All Chapters of Guardians of Shan: Chapter 11 - Chapter 20
198 Chapters
Keluarga Wynter – 5
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵ “Nisma apa?!” Countess terdengar kaget mendengar kabar terbaru dari si Kembar. Mariam yang baru selesai menyapu menatap kami. Namun, tidak berkomentar. “Kalian tadi membentak Idris?” Pertanyaan itu tidak dibalas si Kembar. Countess pun mendekat dan menatap tajam si Kembar. “Siapa yang menyuruh Nisma bermain-main di depan umum?”  “Nisma yang mau,” sahut Delisa.  “Kami tadi hanya beli manisan,” timpal Delina.  “Lalu, Reem disuruh diam di tempat.”  “Kemudian Paman Idris datang.”  “Lalu, entah kenapa ...” Delisa menggantung kalimatnya.  “Nisma datang.” Delina menyambung.  “Terus merusak suasana.”  “Akhirnya terjadi kekacauan tadi.”  “Maaf, Umi.” Si Kembar berkata sambil memeluk paha sang Ibu dengan suara memelas.  Lalu, terdengar suara pelan Delisa. “Sepertinya Nisma mau bunuh Paman Idris.” 
Read more
Keluarga Wynter – 6
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵ Aku bertemu Ariya pagi itu.  “Kamu anak baru?” sapanya. “Aku Ariya~ senang berjumpa denganmu💙”  Rupanya, senjata makan tuan. Dia jelas lupa apa yang terjadi, bahkan barangkali melupakan Kota Saghra.  “Aku Reem,” balasku.  “Kamu ingat liontin yang kemarin Arsya kasih?” tanyanya. “Aku membutuhkannya, sekarang.”  Aku hendak menolak.  “Aku akan membelikanmu apa pun💙” ujarnya. “Bagaimana?”  Apa pun?  Ariya melanjutkan. “Bahkan, kalau  mau, aku bisa mengajakmu ke tempat yang ajaib💙”  Kalau yang itu, aku jelas tertarik. “Baiklah, Nona.”  ***  “Jadi, wanita berambut putih itu yang bernama Hiwaga?” Calvacanti membiarkanku duduk di ekornya yang melingkar. Ia menawar untuk mengobrol setrlah aku menyerahkan liontin milik Arsya. Aku mengangguk. “Berhati-hatilah,” pesannya. “Kamu jangan lengah.” 
Read more
Keluarga Wynter – 7
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵ Aku terbangun pada tengah malam. Entah mengapa percakapan antara majikanku dengan Mariam terus saja mengganggu batin.  Mariam masih terlelap di sisiku dan mendengkur pelan. Beruntung aku juga terbiasa mendengar dengkuran Ibu dulu. Anehnya, kebiasaan ini tidak menurun padaku. Barangkali dari mendiang Ayah yang tidak pernah kujumpai.  Aku langkahkan kaki ke luar rumah sambil menikmati udara malam. Pikiranku seketika tertuju pada sore itu. Ah, perdebatan. *** Wynter dengan tatapan dingin terus menginterogasi Mariam yang juga dibalasnya dengan santai. Ia tidak lepas pandangan, apalagi setiap kali Mariam menjawab pertanyaannya seakan baru saja mendengar penjelasan rumit. Sementara lawan bicaranya tidak pernah menanggapi dengan serius, yang justru menyulut bara di hati sang majikan.  “Aku melihatmu terakhir bersama adikku sebelum ledakan itu,” ujar Wynter. “Aku tahu kamu siapa.”  “Pangeran
Read more
Keluarga Wynter – 8
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵ Kini jeritan membangunkan seisi kota. Hewan ternak tadi memnuhi jalan kini menjadi santapan Tentara Nisma. Ya, kurasa itu gelar yang cocok bagi kumpulan makhluk menjijikkan ini.  Seekor sapi melenguh selagi disantap mentah-mentah.  Mariam memacu kuda selagi jalan sedikit terbuka–  Sebuah tangan menarikku. “Kyaaa!”  Srek! Bruk! Aku terempas ke tanah. Bau tangan itu busuk berpadu dengan tanah yang menyelimuti tubuh mereka.  “Kyara!”  Kudengar Mariam menjerit, tak peduli jika kami sedang menyamar atau tidak.  Tangan-tangan itu mencengkeram pakaianku. Tubuhku tidak mampu memberontak. Mereka bagai rantai yang membelenggu dan terus menyeret semakin dalam.  “Mariam! Mariam!” Aku menjerit sebisanya.  Mariam memacu kuda dengan kasar. Kudanya justru jatuh, bersamaan dengan Mariam yang melompat sebelum mendarat di tanah. Tak peduli
Read more
Naga dari Kikiro – 1
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵ “Otosan! Otosan!” Kukerjapkan mata. Kulihat seorang gadis berambut turquoise diurai hingga pinggang, di ujungnya terdapat warna hitam. Kulitnya sawo matang, dan tubuh sedikit lebih tinggi dariku. Kulihat sosok Mariam di sisi gadis itu. Bukan. Ia seperti Mariam, tapi dalam wujud pria. Perbedaan mencolok hanya ada pada matanya, merah. Rambut agak panjang dibandingkan pria lain yang pernah kulihat, kulitnya juga putih. Ia sedang memegang sebuah bakul, tatapannya tertuju pada gadis itu. Gadis tadi kembali memanggil. “Otosan, minta!” Ia membalas dengan elusan di rambut. “Dari tadi makan terus. Pulangnya jangan makan lagi!” Senyum gadis itu memudar. “Sedikit saja.” “Ingat-ingat, Hayya.” Gadis yang dipanggil Hayya itu
Read more
Naga dari Kikiro – 2
