All Chapters of Not Allone: Chapter 31 - Chapter 40
44 Chapters
31 || Siapa dia?
Berselang 30 menit kemudian, dokter utama mengizinkan Laurel menjenguk pasien masih menutup matanya. Laurel tidak pernah menyangka bahwa Alya akan datang menemuinya sebagai pasien. Hatinya masih berdebar, tidak lupa pula Laurel memberitahu Dirma tentang kejadian hari itu."Harusnya kita bersantai di taman, Al. Kenapa kamu menemuiku dengan kondisi seperti ini?"Laurel mengenggam tangan Alya, air matanya menetes. Namun ia tidak ingin memperlihatkan kepada dunia tangisannya. Laurel menangis dalam diam, ia sungguh tidak bisa menghadapi kenyataan."Aku baik-baik aja, Rel. Jangan nangis, lelaki sejati nggak boleh nangis, lho."Mendengar suara itu, Laurel bersegera mendongakkan kepalanya. Gadis yang sedari tadi menutup mata perlahan-lahan mulai tersadar."Al, kamu nggak apa-apa? Apa yang sakit, biar aku panggilin dokter.""Kamu juga dok
Read more
32 || Dia sedang berjuang
Bandara penerbangan ramai dengan orang yang hilir mudik. Beberapa orang tampak sedang menunggu pesawat yang akan ditumpanginya, beberapa lagi sibuk mengurus administrasi. Kinan memapah Laura duduk di salah satu bangku tunggu sembari memperhatikan sekitarnya. "Nih, Ra. Minum dulu, wajah lo pucet banget." Kinan membuka sebotol air mineral. "Lo kenapa? Lo sakit?" "Tidak, mungkin kecapean aja." Timpalnya mengelak. Laura meminum air mineral itu, lalu menghela nafas berat. "Lo istirahat aja, gue bakal nelpon kak Rel." Kinan mengotak-atik ponselnya, menghubungi Laurel yang mungkin sedang sibuk di rumah sakit. "Kak Rel?" "Iya, Kinan. Ada apa?" Suara dari seberang telepon menyapanya."Aku sama Laura udah nyampe nih, di bandara. Kak Rel bisa jemput nggak? Soalnya Laura kayaknya sakit deh, kak." "Sakit? Kenapa? Sakit apa?" Mendengarkan Kinan, seketika ia panik. Untung saja ia sedang senggang. "Tidak tahu pasti sih, cuma katanya capek doang.""Yaudah, kamu tunggu disana ya? Jagaian Laura.
Read more
33 || Aku ingin pergi
"Kardiomegali bukanlah penyakit, melainkan tanda dari penyakit tertentu. Mungkin terjadi akibat stress ringan, melemahnya otot jantung, penyakit arteri koroner, atau bahkan masalah pada katup jantung." Jelas dr. San yang menandakan bahwa rapat mereka telah di mulai.Ruangan berukuran 5×6 cm dengan satu meja panjang tampak lenggang, para dokter yang sedang duduk memperhatikan catatan yang mereka bawa. Hampir semua yang hadir dalam rapat adalah dokter senior, hanya dua diantaranya yang merupakan dokter muda dan residen."Pasien mengalami gejala irama jantung abnormal, sesak nafas, pusing, dan nyeri dada." Laurel menambahkan, ia juga membaca laporan tentang kondisi pasien yang tidak lain adalah adiknya sendiri.Dr. San menampilkan hasil rontgen dada milik Laura di layar. "Ini adalah hasil rontgen pasien.""Ada masalah pada katup mitral dan tricuspid nya," Dr. Lay mem
Read more
34 || Aku sayang Bunda
"Bunda yakin?" Lenda masih berdiri di tempatnya, menatap Indah dengan penuh selidik. "Sudah cukup banyak waktu yang aku kasih, Bun!" "T-tolong Bunda, please." Indah memelas, ia sungguh tidak siap jika nantinya semua akan kembali terulang ."Bagaimana jika aku tidak mau?" "Sekali ini saja, tolong beri Bunda kesempatan untuk membahagiakan Laura, nak!" Indah memegang tangan Lenda, ia terus memohon untuk hal yang sudah di sia-siakannya selama bertahun-tahun. "Sekali lagi?" Lenda bertanya, ia melepas genggaman tangan Indah. "Bunda sadar, gak? Sudah banyak kesempatan yang aku kasih untuk Bunda. Dan kini Bunda ingin kesempatan itu datang lagi?" Ia menghela nafas berat. "Lenda, sayang. Dengerin Bunda dulu, nak!"Lenda tidak menghiraukan perkataan Indah, ia terus melangkah mundur. Tampaknya Lenda sudah mau pergi, entah itu akan segera membawa Laura bersamanya, atau tidak.
