Semua Bab Ibu Super (Aku bisa Tanpamu, Mas!): Bab 21 - Bab 30
54 Bab
Hikmah dari Sebuah Musibah
"Maaf, Mbak tadi aku lanc*ng berbicara seperti itu pada Mas Satya, aku kesal melihatnya. Jadi laki-laki labil tidak tegas!" gerutu Mas Ammar. "Gak apa-apa, aku tahu Mas Ammar hanya menggretak Mas Satya, kan?" aku balik bertanya. "Sebenarnya enggak juga, aku memang menyayangi Mbak dan anak-anak," ucapnya. "Jangan bercanda, Mas? Siapalah aku ...."  "Tak apa kalau Mbak tidak percaya, nanti aku akan membuktikan semuanya." Suasana hening, akubdan Mas Ammar saling diam sambil menunggu ojek online yang kupesan datang. "Jangan lupa kembali besok Shubuh!" imbuh Mas Ammar. Mas Ammar mengantarku sampai lobi Rumah Sakit, aku pulang menggunakan ojeg online. Tak lupa aku menitipkan Brama berkali-berkali. Walau bagaimanapun Mas Ammar tetap orang lain aku takut jika nanti Brama merasa tidak n
Baca selengkapnya
POV Bramma
Aku sangat senang sekali saat ayah dan ibu memberi tahu jika aku akan memiliki seorang adik. Saat itu aku melompat kegirangan, sudah lama aku ingin seperti teman-temanku yang punya adik. Mereka tidak kesepian dan bisa bermain bersama adik mereka, sepertinya sangat menyenangkan. Suatu malam ayah tak kunjung pulang, aku dan ibu menunggu sambil menonton TV di ruang depan. Cukup lama aku dan ibu menunggu sampai aku tertidur tak kuat menahan kantuk. Pagi harinya saat bangun ibu dan ayah tidak ada dan aku sudah berada di rumah tante Ivi. Aku menangis karena ibu dan ayah tak pernah pergi meninggalkanku tanpa izin. "Ibu ... ibu ...!" panggilku sambil menangis. "Sudah jangan menangis! Ayah sama Ibu Brama pergi cuma sebentar. Sekarang Brama mandi ya, ganti baju juga. Nanti kita makan bareng sama Reva," ajak tante Ivi. Aku memang sudah bisa mandi da
Baca selengkapnya
Kotak Berisi Kebaya
Hari ini mama dan bapak akan pulang, kakak iparku dan anak sulungnya sudah menjemput. Alhamdulillah kedua kakakku di kampung sayang pada Mama dan bapak mereka saling bantu dan tidak saling mengandalkan satu sama lain. "Kamu dan anak-anak hati-hati ya di sini! Sering-sering telepon Mama dan bapak di kampung," pinta bapak. "Pasti, Pak. Gina pasti sering telepon bapak dan mama," jawabku. Beberapa pakaian aku titipkan pada kakak iparku, sebagai oleh-oleh untuk kakak, kakak ipar dan keponakan-keponakanku sebagai oleh-oleh. Ada uang jajan juga untuk mereka, entah kenapa pemikiranku mungkin berbeda dengan orang lain. Menurutku aku harus berbagi dengan orang-orang yang sangat dekat dengan kita dulu baru setelahnya bisa berbagi dengan orang yang membutuhkan lainnya. "Terima kasih, ya Gin ... kakak-kakak dan keponakanmu pasti senang menerima semua
Baca selengkapnya
Kemarahan Rena
Barang-barang yang sudah dikemas dan siap untuk dikirim  karyawanku berserakan di lantai. Kata putri, Rena datang ke toko, marah-marah dan mengacak-ngacak barang yang sudah siap dikirim tersebut.  Empat orang karyawati dan seorang karyawan laki-lakiku tak bisa menahan kemarahan Rena, menurut mereka Rena terlihat begitu emosi dan memb*bi buta. Semua barang-barang yang rusak harus dikirim hari ini, mlau tidak mau aku dan anak-anak mengemas ulang kembali barang-barang yang akan dikirim tersebut. Gara-gara terlempar kesana-kemari hampir semua kemasan yang sudah dipacking jadi kusut dan rusak. Dasar bocah aneh! Kalau ingin bertemu denganku kenapa juga harus merusak barang-barang jualanku. Jika dibiarkan nanti kebiasaan. Setelah pengemasan ulang selesai aku menitipkan Brama dan Cantika pada Putri dan Ayu. Jika mereka ikut aku khawatir anak-anak nanti melihat Rena mengam*k lagi.&n
Baca selengkapnya
POV Satya 2
Kedekatanku dengan Rena perlahan membuat aku menjauh dari Gina dan Brama. Jangankan membantu istri mengerjakan rumah seperti biasa berlama-lama di rumah saja sekarang aku malas. Rena memang pintar, dia punya saja cara bagaimana caranya agar bisa berduaan denganku. Pagi-pagi dia datang ke rumah meminta tolong untuk memasangkan antena dan menyeting program pada TV baru miliknya. Tentu saja Gina marah dan tidak merespon. Brama yang membangunkanku di kamar. Aku langsung bangun dan versih-bersih saat Brama mengatakan Rena mencariku. Selesai bersih-bersih Gina dan Brama sudah tidak ada, entah pergi ke warung atau menghindar karena tidak suka dengan kedatangan Rena ke rumah. Membetulkan antena sebetulnya hanya siasat Rena saja karena tidak ada masalah sama sekali dengan TV dinkontrakannya. Namanya sedang kasmaran makan Fastfood yang dipesan via aplikasi berdua saja berasa m
Baca selengkapnya
Resmi Bercerai
