All Chapters of Tiga Wanita Jagoan: Chapter 21 - Chapter 30
40 Chapters
Kontrak
“Aman aku akan telepati dengan Tuan Guru Shaleh dulu, percaya sama aku ni,” Bi Tinah meyakinkan.“Makasih kak.” Mata Bi Laila memandang haru, lengkungan senyuman itu pun menghiasi wajahnya. Bi Laila merasa bersyukur bisa berkumpul dengan Bi Tinah dan juga memiliki murid yaitu Ria.Bi Laila harus menyelesaikan masalah anaknya yang menjadi pikirannya beberapa hari ini. Semenjak suaminya memutuskan menikah lagi, ia sebenarnya menerima hal itu dengan lapang dada. Merasakan bahagia juga akhirnya, mantan suaminya dapat pengantinya. Tapi tidak dengan anak mereka. Remaja itu perlu beradaftasi untuk menerima wanita lembut itu menjadi ibunya.  Sebenarnya Bi Laila telah menyelidiki latar belakang dari istri mantan suaminya itu. Hasilnya tidak buruk. Wanita itu memiliki catatan yang bersih. Mungkin anaknya saja yang masih memiliki hal yang menganjal. Maka Bi Laila harus menjumpai mereka agar masalah terselesaikan.*** Matahari terli
Read more
Usaha Keluarga Clara
“Aku terlalu gegabah hari itu, maaf,” Paman Tiok  memasang wajah serius sembari memperbaiki letak dasinya yang serasa mencekik.“Kau tahu salahmu!” sahut suara sambungan telepon genggam diseberang sana.“Iya Bos, maafkan saya.”“Lain kali jangan gegabah, saya bisa tahu itu pasti ulah kamu, mainmu terlalu kasar itu,” nasihat orang yang sangat dihormati oleh Pamannya si Ria itu mengema seakan menghunus dadanya.“Saya akan ingat itu,dan tak akan mengulanginya.”“Baik, saya pegang kata-kata kamu.”Sambungan pun diputus. Paman Tiok menghela napas berat. Wajahnya terlihat kelam. Tentunya tindakannya kemarin memang terlalu tergesa-gesa. Saat ini di kepalanya muncul rencana yang harus dilaksanakan, dan tentunya tidak bisa lepas dari bantuan dari anak serta istrinya. Paman Tiok memutuskan untuk menjumpai mereka segera.Lelaki perlente berperut buncit itu menggeser lay
Read more
Mulai Sibuk
Di tempat lain, Ria baru saja selesai jadwal kuliah. Abid serta Nisa mengajak Ria untuk berjalan-jalan dulu setelah mereka selesai makan siang. Tiba-tiba ponsel Ria berdering. Terlihat nama ‘ Si Pak Bos’ pada layar androidnya. Gadis yang saat itu mengenakan baju tunik bermotif pokladot itu menghela napas berat.“Ya, halo. Ada apa Pak?” Ria membuka percakapan.“Segera ke kantor saya, sekarang!” titah suara bariton Afran di sambungan.  ‘Siap!” jawab Ria singkat. Bibirnya yang tebal berukuran kecil itu pun maju beberapa senti.“Heh, napa?” tanya Abid. “Jadi nggak yok buruan.” Abid menarik tangan Ria yang tertinggal dari berjalan beriringan dengan Nisa.“Maaf ya, aku—““Tu kan, pasti nggak jadi.”  sewot Nisa. Gadis bertubuh gempal itu merasa Ria sudah memiliki kesibukan sendiri. Mereka sudah sangat lama tidak pergi hunting bersama-sam
Read more
Alis Miring
