Semua Bab Choose Me!!: Bab 31 - Bab 40
50 Bab
Pertengkaran
"Anak itu membuatku kesal saja," gerutu Aksa.  Pencariannya di penjuru penginapan tidak membuahkan hasil. Pagi-pagi begini ia sudah olahraga kaki berlarian ke sana ke mari hanya untuk menemukan batang hidung Ayana. Tapi, sepertinya Ayana memang dianugerahi kemampuan bermain petak umpet yang mumpuni sehingga susah sekali menemukan Ayana. Anak itu seperti terselip di tempat yang tak terlihat. "Dia nggak ada di penginapan, Sa. Aku rasa dia lari ke luar." Perkataan Saga semakin membuat Aksa gusar. Kabut pagi masih begitu tebal, embun masih ada di mana-mana dan itu artinya berkeliaran di luar sana pastinya tidak akan menyenangkan. Bahkan berada di dalam penginapan saja hawa dingin masih terasa menusuk tulang. Aksa mendengus. "Kenapa dia suka sekali melarikan diri waktu lagi kesal, sih? Dingin, tahu, kalau harus mencarinya di luar sana." "
Baca selengkapnya
Ngambek Mode On
"Brrrrr. Dingiiiiin," ucap Ayana dengan suara bergetar sambil memeluk pohon. Sebenarnya tindakan itu sama sekali tidak ada gunanya dan tidak mengurangi rasa dingin sama sekali. Walaupun pohon termasuk dalam golongan makhluk hidup, tetap saja pohon itu tidak bisa memberikan kehangatan ketika dipeluk. Tubuh Ayana semakin menggigil setiap kali angin berhembus. Udara sejuk yang seharusnya menyenangkan sekarang justru terasa menyiksa. Ya, ini salahnya karena tadi lupa memakai jaket. "Bukan," ucap Ayana pada dirinya sendiri. "Yang salah Mas Aksa. Kenapa, sih, selalu saja bikin aku kesal dingin-dingin begini?" Ayana terdiam beberapa saat, lalu menggerutu pelan. "Tapi, aku juga salah. Kenapa juga aku harus suka sama orang-orang begitu? Seharusnya aku menyukai orang yang juga suka aku. Bukannya malah suka sama dua laki-laki yang saling menyukai." Ayana mendesis sedih. Suara g
Baca selengkapnya
Perasaan Yang Menyusahkan
"Air sungainya dingin juga, ya?" ucap Ayana. Ia berjalan bertelanjang kaki menyusuri bebatuan yang ada di sungai. Sesekali menendang air hingga air itu memercik ke mana-mana, termasuk membasahi Aksa yang merasa seperti orang bodoh karena mau saja mengawasi Ayana. "Sudah, cukup!" kata Aksa tegas. Tangannya menarik lengan Ayana agar beranjak dari sungai. "Sudah tahu airnya dingin, masih juga ngebet main lama-lama di situ. Nanti masuk angin, kena rematik, kaki kram, aku juga yang repot," omel Aksa. Sebelum terjadi hal-hal merepotkan lainnya, Aksa harus mencegah hal itu terjadi. Cukup sekali dua kali, ia merawat orang demam. Jangan sampai ada adegan kesekian kalinya untuk peristiwa yang sama. "Aku nggak suka dingin, tapi cita-citaku pengen ke Jepang waktu musim dingin," celetuk Ayana yang sedang dalam mode tenang. Ayana dengan patuhnya mengikuti Aksa di belakang meninggalkan sungai berbatu dan berair jernih yang masih menyisaka
Baca selengkapnya
Penderitaan Kala
“Ng? Sepertinya tadi sayup-sayup aku mendengar suara teriakan Kala,” kata Saga ragu. Ia menoleh ke belakang, ke arah mobil yang tadi dinaiki Ayana dan Kala. Entah tadi yang ia dengar memang benar suara Kala atau hanya suara hembusan angin. “Biarkan saja. Paling Kala lagi disiksa makhluk menyebalkan itu,” timpal Aksa datar. Sudut bibirnya terangkat naik. Aksa tersenyum sinis, mensyukuri nasib sial Kala yang harus satu mobil dengan Ayana. Aksa yakin pasti saat ini kepala Kala auto mumet meladeni Ayana yang punya sifat Subhanallah menguji kesabaran. Karin yang tadi juga mendengar suara teriakan Kala ikut menoleh ke belakang. Karin memicingkan matanya. Sepertinya tadi ia melihat ada kepala menyembul keluar dari dalam mobil. Siang bolong begini mana mungkin ada penampakan. Lagipula orang-orang di dalam mobil tidak ada satupun yang hamil yang memungkinkan untuk diikuti oleh hantu kepala. 
