Teriakan itu pecah di tengah debur ombak yang tak peduli. Malam mulai larut, angin laut menerpa tubuh Kanzie yang berdiri di ujung jembatan kayu yang sudah mulai lapuk. Laut tak menjawab apa-apa, hanya membawa suara seraknya menjauh, seolah ingin menyembunyikan kesedihannya di antara gelombang. "Kenapa selalu gue yang harus nahan semuanya, ha?! Kenapa bukan mereka yang ngerasain?" teriak Kanzie, matanya merah, bukan hanya karena angin, tapi karena letupan luka yang tak pernah diberi ruang untuk sembuh. Tangannya mengepal, dada naik turun menahan napas yang tersengal karena marah, kecewa, dan lelah bercampur jadi satu. Flora, Gilang, bahkan abang Flora yang dulu begitu ia hormati—semua tampak seperti pengkhianat dalam narasinya yang penuh luka. Dari kejauhan, Rayhan berdiri diam. Ia tak berkata apa-apa, hanya memandang sahabatnya yang seperti kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Ia tahu, ada luka lebih dalam yang tak pernah Kanzie ceritakan. Tentang keluarga. Tentang kehilang
Terakhir Diperbarui : 2025-05-13 Baca selengkapnya