Pagi Minggu yang cerah. Selesai Salat Subuh Ria menghubungi bibinya serta menjelaskan hal yang terjadi. Bahkan panggilan melalui video call itu pun Ria manfaatkan untuk menunjukan barang-barang baru miliknya. Semula wajah Bi Tinah terlihat datar dan tak suka. Ia meragukan kemampuan keponakannya itu. Selain itu ia khawatir dengan waktu kuliah Ria yang nantinya akan terbagi. Berulang kali Ia menyesalkan atas keputusan Ria yang tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Untunglah Bibi Laila membantu Ria, agar Bi Tinah bisa menerima apa yang telah Ria pilih. Berapa kali juga Bi Laila berdecak kagum dengan barang-barang yang telah gadis itu dapatkan untuk menunjang penampilan bekerjanya mendatang.Selanjutnya gadis itu mendapat nasihat yang panjang tentang harusnya ia memiliki kewaspadaan dalam segala hal. Dunia  kejam itu ada, kenyataan memang terkadang jauh dari harapan. Kepalsuan akan selalu ada mengiringi kehidupan. Menurut kedua bibinya Ria gadis yang masih lugu dan belu
Read more
Om Bram
“Rata semua,” Pria bercambang halus itu bergumam. Ketika melihat penampilan Ria dengan busana kerja yang formal. Meski diakuinya wajah gadis di depannya ini sangat menawan, apalagi dengan polesan tipis natural.“Apa, Bapak bilang,” sungut Ria karena samar ia mendengar atasannya itu bersuara.“Tak ada! Segera kita pergi!” ajaknya.Mereka menggunakan mobil Afran yang dikemudikan oleh supir. Ria duduk di belakang di samping Afran hanya diam. Tak ada yang membuka percakapan. Arah mobil menuju keluar dari kota Pekanbaru. Gadis berkulit putih itu hanya memandang ke kaca mobil. Melihat dan menikmati pemandangan sepanjang jalan.Afran yang duduk dengan menyilangkan kakinya, asyik dengan tablet di tangannya. Sepertinya dia pun tak menganggap Ria ada. Gadis itu menghela napas berat, matanya mendadak diserang kantuk. Ia pun terpejam, dinginnya AC mobil membuatnya makin lelap. Tanpa sadar tubuh dan kepala gadis berhijab warna hitam
Read more
Sekap
“Kau tahu La, aku ni tak enak hati!” Bi Tinah menghentikan kunyahannya, makannya tak begitu berselera setelah mendengar pengaduan Ria semalam.“Kakak terlalu berlebihan, santai kak. Yakinlah Ria pandai jaga diri itu,” Bi Laila mencoba menghibur.“Aku rasa ingin menyusul ke pekanbaru, menjenguknya atau—““Hah, coba telpon dulu.”Bi Tinah meninggalkan meja makan berangsur ke kamar, beberapa detik kemudian keluar dengan membawa ponselnya. Melalui aplikasi berlogo telepon hijau Ia melakukan panggilan video tetapi tak tersambung. Wajah perempuan bermata bulat itu menjadi lebih murung. Gelisah serta khawatir segera menghingapi hatinya.“Mungkin lagi di cas lo,” Bi Laila mengambil ponsel itu. Mengeser layar serta mengulangi panggilan. Hasilnya tetap sama, handphonenya tak aktif.Di saat kedua wanita dewasa itu hanyut dalam pikirannya. Tiba-tiba panggilan masuk terdengar di ponsel Bi
Read more
Bantuan Gaib
Mendadak hawa panas terasa, meski angin justru berembus dengan kencang. Afran yang tidak tahu apa-apa, hanya bisa terkejut. Afran melihat tiba-tiba ikatan pada tubuh mereka tiba-tiba putus dengan sendirinya. Ria segera berdiri, menarik tangan Afran agar mengikutinya. Terdengar knop pintu yang terkunci itu bergerak sendiri, pintu pun terbentang mempersilahkan mereka keluar. Mereka dihadang dua pengawal yang semalam telah berkelahi dengan Ria. Perkelahian pun terjadi, Afran pun beraksi menunjukan kebolehannya. Kekuatan dari alam gaib pun masih berlangsung, sampai kedua pengawal itu terhuyung tanpa sebab. Afran dan Ria terus berlari mencari jalan keluar. Ternyata di pintu gerbang segerombolan pengawal telah menghadang mereka. Adu kekuatan dengan jumlah berbeda itu pun tak terelakkan lagi. Mereka menghadapi pasukan khusus terlatih yang jumlahnya sangat ramai, membuat mereka kewalahan. Untung saja bantuan dari jin penghuni pulau itu ikut serta memberi keku