Baca selengkapnya
Balada Coklat Pahit
"Hey, duduklah yang benar. Pinggangmu bisa makin sakit kalau kamu begitu terus," tegur Saga pelan pada Ayana yang duduk menunduk. Gadis itu makin uring-uringan sambil meremas perutnya yang terasa bergejolak. Bertahun-tahun makan coklat baru kali ini Ayana tahu kalau kebanyakan banyak coklat bisa berpengaruh pada sistem pencernaan. Ayana pikir coklat hanya akan membuat sakit gigi. Tapi, ternyata efek makan coklat berlebihan lebih daripada itu. Seharusnya tadi ia searching Mbah Google sebelum kebablasan makan coklat sebegitu banyaknya. "Memang, ya, segala yang berlebihan itu nggak baik," desis Ayana lirih, meratapi nasib buruk yang terjadi karena ulahnya sendiri. "Mungkin Mbak mau boker. Ke toilet aja dulu, Mbak, mumpung kita belum jalan," saran Om Sopir dengan santainya. "Ih, enggak!" bantah Ayana malu. "Ini sakit perutnya bukan karena mau buang air, Om!" ujar Ayana d
Baca selengkapnya
Jangan Menyerah, Yan!
"Ayo, Bang Kala, dimakan. Dimakan. Ini aku yang traktir, loh," kata Ayana mempersilahkan Kala untuk memakan makanan yang sudah ia pesan. Berhubung bonus menulis Ayana sudah cair, Ayana yang biasanya dalam keadaan melarat untuk sekarang auto menjadi sultan. Karena itulah, Ayana berbaik hati mentraktir Kala makan sepuasnya. Kala melirik sekilas makanan yang ada di atas meja lalu menggelengkan kepala tidak berminat. Bukannya Kala tidak berterima kasih, tapi makanan super manis di atas meja itu sudah membuat tubuh Kala bergidik duluan. Gara-gara tragedi Ayana sakit perut pasca kebanyakan makan coklat, Kala seperti mengalami trauma setiap berhadapan dengan makanan manis. "Kamu yakin mau makan itu semua, Yan? Nanti kamu gemuk, loh!" tegur Kala mengingatkan Ayana yang kalau makan suka khilaf. Tangan kiri Kala menopang dagu dan hanya memperhatikan Ayana yang seolah makan tanpa dikunyah. Lagi-lagi Kala bergidik. Ia langsung mual han
Baca selengkapnya
Orang Ketiga
"Akhirnya sampai juga," ucap Saga begitu ia dan Aksa sampai di taman ria. "Rame banget. Aku benci suasana begini," kata Aksa mulai mengeluh. Ke taman ria memang idenya, tapi melihat kerumunan orang membuat Aksa yakin kalau ia tidak akan bisa menikmati acara jalan-jalannya. Lagipula apa yang tadi ada di pikirannya sampai-sampai ia khilaf memilih berkunjung ke taman ria. Mana mungkin juga ia dan Saga naik komedi putar, bianglala atau masuk rumah boneka! "Hieee." Aksa geli sendiri membayangkan hal itu. Apa yang bisa dilakukan dua pria dewasa sepertinya dan Saga di taman ria? Makan gulali, beli cireng, bermain balon? Astaga! Ia benar-benar sudah salah memilih opsi hanya agar punya alasan untuk kabur dari rumah dan menghindari rengekan mamanya yang menyuruh Aksa mengajari Ayana memasak. Dheg. Bulu kuduk Aksa tiba-tiba meremang begitu nama Ayana terlintas di otaknya. Padah
