All Chapters of Cinta dan Impian: Chapter 41 - Chapter 50
63 Chapters
Telat Kerja
Deg Debi pun langsung panik saat dia melupakan jika hari ini, hari di mana ia harus masuk kerja."Debi, kamu dengar ucapanku atau tidak?""Eh, iya Lisa. Aku dengar kok." "Ya sudah, kalau begitu cepat berangkat.""Iya."Debi mengakhiri panggilan itu, dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Debi buru-buru berjalan masuk ke dalam ruangan."Mbak Debi, ada apa?" tanya istri laki-laki tua yang ia tabrak. Ia melihat Debi yang terlihat buru-buru."Saya harus pulang Bu.""Lo, bukannya Mbak Debi sudah janji kalau hari ini Mbak Debi akan melunasi biaya rumah sakit suami saya?""Iya Bu, tapi saya harus pulang, karena pagi ini saya harus masuk kerja. Nanti kalau saya sudah pulang kerja. Saya akan mengurus biaya rumah sakit suami Ibu.""Tapi janji ya Mbak? Jangan sampai membohongi saya.""Iya Bu, saya janji.""Kalau begitu saya pamit pulang dulu.""Iya Mbak Debi, hati-hati di jalan.""Iya."Debi melangkahkan kakinya kembali untuk keluar dari dalam ruangan. Tap tap tapDebi berlari keluar dari dal
Read more
Meminjam Uang Rafa
Debi memijat keningnya yang terasa pusing. Debi bingung dengan cara apa dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Mungkin jika dengan meminjam, Debi bisa mendapatkannya, tapi sayangnya Debi bingung harus meminjam pada siapa. "Ya Tuhan, aku benar-benar bingung sekarang. Tidak ada orang yang bisa aku mintai bantuan kecuali........"Debi menghentikan ucapannya. Debi merenung. Memang tidak ada lagi yang bisa menolongnya kecuali Rafa, tapi Debi tidak mungkin meminta bantuan padanya."Aku tidak mungkin minta bantuan sama Rafa. Mau ditaruh mana wajahku ini. Tapi kalau aku gak minta bantuan sama Rafa. Terus aku bisa dapat uang 50 juta dari mana?"Di tengah kebingungan Debi. Debi pun memutuskan untuk menekan egonya. "Aku minta nomornya Rafa sama Kak Renata deh. Pasti dia punya."Debi mengambil ponselnya. Tidak ingin mengulur waktu. Debi langsung menghubungi seniornya."Halo, Kak Renata.""Halo Debi. Tumben telpon. Ada apa?""Itu Kak Renata. Aku mau minta nomor.""Mau minta nomor? Nomornya siap
Read more
Menasehati Diri
Baru saja sampai di depan pintu masuk rumah sakit. Debi langsung disambut istri dari laki-laki tua yang ia tabrak."Syukurlah, akhirnya kamu datang juga Mbak Debi.""Iya Bu, maaf saya agak telat.""Iya Mbak Debi, tidak apa-apa. Ayo Mbak Debi, kita lunasi sekarang biaya rumah sakit suami saya.""Iya Bu."Debi melangkahkan kakinya, sementara Rafa berjalan di belakangnya. Di depan petugas administrasi. Debi menghentikan langkahnya. Debi melihat Rafa yang berdiri di sampingnya. "Ada yang bisa saya bantu Mbak?""Saya mau membayar biaya rumah sakit pasien yang ada di ruang Mawar nomor 18.""Oh iya, sebentar ya Mbak saya cek dulu.""Iya."Setelah menunggu cukup lama. Petugas itu pun melihat Debi."Jadi semua totalnya 70 juta Mbak.""Apa? 70 juta?" balas Debi terkejut. Pasalnya baru saja beberapa hari yang lalu Debi menanyakan biaya rumah sakit, dan hari ini sudah naik sebanyak itu. "Bukannya kemarin katanya 50 juta ya?""Iya, itu belum ditotal sama biaya pasien tiga hari ini. Bagaimana Mb
Read more
Sikap Aneh Renata
