel itu dikirimi surat sama cowok gue?!" kelima temannya mengangguk serempak. Baso yang hampir masuk ke dalam mulutnya, sampai terpental kembali
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status