Read more
Salah Sasaran
Kaki–kaki Afran dan Ria berusaha melangkah dengan pelan. Agar tak menimbulkan gemerisik pada rerumputan semak belukar. Mereka memiliki pemikiran yang sama seharusnya menuju garis pantai tujuan akhir. Agar bisa meninggalkan dengan makin memasuki hutan semak ini. Akhirnya bagaimana pun caranya kedua pengawal yang tersisa harus bisa mereka lumpuhkan. Terdengar letusan nyaring, suara tembakan. Tubuh Ria terkesiap. Letusan itu berasal dari salah satu pengawal Om Bram yang menembak ke  arah atas. Mereka berdua mengarahkan pistol tersebut ke arah Afran dan Ria. “Hand’up” Mereka semakin mendekat. “Jangan melakukan gerakan, serahkan pistol, ikut kami!” bentaknya lagi. Afran hanya tersenyum tipis, bagaimana pun dia merasa pada masih diuntungkan. Kedua pengawal ini pasti tak akan berani membunuhnya karena belum dapat intruksi dari Om Bram. “Biar lebih jantan ayo kita duel tangan kosong, bukankah memalukan seorang pria memaksa dengan pistol,” ejek Af
Read more
Bagas Sang Asisten
“Harap menyerah, sebelum kami memborbardir kalian dengan bom!” Bagas berteriak menggunakan pengeras suara. Ketika jarak mereka hanya tinggal sekitar lima meter mendekati Speed Boat yang di dalamnya terdapat Afran dan Ria. Afran yang besembunyi di balik kemudi, memandang ke arah Ria. Seakan meminta pendapat gadis yang jilbabnya sudah tak beraturan itu Keponakan Bi Tinah itu hanya menaikan kedua bahunya. Pikiran menganalisa sedang berkecamuk di otak pria berhidung mancung itu, jika pun mereka memilih menceburkan diri ke air, jika serangan bom itu benar adanya. Mereka belum tahu kedalaman air laut di daerah tersebut. Ia pun belum sempat menanyakan pad aria apakah gadis itu memiliki kemampuan berenang dan menyelam. Pilihan sulit, maka tanpa menjelaskan pada Ria ia menarik pergelangan tangan Ria untuk di naikkan ke atas kepala masing-masing. Tak lama berselang Afran dan Ria berdiri pada ujung Speed Boat dengan mengangkat kedua tangan mereka ke atas. Bagas sangat terkejut
Read more
Emosi Afran
Ria melangkah dengan jalan yang seperti setengah berlari. Mengiringi langkah Afran dan Bagas yang melangkah lebar. Gadis itu sedikit kewalahan mengimbangi langkah kedua pria tinggi itu yang cepat. Mereka memasuki gedung di belakang perusahaan. Gedung berlantai tiga berbentuk kubah menghadap jalan besar. Berdiri dengan kokoh dilindungi pagar tinggi dengan langit biru yang membingkai atasnya. Pelatarannya luas dengan pohon rindang tertanam sepanjang pagar. Terdapat tulisan’Security’ di puncak banguannya. Pintu langsung dijaga ketat. “Selamat pagi, Pak. Sebelah sini,” sapa seorang pria berbadan tegap mengarahkan mereka ke lift. Dengan sigapnya Bagas melakukan scan ID di sensor yang disediakan di atas tombol lift. Setelah konfirmasi diterima ia memencet lantai basement. Ada dua lantai di bawah. Lantai basement A untuk operasional, sedangkan yang satunya merupakan tempat rahasia peralatan mereka. Sedangkan dua lantai di atas  adalah kantor divisi keamanan yan
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status