Seperti yang Debi lakukan setiap harinya. Debi berjalan dari satu meja ke meja lainnya. Ada banyak sekali pengunjung yang datang hari ini, membuat Debi merasa kelelahan. Untungnya meja yang Debi datangi adalah meja terakhir. Huh, setelah Debi selesai menaruh pesanan. Debi melangkahkan kakinya berjalan menuju bartender."Capeknya," kata Debi sembari duduk."Yang namanya bekerja ya capek.""Iya Mas Doni, hari ini benar-benar sangat melelahkan.""Kamu pikir kamu saja yang lelah. Aku juga sama.""Hari ini tidak seperti biasanya ya Mas. Ada banyak sekali pelanggan yang berdatangan.""Iya, mungkin karena pelayanan yang kita berikan baik. Selain itu, management Pak Juna juga sangat bagus." "Oh iya."Mendengar nama Rafa disebutkan. Seketika itu Debi terdiam. Huh, entahlah kenapa itu bisa terjadi. Debi merasa ada yang aneh dengan dirinya. Apalagi saat Debi tahu bagaimana perasaan bosnya itu kepadanya.Doni yang ada di depan Debi pun menyadari perubahan sikap Debi. Yah, Doni tahu apa yang ter
Read more
Kecelakaan
BrakkkkRafa membanting pintu mobil. Seperti Debi yang tengah menghempaskan harapannya. Setelah Rafa menghidupkan mesin mobilnya. Rafa melajukannya pergi meninggalkan tempat itu. Mobil Rafa melaju di tengah jalan raya yang tengah ramai. Meski jam sudah hampir menunjukkan pukul tengah malam, namun Rafa melihat masih ada banyak sekali kendaraan yang lewat di sampingnya. Rafa tak peduli akan hal itu. Rafa terus melajukan mobilnya tanpa peduli akan keselamatannya. Mungkin itu karena pikiran Rafa tengah kacau saat ini. "Semua wanita yang aku cintai. Tidak ada yang membalas cintaku. Apa mungkin aku ditakdirkan untuk sendirian?"Rasa kesal menemani perjalanan Rafa, membuat pikiran Rafa kacau. Rafa terus menambah kecepatan mobilnya. Rafa seolah tak peduli jika mau tengah menyambutnya. Di tengah mobil Rafa yang melaju kencang. Tiba-tiba Rafa dikagetkan saat sebuah truk melaju di depannya dengan kecepatan yang juga tak kalah kencangnya. Rafa pun panik dan membanting stir mobilnya. Brakkkk
Read more
Kabar Kecelakaan
Di tengah kesibukan karyawan. Tiba-tiba mereka dikejutkan saat salah satu karyawan meminta mereka untuk berkerumun. "Ada apa kamu meminta kamu berkerumun?""Kalian sudah denger belum, kalau Pak Juna kecelakaan.""Apa? Pak Juna kecelakaan?" balas mereka terkejut dan kompak."Iya, Pak Juna kecelakaan.""Jangan menyebarkan berita yang tidak-tidak kamu.""Eh, aku tidak menyebarkan berita hoak. Apa yang aku katakan ini benar. Pak Juna memang kecelakaan, dan sekarang Pak Juna dibawa ke rumah sakit. Kalau kalian tidak percaya, baca saja di berita."Mereka pun berbisik, dan mengikuti ucapannya. Dan benar saja, saat mereka membuka berita. Mereka mendapati kabar jika bos mereka kecelakaan dan keadaan mobilnya sangat mengenaskan."Ya Tuhan, mobil Pak Juna sampai terbakar seperti ini. Lalu bagaimana kabar Pak Juna saat ini?" ucap yang lainnya."Katanya keadaan Pak Juna sangat parah.""Benarkah?""Iya, aku tidak bohong."Mereka pun masih sibuk membicarakan bos mereka sembari melihat berita yang t
Read more
Mengunjungi
Marko mengambaikan panggilan Maya. Marko kembali sibuk menyandarkan kepalanya untuk mengistirahatkan badannya yang sedang lelah. "Bagaimana Maya? Apa kamu berhasil menghubungi Marko?" tanya Lidya."Panggilanku tidak diangkat.""Yah, kalau begini kita gak bisa pulang deh," balas Lidya sembari melihat mobilnya yang mogok dipinggir jalan. "Tenang, aku akan menghubungi Marko lagi.""Gak usah Maya. Percuma.""Iya, percuma. Kamu punya pacar gak guna Maya. Gak bisa dimintai pertolongan," sahut Mita."Iya, betul.""Mungkin saja Marko sedang sibuk sekarang. Makanya dia gak tahu kalau aku menelponnya.""Terus saja dibelain. Nanti kalau sudah bosen gak bakalan dibelain."Maya tidak menyanggah ucapan mereka seperti biasanya. Maya hanya diam dengan perasaan kesalnya. Jam berdetak meninggalkan putarannya. Sepanjang malam. Debi terus terjaga dari tidurnya. Debi tidak bisa tidur sampai pagi menyambut. Debi tidak tenang memikirkan keadaan Rafa saat ini. Dretttt dretttt drettttDebi terkejut saat m
Read more
Mungkinkah itu Kamu?