Dari awal gugatan cerai tak sekalipun aku menghadiri persidangan. Aku tak ingin melakukan mediasi atau apapun itu. Aku ingin semua proses cepat selesai dan akta perceraian segera aku terima. Dengan uang yang kupunya sekarang, bisa saja aku mempercepat semua prosesnya tapi aku tidak ingin melakukannya. Aku akan mengikuti semua prosedur sampai ketuk palu. Aku siap menjadi single mother, kuat dan bisa hidup tanpa sedikitpun nafkah dari Mas Satya. Aku tahu seharusnya Mas Satya masih wajib menafkahiku dan anak-anak tapi biarlah aku tidak akan menuntut apapun darinya. Semua akan menjadi urusan Mas Satya dengan Yang Maha Kuasa nanti di akhirat. Untuk saat sekarang aku tidak ingin memikirkan soal Mas Satya, Rena ataupun Mas Ammar. Aku ingin fokus dengan anak-anak dan pekerjaan saja. Alhamdulillah semakin hari penjualan semakin meningkat, Allah selalu melimpahkan rizkinya unt
Baca selengkapnya
POV Rena 2
Sejak Mbak Gina pulang dari Rumah Sakit aku belum bertenu Mas Satya lagi. Rindu ... tentu saja. Aku ingin sekali menemui Mas Satya, setelah memutar otak akhirnya aku mendapatkan sebuah ide. Aku pergi kerumah kontrakan Mbak Gina untuk menemui Mas Satya. "Assalamualaikum, Mbak. Mas Satya ada?" Aku mengucap salam nyelonong masuk ke dapur. "Waalaikumsalam, Mas Satya tidur. Pulangnya sangat larut mungkin kecapean," jawab Mbak Gina, ketus. Mbak Gina menjawab sambil mencuci piring. Mas Satya dibangunkan Brama, kulihat ia segera mencuci muka ke toilet.  "Mbak Gina, aku pinjam Mas Satya, ya? Aku baru beli TV, mau minta tolong pasang antena sekalian setting program TV-nya. Bentar aja, biar Mbak gak salah faham Brama nanti ikut ke kontrakanku," izinku. Mbak Gina hanya memberi senyum hambar, sebelum Mas Satya keluar
Baca selengkapnya
Apakah Dia Jodohku?
Setelah aku resmi bercerai dengan Mas Satya dan terbebas dari segala perbuatan Rena, aku kira semua akan menjadi semakin baik. Nyatanya hidup tak ada yang lempeng dan lurus-lurus saja seperti jalan tol. Menyandang status sebagai jand* lebih berat, banyak sekali fitnahan orang-orang yang nyinyir terhadapku. Tentu saja orang-orang yang iri akan berpikir macam-macam tentangku, bagaimana tidak? Dalam waktu kurang dari satu tahun bisnisku melesat begitu cepat. Ada yang mengira aku calon istri Koh Awei pemilik Ruko, maklumlah saat pertama kali menyewa ruko istri koh Awei memang belum lama meninggal. Ada juga yang mengira aku sel*ngkuhan Pak Santoso, juragan kaya yang menyewakan banyak jenis mobil untuk bisnis. Belum lagi banyak laki-laki yang datang sekedar mengg*da dan menganggapku sama seperti perempuan kebanyakan. Mereka menawarkan kekayaan dan kemapanan tapi apa mau dikata kekayaan sebanyak apapun
Baca selengkapnya
Gina Milikku!
Memutuskan untuk menikah lagi bukan hal yang mudah. Menikah adalah pilihan hidup untuk selama-lamanya bukan untuk sehari saja. Maka dari itu kita harus memilih pasangan yang bisa benar-benar membuat kita nyaman, aman dan beriman. Jika pasangan yang kita pilih tepat insya Allah pernikahan kita akan langgeng sampai syurga Allah. Aku tidak terburu-buru mengambil keputusan, dengan tidak menyakiti Mas Ammar ataupun Abanya aku meminta waktu beberapa hari untuk berdoa dan berpikir. Alhamdulillah Mas Ammar dan Abanya tidak keberatan. "Mbak jangan terburu-buru jangan juga terpaksa menerimaku jika Mbak tak bisa tak masalah ... menyayangi Mbak dan anak-anak tidak harus menikah juga. Tak berjodoh bukan berarti tak bisa bersaudara," kata Mas Ammar. Ini orang memang baikknya kebangetan, kalau seperti ini bagaimana bisa aku menolak permintaannya. Berpuasa sunah dan melaksanakan sha
Baca selengkapnya
Aku tak Tahu jika Mas Ammar Ternyata??
Setengah jam setelah Mas Satya menangis histeris, resepsi dihentikan atas permintaan Mas Ammar. Mas Ammar tidak tega melihat Mas Satya. Untunglah Mama mertua dan Abanya Mas Ammar mengerti dengan situasi yang baru saja kami alami. Aku dan anak-anak pulang ke rumah Mas Ammar. Rumah berarsitektur modern yang mewah dan sangat elegan. Senang sekali rasanya karena keluarga Mas Ammar juga menerima anak-anakku dengan baik. Mama, bapak, ibu, ayah, kakak, sepupu, ponakan, saudara-saudaraku dari kampung, Mas Galih, Mbak Ivi dan  seluruh karyawanku ada di rumah ini.  "Ada acara apalagi ini, Mas?" tanyaku. Selain orang-orang yang kusayang berkumpul semua, di rumah besar ini juga banyak sekali makanan. "Syukuran rumah dan pindahan kamu dan anak-anak kesini, biar sekalian sebelum nanti Aba dan Ummi pulang," jawab Mas Ammar. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status