All Chapters of Petaka Mendua: Chapter 21 - Chapter 30
110 Chapters
Tamparan
Part21"Maaf, Rin." Abah berkata sambil menunduk.Aku enggan menggubris ucapan Abah, hatiku rasanya beku, menatap kecewa pada mereka."Setelah Aisya pulih, aku akan membawanya pulang ke rumah. Kalian tidak perlu repot-repot lagi menolak kehadirannya sebagai menantu, aku yang akan membantunya menggugat cerai mas Yusuf.""Karin, Abah tahu kamu kecewa, tapi tolong, jangan rusak kebahagiaan yang di impikan Aisya.""Kebahagiaan apa? Bah. Selama ini apakah mas Yusuf membahagiakan Aisya? Tidak. Bahkan kalian selalu menganggapnya tidak ada? Kan. Sejahat-jahatnya Aisya, dia tetap adik Karin, kalian menyakitinya, sama dengan menyakiti Karin," jawabku."Sayang, sudah!" bisik mas Alif, seraya memegang kedua bahuku dari belakang."Mas, aku sakit hati, melihat mereka memperlakukan Aisya seenaknya.""Karin, ini rumah tanggaku, kamu tidak berhak ikut campur!" ucap mas Yusuf, dingin.Aku men
Read more
Mengalah
Part22"Ummi terlalu kecewa dengan Aisya, Ummi merasa, semenjak Yusuf menikah dengan Aisya, ia menjadi tidak terarah.""Umm, itu bukan alasan yang tepat, untuk mempermainkan Aisya seperti ini. Jika Ummi keberatan dengan hubungan mereka, kenapa tidak meminta anak Ummi, menceraikan Aisya terlebih dahulu? Jangan di gantung seperti itu."Ummi terdiam, rasanya aku lelah untuk menyalahkan mereka. Semua inti permasalahan ini, ada pada mas Yusuf.Aku enggan bicara pada Ummi dan Abah lagi, kutarik tangan mas Alif, membawanya keluar dari ruang rawat Ummi. Kemudian menuju ruangan Aisya di rawat."Terimakasih, Mas. Aisya kangen sekali, jangan tinggalin Aisya lagi ya!" Terdengar suara lirih Aisya, sepertinya ia sudah siuman. Kudorong pelan ruangannya, istri kedua mas Yusuf duduk di sofa, yang ada di pojokan ruangan."Kak Karin," lirih Aisya, seraya tersenyum manis, binar kebahagiaan begitu kentara di wajah A
Read more
Bukan perebut
Part23"Ummi, maksud Ummi apa?" tanyaku bingung. Sulit untuk aku cerna, inti dari omongannya."Assalamualaikum," ucap seseorang dari luar."Walaikumsalam," jawabku dan Ummi bersamaan, sambil menoleh ke arah pintu. Sedangkan Abah, sedari tadi ia memilih untuk masuk ke dalam kamar.Dinda, wanita itu datang berkunjung, kemudian ikut duduk di ruang tamu, sambil melempar senyum kepada Ummi."Begini, Karin. Ummi tau, kamu kecewa. Tapi Ummi tidak bisa membiarkan Yusuf tidak memiliki keturunan. Apalagi, sekarang anak Ummi hanya Yusuf.""Memangnya Emelia itu bukan anak mas Yusuf?" tanyaku heran, seakan Emelia tidak dianggap ada."Jadi? Ini kecil ini, anak mas Yusuf? Lalu kamu?" Dinda langsung menyambar bagaikan petir.Dengan wajah terheran-heran, sepertinya Dinda tidak begitu banyak tau tentang kemelut keluarga kami semua ini."Kenapa Kaget? Tuh anak mas Yusuf sama aku!" jawabk
Read more
Tidak berujung
