All Chapters of Ibu Super (Aku bisa Tanpamu, Mas!): Chapter 11 - Chapter 20
54 Chapters
POV Satya
Namaku Satya Anggara, sudah tiga tahun aku merantau di kota bersama istriku Gina dan anak laki-lakiku Brama. Meskipun kami hidup mengontrak, kami tetap bertahan karena aku dan istriku bertekad untuk merubah nasib. Orangtua kami di kampung semuanya petani tak ada salahnya jika aku dan istri ingin bekerja di bidang lain untuk memperbaiki perekonomian keluarga kearah yang lebih baik. Pekerjaanku hanya sebagai karyawan pabrik biasa di sebuah perusahaan elektronik yang bekerja sama denga perusahaan milik orang China. Dengan ketekunan dan keuletanku selama beberapa tahun sedikit demi sedikit gajiku meningkat. Tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan keluarga tapi juga bisa memberi uang jajan untuk kedua orangtua kami setiap bulan. Tahun ketiga ini Alhamdulillah, naik jabatan. Aku sudah tidak mengawasi lagi bagian gudang tapi pindah ke gedung utama sebagai staff. Dengan naiknya jabatan ini berarti naik juga
Read more
POV Rena
Aku hanya seorang gadis kampung Misk*n yang ingin merubah nasib keluargaku. Aku anak yatim, bapak sudah meninggal 4 tahun lalu. Sebagai anak sulung aku harus lebih bekerja keras agar bisa membantu ibu membiayai ketiga adikku. Berbekal ijazah SMA aku nekad pergi ke kota, meski menjadi seorang karyawan pabrik akan kujalani yang terpenting aku dapat uang halal untuk menafkahi keluargaku. Dengan bekal seadanya aku menyewa sebuah kamar kontrakan untuk tinggal selama bekerja di kota. Jujur saja aku harus banyak berhemat karena uang bekalku yang pas-pasan. Rizki anak sholeha, saat sedang beres-beres pakaian seseorang datang memberikan nasi berkat. "Assalamuallaikum!" ucap seorang laki-laki yang menurutku, sangat tampan. Aku muncul dari dalam rumah kontrakan saat mendengar ia mengucapkan salam.  "Maaf, Mbak ini ada nasi berkat." Dia memberik
Read more
Kangen Ibunya bukan Anaknya
Setelah tahun ajaran baru dimulai kegiatanku cukup sibuk karena dari jam 7 sampai jam 10 pagi harus standby menunggu Brama di Sekolah. Waktu berjualan sedikit terpangkas, aku hanya bisa berjualan dari siang sampai Maghrib saja. Dengan berkurangnya waktu jualan berkurang juga penghasilanku. Selesai shalat Shubuh aku menyempatkan mengolah stok jualan yang ada di lemari es.  "Assalamualaikum!"  "Walaikumsallam," jawabku. Begitu jelas jika yang mengucapkan salam adalah Mas Satya, aku segera mencuci tangan yang penuh dengan adonan tepung lalu membuka kunci pintu. "Brama sudah bangun?" tanya Mas Satya. "Barusan, tidur lagi. Setelah shalat Shubuh kelihatannya Brama masih mengantuk," jawabku. "Ini uang gajianku bulan ini, seadanya. Terserah mau kamu pakai buat apa. Sudah kubagi u
Read more
Pemberian Mertua
Ya Amupun, Mbak kenapa bawa galon sama gas sendiri? Ini berat, sini aku bantu!" tawar Mas Ammar. Mas Ammar menghampiriku saat beristirahat di dekat teras tetangga. "Gak usah, Mas. Sekarang aku sudah biasa, kok," tolakku. Mas Ammar tidak menghiraukan penolakanku, dia langsung mengangkat galon di pundaknya dan menjinjing tabung gas milikku di tangan kanannya. "Mbak, mbak Gina itu perempuan jangan maksain ngangkat-ngangkat begini. Ini gas sama galon berat, loh! Di kontrakan kan banyak cowok, minta tolong saja daripada nanti pinggang Mbak kecengklak! Kalau mbak sakit siapa yang nanti jaga anak-anak?" cerocos Mas Ammar. "Tabung gasnya biar aku saja yang bawa, Mas!" pintaku. "Tidak usah, Mbak jalan duluan saja nanti Cantika keburu nangis." Tanpa sadar aku mengikuti perintah Mas Ammar unt
Read more
Aku Ingin Kembali Padamu, Gin!