Read more
35 || Pergi seperti ini, aku tidak menyesal
Dr. San menatap Iswan dengan berat, seakan tidak sanggup memberi penjelasan kepada pria paruh baya tersebut. Kebetulan, saat ini dr. San tengah mempelajari kasus Laura, mencari celah kecil untuk menyelamatkan gadis itu. "Apa ... penyakitnya parah?" Iswan bertanya dengan segala keraguan dalam benaknya, seakan-akan tidak siap dengan penjelasan yang kelak akan ia terima. "Nampaknya, dokter Laurel belum menyampaikannya." Ucap dr. San sembari berusaha mengukir senyum walaupun nampak suram. "Laura ... dia menderita Kardiomegali. Juga terdapat beberapa komplikasi pada jantungnya." Dokter San memperlihatkan hasil rontgen kepada Iswan, lantas menjelaskan dengan teliti tentang masalah kesehatan Laura. "Dia pasti bisa ... sembuh, kan?" "Sejauh ini cara paling berpengaruh ialah transplantasi, Pak. Sudah lama saya mendaftarkan Laura dalam pencarian organ. Namun, hingga saat ini belum mendapatkan donor yang sesuai." Dr. San k
Read more
36 || Mari berspekulasi
Kembali terbayang dalam benak Indah tentang senyuman Laura yang baru saja ia lihat. Senyuman yang begitu tulus. Rasanya, keinginan Laura seakan sudah tercapai. Ia hanya ingin mendengar kalimat itu dari mulut Indah, kalimat sayang yang sudah dinantikannya selama 14 tahun terakhir."Laura! Bangun, nak! Bangun!" Indah menggoyang goyangkan tubuh tidak bernyawa milik Laura, berharap keajaiban akan segera datang menyapa hati yang luka, mungkin sekaligus memperbaiki mental yang mulai meremuk."Jangan siksa Bunda seperti ini, Bunda ingin kamu kembali!""Cukup ya, tante!" Kinan menghempaskan tangan Indah dari tubuh Laura. Ia tahu, tidak seharusnya ia ikut campur dalam urusan keluarga Alibasyah. Tapi hati nuraninya tidak menerima hal tersebut."Apa tante belum puas, sudah buat hidup Laura menderita?"Jangankan menjawab pertanyaan Kinan, Indah lebih memilih bungkam dan terus menatap Laura. Ia tahu kesalahan yang di perbuatnya, Indah tahu jelas hal tersebut.Tapi a
Read more
37 || Lo tetap sahabat gue, baik hari ini, besok, maupun di masa depan kelak
Suasana tempat itu lenggang. Walaupun banyak orang yang berlalu lalang, tetap saja mereka hanya sibuk pada pekerjaan masing-masing. Alya menggulir layar ponselnya malas, ia sedang menunggu Laurel untuk sekedar bertemu sapa.Ponselnya berdering pertanda panggilan masuk, terpampang jelas di layar ponsel nomor tanpa tuan. Tidak ada nama disana."Kau sudah gila, ya!?"Amarahnya memuncak ketika menerima panggilan telepon tersebut. Bukan kata sapaan lagi yang menyambut indra pendengaran si penelpon, tapi kata yang terkesan kasar untuk sekedar awal pembicaraan."Kau ingin membunuhku!?""Eits, tenang nona Alya." Suara berat dari seberang sana menanggapi, "jika saya ingin membunuh anda, pasti dokter Laurel sudah berduka sekarang."Orang itu terkekeh, seakan menikmati permainan yang ia buat. Ekspresi wajah Alya terlihat masam, sepertinya ia tidak menyukai situasi seperti sekarang."Mengapa? Anda sudah takut?