Part24°pov Aisya°Masih begitu terasa nyeri, pasca operasi pencangkokan ginjal untuk Ummi. Namun hatiku berbunga-bunga, suami yang teramat aku rindukan, kini ada di depanku dengan pandangan wajah yang teramat khawatir menatapku."Kamu sudah siuman sayang?" tanyanya lembut, kemudian mencium mesra punggung tanganku, juga puncuk kepalaku.Aku tersenyum menatapnya. "Aku rindu!" bisikku pelan. "Aku juga, sangat rindu! Maaf lama pergi, mas sempat merasa malu untuk kembali ke kampung," jawabnya pelan, kemudian wajah tampan nan rupawan itu menunduk."Tidak apa-apa, mas." Kemudian pintu terbuka, muncul sosok seorang wanita yang tidak aku kenali."Mas, siapa?" tanyaku, sambil melirik ke arah daun pintu. Tempat wanita itu berdiri.Mas Yusuf menoleh ke arahnya, kemudian kembali tersenyum menatapku. "Dinda namanya, sepupu mas! Mungkin dia akan menema
Read more
Madu
Part25°pov Aisya°"Mas, kamu hargain aku dong! Aku ini juga istri kamu, aku nggak mau di perkenalkan sebagai pembantu!" rengek Dinda."Memang pantes kok di kata pembantu! Norak soalnya!" cetus Bu Daung dengan mencibir."Heh, nggak usah ikut-ikutan dong! Makin runyam aja nih," sahut Dinda, masih pelan, tidak segalak di awal."Bu Daung, saya minta maaf atas ketidaknyamanan kalian," ucap mas Yusuf pelan. Bu Daung mendengus, mobil orang tua mas Yusuf memasuki pekarangan rumah kami.Ummi bergegas keluar dari mobil, kemudian menghampiriku yang diam membeku. Dari kejauhan pun, terlihat Ibuku berjalan menuju kemari. 'Ya Allah, bakal rame nih rumah.' celetukku dalam hati."Sayang ..., Maafin Ummi ya, Nak." Aku tidak bergeming, masih diam seraya memeluk kedua lututku."Aisya, kita buka lembaran baru lagi, demi keluarga kita!" seru mas Yusuf.
Read more
Maaf
Part26°pov Aisya°Aku tidak tahu, mengapa Dinda menganggapku mandul, aku juga tidak berani menuduh Ummi. Hanya seperti yang aku dengar saat itu, Dinda bilang Ummi mengatakan bahwa aku mandul.Mandul dari mana? Sedangkan aku pernah keguguran. Mungkin itu alasan mereka, agar Dinda, mau jadi istri kedua mas Yusuf."Aisya mandul Ummi, mas Yusuf, kalian bisa nyari perempuan yang sempurna.""Mandul bagaimana? Sa. Bukankah kamu pernah keguguran? Kok bisa mendadak mandul?" tanya Ibu, ia terlihat begitu bingung dengan pernyataanku."Aisya hanya mengulang tuduhan Dinda, katanya Aisya hamil, seakan Dinda sudah tahu segalanya.""Loh, kan Ummi yang ngasih tau!" jawab Dinda lugas dan jelas. Ummi menunduk, sedangkan Ibu menatap kecewa kepada Ummi."Maaf," lirih Ummi.Mas Yusuf pun tidak berani menatap wajah Ibu yang semakin masam."Apa sebenarnya tujuan Bu Hajah saya tidak perduli
Read more
Mesra
Part27Biar bagaimanapun, Aisya tetaplah adik yang kukasihi, meskipun pernah kubenci.Melihat hidupnya kacau seperti ini, membuatku seakan terpental ke masa lalu.Masa disaat mas Yusuf menyakitiku dan masa di saat aku makan hati.Kini terulang kembali, ke Aisya."Mas Yusuf, sebenarnya kamu itu jadi laki-laki bagaimana? Tidak bisa kah belajar bersukur, sudah memiliki Aisya. Bukankah kamu dulu, sangat menginginkannya, bahkan kamu rela menyakitiku. Lalu, kenapa harus terulang lagi?" tanyaku, dengan napas memburu."Maaf, mungkin ini sudah menjadi bagian, jalan takdirku." Mas Yusuf berkata pelan, dengan wajah yang terus menunduk."Memang kamu nya saja yang serakah! Mas. Kurang bersukur, maruk.""Karin ...." Terdengar suara mas Alif, aku menoleh ke arahnya, yang sudah berdiri di belakang mas Yusuf."Ingat pesan, mas!" ucapnya pelan. Aku pun hanya bisa berdecak, ingin membantah aku rasa tidak mungk