Tak terasa sudah lebih empat bulan aku berjuang sendiri, usia Cantika sudah setengah tahun. Cantika sudah mulai tengkurap dan mengangkat kepalanya sedikit-sedikit. Alhamdulillah baik Brama ataupun cantika tidak pernah kehilangan ayahnya. Selama ini Brama hanya mengira ayahnya tak pernah di rumah karena bekerja shift malam. Kuperhatikan perut Rena juga semakin membesar. Seperti saat aku mengandung Cantika dulu, Mas Satya juga begitu memanjakan Rena. Setiap pagi aku melihat Mas Satya menyapu, mengepel dan menjemur pakaian. Bahkan sekarang Mas Satya juga yang berbelanja sayuran. "Kok belanjanya berdua, Mas? Romantis sekali Mas Satya mau mengantar istrinya belanja," kata ibu pedagang sayur. Mas Satya tersenyum mungkin dia bingung harus menjawab apa. "Ceu Minah ini gak tahu ya? apan istrinya Mas Satya aya dua, nu kolot mah balanja nyalira nu n
Read more
Kerinduan Bramma Pada Ayahnya
Setelah satu semester aku tak lagi menunggui Brama di sekolah, pagi-pagi biasanya Brama diantar Mas Ammar atau diantar Mas Galih bersama dengan Reva. Aku akan menjemputnya setelah wali kelas Brama mengirim pesan 15 menit sebelum anak-anak bubar. Firasatku memang sudah tidak enak sejak Brama berangkat tadi pagi. Jam 9 pagi saat aku dan Mbak Ivi membungkus barang-barang orderan customer. Mas Ammar datang menggendong Brama dengan pakaian berlumuran darah. Aku yang panik langsung berlari dan memeluk Brama yang masih dalam gendongan Mas Ammar. "Brama kenapa, Mas?" tanyaku panik. "Maaf, Bu kami yang salah," jawab Guru olahraga Brama yang mengikuti dari belakang Mas Ammar. Mbak Ivi membantu menggantikan pakaian olahraga Brama yang penuh darah sementara aku mengobrol bersama Guru olahraga Brama dan Mas Ammar. "Waktu sedang berolahraga salah seora
Read more
Gugatan Cerai
Saat itu tiba, setelah beberapa hari Rena dirawat. Sepulang dari Rumah Sakit Mas Satya mengirimiku pesan singkat. Banyak sekali pesan yang dia kirim, mulai dari pesan berisi penyesalannya, keluhannya terhadap Rena dan terakhir niatnya menceraikan aku karena ancaman Rena akan bun*h diri. Bagiku entah itu keterpaksaan ataupun niat dari hati Mas Satya sama saja. Dari awal aku bertekad untuk bertahan demi anak-anak tapi jika Mas Satya yang meminta cerai dengan senang hati aku ikhlas menerimanya. Dari semua pesan yang begitu banyak aku hanya membalas pesan Mas Satya dengan satu kata yaitu "ya". Ya, artinya aku siap dan menerima tuntutan cerai dari Mas Satya. Aku tidak ingin orangtuaku ataupun mertuaku kaget mendengar perceraian antara aku dan Mas Satya. Mama dan bapak bersyukur saat aku menyampaikan niatan Mas Satya. Mereka senang mendengar semuanya, bukan karena perceraian kami tapi karena dengan be
Read more
Ngidam
Sebelumnya aku tidak pernah tahu jika Mas Ammar tetnyata seorang Mahasiswa yang nyambi narik taksi olnline. Dia jarang sekali terlihat membawa tas ataupun buku-buku seperti mahasiswa kebanyakan. Mas Ammar juga begitu ramah dan berbaur dengan tetangga sekitar kontrakan. Semua orang di kontrakan suka pada Mas Ammar, jiwa tolong menolongnya tinggi ramah dan baik hati. Rena yang sudah mendapatkan Mas Satya saja sepertinya naksir pada Mas Amamar. Aku berkata seperti ini karena melihat gerak-gerik Rena yang selalu salting saat berada di dekat Mas Ammar. Hal yang paling lucu terjadi pagi ini, Mas Satya datang kerumah meminta nomor telepon Mas Ammar yang lain. Katanya nomor yang kemarin tidak bisa di hubungi Rena. Jelaslah pasti Mas Ammar sudah memblokir nomor Rena. Laki-laki juga ngerilah ketemu perempuan agresif seperti Rena. "Nomor telepon Mas Ammar yang ku tahu ya cuma itu, Mas. Rena mau minta diant
Read more
Aku Menyayangi Mbak Gina dan Anak-anak
"Terima kasih, Mas Ammar tadi sudah menolongku," ucapku. "Sudah seharusnya begitu, Mbak. Mas Satya sudah keterlaluan. Maaf bukannya aku ikut campur, sejak Mbak mengandung Cantika mereka sudah menyakiti Mbak. Sekarang jangan biarkan mereka menyakiti Mbak lagi!" Aku tidak menyangka jika Mas Ammar akan membelaku seperti tadi, Mas Satya sampai mengepalkan tangannya menahan emosi. Namun, aku tahu Mas Satya tidak akan melawan karena pada posisinya memang Rena yang salah. Semenjak Mas Satya dan Rena menikah ini pertama kalinya Brama me-time bersama ayahnya. Perasaanku sebenarnya was-was, takut jika Brama tidak nyaman pergi bersama Rena. "Tidak apa-apa, Mbak. Brama kan pergi bersama ayahnya, Mas Satya juga gak akan diam kalau Rena macam-macam pada anaknya," ucap Mbak Ivi. "Jika Brama mengadukan hal macam-macam katakan padaku, Mbak. Biar Mas Satya
Read more
POV Ammar
Namaku Ammar Al-Haddid, seorang Mahasiswa yang nyambi narik taksi online. Sama seperti yang lain aku bukan orang kaya, hanya orang biasa yang beruntung. Memiliki ibu tangguh yang  bisa membesarkan aku dan menyekolahanku sampai jenjang kuliah seperti sekarang. Mobil yang kupunya bukan mobil bagus, hanya mobil seccond yang dijual teman lslu kubeli dengan cara dicicil.Alhamdulillah aku banyak dikelilingi orang-orang baik. Kontrakan tempatku tinggal berada di sebuah kawasan penduduk yang mayoritas karyawan sebuah pabrik elektronik. Kebanyakan dari mereka sudah berumah tangga, sebagian saja yang masih single. Sebisa mungkin aku mengatur waktu, jika masuk kuliah pagi aku baru bisak narik taksi siang sampai malam hari. Sebaliknya saat kuliah off atau bisa mengambil kelas sore, aku sudah berangkat mencari penumpang sejak pagi selesai shalat Shubuh. Hari-hari
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status