"Selamat pagi Pak Juna," sapa Doni dengan tersenyum."Selamat pagi Doni.""Bagaimana keadaan Pak Juna? Apakah Pak Juna baik-baik saja?""Seperti yang kamu lihat. Aku baik-baik saja." "Kenapa Pak Juna bisa seperti ini?" sahut Renata yang terlihat cemas. "Mungkin karena saya kurang berhati-hati dalam berkendara." "Lain kali Pak Juna harus berhati-hati agar tidak seperti ini lagi."Perhatian yang diberikan Renata mengundang ketidak nyamanan pada Rafa. Apalagi saat ini ada Debi, membuat Rafa sangat berhati-hati. Rafa tidak mau perhatian Renata mengundang kesalahpahaman antara dia dan Debi. Rafa melihat Debi yang masih diam di tempatnya. Debi hanya melihat kearah Rafa tanpa berucap. "Sepertinya Kak Renata memang suka sama Pak Juna. Tapi Pak Juna suka sama aku. Aku harus bagaimana ini? Aku tidak mau ada masalah antara aku dan Kak Renata," bisik Debi.Pandangan Debi terus tertuju pada mereka. Debi tidak berani mendekat. Ia lebih memilih diam dengan pemikirannya saat ini. Mereka yang di
Read more
Maya Membunuh Debi
"Terima kasih Mas Doni," kata Debi yang turun dari motor. Tidak lupa, Debi memberikan helm yang ia pakai pada pemiliknya. "Iya, sama-sama." "Mas Doni mau mampir dulu?""Enggak deh, aku langsung pulang aja." "Ya sudah kalau gitu. Aku masuk dulu ya," balas Debi yang membalikkan badannya. Debi melangkahkan kakinya masuk ke dalam kos-kosannya. "Eh, Debi. Tunggu.""Iya Mas Doni, ada apa?" balas Debi yang menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya. "Pak Juna itu orang yang baik. Sama baiknya kayak kamu. Kenapa sesama orang baik gak bersama aja?" "Maksudnya Mas Doni apa?" "Enggak apa-apa. Aku hanya bisa mendo'akan yang terbaik untuk kalian. Ya sudah, aku pulang dulu." Doni melajukan motornya meninggalkan Debi yang masih termenung di tempatnya. "Apa Mas Doni tahu yang sebenarnya?" Cklek"Sudah selesai telponnya?" "Sudah Om," balas Marko yang berjalan mendekati omnya. "Ada apa? Kenapa wajah kamu sampai ditekuk kayak gitu? Kak Carina bikin ulah lagi?""Enggak kok Om, bukan kar
Read more
Donor Darah
"Debi!!!!!" teriak Lisa yang terkejut, saat melihat darah segar keluar dari perut Debi. "Tolong......"BrukkkkSeketika itu Debi ambruk dan tak sadarkan diri. Mereka yang ada di sana pun panik. "Angkat Debi. Kita bawa dia ke rumah sakit sekarang juga," kata karyawan lainnya. Mereka yang ada di sana bergegas mengangkat Debi, dan membawa Debi keluar dari dalam ruangan.Semua orang panik. Bahkan pengunjung yang datang pun tak kalah panik. Mereka yang membawa Debi keluar dari dalam cafe dan menuju mobil manager mereka. "Cepat Pak, aku tidak mau Debi kenapa-kenapa," kata Lisa yang tak berhenti menangis. Mobil itu pun langsung melaju pergi meninggalkan parkiran cafe. Krukkk krukkk krukkkMarko memegang perutnya yang tak berhenti berbunyi. Marko lapar, karena memang pagi ini Marko belum makan apapun. Marko terlalu sibuk mengurus omnya sampai melupakan sarapannya. "Kamu lapar Marko?" "Iya Om," balas Marko sembari meringis. "Kalau kamu lapar. Cari makan dulu sana." "Tapi bagaimana den
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status