Read more
Drama
Part28"Eh neng Karin, mau masak apa?" Bu Romlah menyapaku, ketika melihatku memilih-milih sayuran segar di tukang sayur mang Diman."Mau masak-masakan kesukaan mas Alif," sahutku santai. Dengan mata dan tangan terus fokus ke sayuran yang ingin kubeli."Eh, Kakak si pelakor ada disini," sungut Dinda, yang tiba-tiba datang dari belakang Bu Romlah.Dinda memang tidak serumah dengan mas Yusuf dan Aisya, untuk sementara ia tinggal di rumah Ummi."Nggak usah jail tu mulut," sahutku, masih dalam mode santai, sambil meraih ayam yang sudah di potong-potong dan dibuat dalam plastik."Idih tersinggung! Emang bener kan?" cibirnya lagi. Aku masih diam, berusaha untuk tidak menanggapi. Kemudian Aisya datang dan mengucapkan salam kepada kami semua.Mang Diman si tukang sayur, juga Bu Romlah dan aku menjawab salamnya. Hanya Dinda yang tidak menyahut."Alah, sok alim banget sih," sindir Dinda.&n
Read more
Drama selesai
Petaka MenduaPart29"Dinda, ada apa?" tanya suamiku dengan ramah. Aku yang tadinya berniat masuk, menghentikan langkahku."Em, Akang! Dinda mau bicara sama si Karin," ucapnya genit. Cih, pengen kugilas wajah sok manisnya itu."Ada apa?" cetusku, dengan wajah yang mulai nampak emosi.Dan, sepertinya mas Alif pun paham, dengan raut wajahku, yang sudah tidak bersahabat."Yang lembut dong! Karin. Percuma pake jilbab, kalau tutur katanya kasar!" ucapnya, dengan tersenyum menatap suamiku tanpa kedip.Tadi awal datang dia-nya yang galak, eh sekarang dia-nya sok imut macam begini, gila, pikirku."Ada apa?" tanyaku, berusaha menahan diri. "Karin, nggak sopan banget sih, kalau ada tamu itu suruh masuk kek dulu. Masa, kita ngobrol di depan toko, tempat suami kamu mengais rezeki," celetuknya panjang lebar. Membuatku melongo, dengan tingkah nggak tau dirinya."Mas, Karin masu
Read more
Nasib
Petaka MenduaPart30"Danang, tanggung jawab kamu! Gara-gara kamu, si Linda kabur ...." Bu Daung datang, langsung menyemprot Danang."Emm .... Maaf, Bu. Apa yang bisa Danang lakukan? Agar menebus kesalahan Danang?" Adik mas Alif itu nampak memucat, namun ia masih bersikap berani tanggung jawab."Jemput Linda, mungkin di rumah Neneknya!" kata Bu Daung.Seketika, wajah Danang yang tadi pucat dan nyaris mendung, mendadak cerah, seakan mendapat angin segar."Dimana rumah Neneknya? Bu. Kapan Danang bisa kesana?" tanya Danang, antusias."Sekarang, nanti Ibu catatkan lokasinya! Jemput dia hari ini juga, kalau gagal, saya sate kamu!" seloroh Bu Daung. Mas Alif bergidik mendengar ancamannya, sedangkan aku hanya terkekeh.Sepulang Bu Daung, di toko hanya tersisa aku dan mas Alif. Sedangkan Danang, ia pergi menyelesaikan misi dari Bu Daung, sebagai bentuk tanggung jawa
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status