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵ Kebun Takeshi jauh lebih menawan dibandingkan milik Count Wynter. Beragam tanaman menghiasinya, mulai dari bunga sampai pohon unik tumbuh dengan subur. Saking lebatnya sampai menutupi langit di atas kami. Dengan sinar matahari yang tertutup, membuatnya bagai hutan rimba dilengkapi suara para hewan yang saling menyahut. “Ada berapa hewan di sini?” tanyaku. “Tupai, burung, ikan hias, dan beragam hewan ternak, tapi itu peliharaan tetangga yang mampir sebentar,” balas Hayya. “Mereka dirawat dengan baik.” “Untuk dimakan?” Azya mengiakan. “Kecuali tupai. Mereka membantu menumbuhkan pohon kalau lupa tempat mengubur kacangnya. Ada juga kelelawar yang kadang menggugurkan biji buah ke tanah sehingga pohon baru akan tumbuh.” Hayya menambahkan. Aku mengamati kebun, atau lebih tepatnya hutan. Sungguh asri dan damai. Aku ingin berlama-lama di sini. Hutan di desaku tidak pernah selebat ini. Kebanyakan hanya sawah dan pertanian sederhana. Jadi ingat Ibu. Beliau rajin mer
Read more
Naga dari Kikiro – 3
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Petangnya, Takeshi memasak di dapur sementara aku hanya menonton. Ia tidak mau dibantu, tapi menolak ditinggal. Rupanya ia senang melihatku terkagum-kagum melihat masakannya yang menggoda. “Di Shan dulu, aku dilarang memasak,” ujar Takeshi. “Para pelayan yang memasak. Padahal aku lebih suka masakan buatanku sendiri.” “Dari mana kamu belajar?” tanyaku. “Ibumu?” “Dari Kepala Pelayan,” balas Takeshi. “Ibu tidak bisa memasak.” Ia selesai merebus makanan panjang berwarna kuning lalu meletakkannya di sebuah mangkuk berisi kuah. Ditaburinya sayur-mayur yang dipotong kecil dan sejumput garam. Belum pernah aku melihat makanan seperti itu sebelumnya. “Ini masakan favorit kami,” ujar Takeshi. “Kami menyebutnya mie. Kamu pasti pernah mendengarnya.” Aku menggeleng. “Aku hanya tahu kuah da
Read more
Naga dari Kikiro – 4
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Dia bilang apa? Aku dari Shan? Tinggal di sana bersamanya sebagai tuan dan abdi? Tapi ... “Aku tidak ingat apa-apa,” bantahku. Takeshi tampak bingung. “Tidak ingat?” Aku jelas tidak tahu. Baru hendak bertanya, terdengar suara Hayya memanggil Takeshi. “Otosan! Otosan!” Pria itu lantas keluar. “Kenapa, Hayya?” “Aku belum mengucapkan ‘Selamat malam.’ Selamat malam!” *** Aku merasakan getaran hebat di lantai pagi itu. Mengira ini gempa bumi, aku melesat mencari lapangan luas untuk berlindung. Aku tidak sempat berteriak karena kakiku menjadi satu-satunya anggota badan yang fokus saat itu.“Lian-chan! Ada apa denganmu?” Hayya menatapku heran ketika keluar kamar bak kesetanan. “Kamu merasakan getaran tadi, ya?” 
Read more
Naga dari Kikiro – 5
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵«Azya» Sudah lama negeriku, Kyrvec, diganggu oleh dunia luar, terutama oleh Sakhor. Ia bisa mengendalikan binatang dan sering menjadikan kami sebagai kelinci percobaan, meski gagal lantaran kami bisa menguasai kedua akal dan nafsu. Kyrvec adalah negeri tersembunyi. Kami tidak punya mata uang atau alat tukar barang. Tapi tidak juga kekurangan jatah makanan. Meski kadang kami memakan bangkai saudara sendiri yang mati. Sakhor akan datang di saat seperti itu dan menawarkan kehidupan indah. “Kalian cukup tunduk padaku,” ujarnya. “Maka hidup kalian terjamin.” Target kami tidak lain adalah kamu–Lian–lalu Otosan dan teman-temannya yang lain. Tapi, kami selalu menolak. Akibatnya, sebagian dari kami dibantai oleh pasukan hewannya tanpa alasan yang jelas. Banyak korban berjatuhan, menyebabkan peperangan sia-sia. “Ylfa!” panggil
Read more
Naga dari Kikiro – 6
✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵“Lalu ... Apa katanya?” tanyaku. Azya diam sejenak. “Um, habis itu mereka pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Aku dan Hayya lalu menunggu kepulangan Otosan.” “Kamu atau Hayya tahu masa lalunya selain fakta kalau ia penduduk Shan dulu?” “Ya. Tapi, beliau sepertinya memang lupa sesuatu. Kami yakin seseorang mengacak ingatannya.” Meski selamat, ia tidak luput dari serangan hilang ingatan. Aku jadi penasaran, benarkah sikapnya selama ini berbeda dengan yang dulu? Kalau iya, seperti apa? “Permisi, Lian-chan, aku ke kamar.” Azya langsung meninggalkanku. ***Aku memetik rangkaian bunga dari kebun selama menunggu kepulangan Takeshi. Aku dan Hayya duduk di pondok sambil merangkai tumbuhan yang ada. Kupegang rangkaian bungaku yang acak-acakan untuk dijadikan mahkota bersama Hayya. “Tara!
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status