Read more
38 || Seseorang dari masa lalu
Hilir mudik kenderaan terus menyambut indra pendengaran, membuat siapa saja yang mendengarnya akan merasa bosan. Setiap saat, hanya bunyi kenderaan yang terus terdengar. Mungkin, begitulah nasib orang yang tinggal dan menetap di kota."Rafael?"Suara seorang cewek memanggil nama Rafael, suara yang terdengar tidak begitu asing baginya. Rafael yang sedang membaca buku di taman kota menoleh ke arah suara, mencoba mencari tahu siapa gerangan yang memanggilnya.Terpisah tiga meter dari tempatnya duduk, seorang cewek dengan style berkelas berdiri sembari memperhatikan dirinya. Cewek itu menggunakan rok yang panjangnya bahkan tidak mencapai lutut, dengan atasan pakaian lengan panjang.Rambutnya tergerai rapi, nampak indah jika di pandang. Cewek itu tersenyum, lantas berjalan lebih dekat ke aeah Rafael yang bahkan masih mencoba mencari tahu siapa cewek tersebut."Eh, apa kabar?""Kita saling kenal, ya?" Rafael ber
Read more
39 || Semua hanyalah andaian belaka
Rafael duduk di kamarnya, cowok idaman para cewek itu menyandarkan diri di dinding. Mungkin melepaskan lelah setelah melewati hari tanpa gadis terkasihnya, Laura.Cowok itu menghembuskan nafas pelan, berusaha untuk melepaskan beberapa beban hidup melalui hembusan nafas tersebut. Rafael menatap lamat-lamat kamar yang lenggang, hanya ia sendiri yang berada di kamar mewah itu.Namun, apa gunanya berada di kamar mewah nanti sepi itu? Hanya menambah kesunyian di tengah kemewahan yang di nikmati seorang diri. Rafael meraih sebuah foto yang setia terletak di nakas yang berada beberapa sentimeter dari letak ranjangnya.Manik mata cowok itu memandang sendu foto yang kini berada dalam genggamannya, menatapnya dengan tatapan sedih. Dalam tatapan itu bercampur aduk berbagai macam emosi.Marah, sedih, kecewa, semua tergabung dalam tatapan sendu yang cowok itu tunjukkan.Pikirannya kembali ke masa di mana cowok remaja itu masih berusia belia. Ken
Read more
40 || Semua berjalan sesuai alunan takdir
Suasana  kediaman milik keluarga Alibasyah nampak lebih sepi dari biasanya. Rumah mewah itu menampakkan kesunyian yang terpampang jelas. Sejak Laura pergi ke Turki untuk melanjutkan pendidikan gadis itu, Laurel sangat kecewa karena harus berpisah dengan adik kesayangannya. Hal tersebut membuat cowok itu jarang menampakkan diri di rumah mewah tersebut. Biasanya, ruang makan selalu di selingi dengan canda tawa dari anggota keluarga Alibasyah yang hanya terhitung jari itu. Kini, kadang kala hanya ada Indah dan suaminya. Laurel sering beralasan karena jadwal pemeriksaan yang padat untuk menghindari cowok itu pulang ke rumah dan mengulas luka lama. "Kayaknya aku akan pulang sedikit lebih lama dari biasanya, kamu jangan sampai kecapean, ya?" Lelaki paruh baya yang menyandang status sebagai kepala keluarga Alibasyah sekaligus pemilik beberapa perusahaan besar lainnya membuka percakapan setelah kesunyian menerpa mereka beberapa saat yang lalu.
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status