Baca selengkapnya
Kembali Lagi
"Enggak, kok! Aku nggak minta itu," bantah Ayana dengan cepat menggelengkan kepalanya. Aksa yang tidak puas dengan jawaban Ayana tadi melotot ke arah Ayana, tetap memaksa Ayana untuk mengakui kebenaran yang mungkin saja disembunyikan gadis itu. Aksa yakin Ayana diam-diam pasti masih berdoa agar Saga suatu hari berbalik menyukai dirinya. Melihat tipikal Ayana yang tidak gampang menyerah dan tidak tahu malu, Aksa yakin kalau Ayana pasti masih berharap perasaannya bersambut. "Kalau begitu, kamu pasti memohon supaya aku dan Saga putus, kan?" todong Aksa. "Mas Aksa, ucapan itu doa, lho!" celetuk Ayana. "Jadi apa permintaanmu?" tanya Aksa keras kepala. "Kenapa aku harus memberitahu Mas Aksa?" teriak Ayana ikut terpancing emosi. Dari tadi ia sudah mencoba untuk bersabar, tapi Aksa terus saja mendesaknya mengakui sesuatu yang sebenarnya tidak Aya
Baca selengkapnya
Ayana Super Nyebelin
Aksa mendengus. "Dan seharusnya yang kutolong itu tuan putri," sindir Aksa.Tapi, Ayana yang perhatiannya teralihkan sesuatu mengabaikan sindiran Aksa tadi. Lagi-lagi Aksa merasakan firasat buruk melihat Ayana yang perhatiannya hanya terfokus pada satu titik. Dan sialnya fokus yang menjadi perhatian Ayana adalah Saga. Aksa menggeram. Memang paling susah menghadapi orang plinplan macam Ayana. Hubungannya dengan Saga bisa terancam kapan saja. "Kamu lihat apa, Yan?" tanya Saga bingung. Ayana tampak fokus menatap sesuatu sampai lupa cara untuk berkedip. "Heh, jangan melihat Saga begitu!" sergah Aksa berusaha untuk memutus arah pandang Ayana. "Gulali," cetus Ayana tiba-tiba sambil meneguk liur. Kembang gula berwarna merah muda itu tampak begitu menggiurkan dan jauh lebih menggoda dibandingkan penampakan pria tampan seperti Saga dan Aksa. Saking inginnya, Ayana nyaris meneteskan air liur.
Baca selengkapnya
Balada Coklat Yang Pahit (2)
"Dasar Mas Aksa penipu," hujat Ayana kesal. "Katanya janji nggak akan mesra-mesraan sama Saga di depanku, janji ini, janji itu. Tapi, nggak ada satupun dari janjinya yang ditepati." Ayana mengedumel sambil berjalan dengan kaki setengah dihentakkan. Hatinya semakin kesal mengingat tadi Saga merangkul pundak Aksa dan sekarang kedua sejoli itu pasti sudah ada di dalam bianglala, berdua-duaan melihat pemandangan dari atas sana. "Akh. Kira-kira apa yang mereka berdua lakukan di ruang tertutup? Apa harusnya tadi aku ikut aja, ya? Paling nggak aku bisa mencegah terjadinya hal-hal yang nggak diinginkan," ratap Ayana penuh sesal dan kedua tangan terkepal. Otaknya dipenuhi hal-hal mengerikan yang membuat Ayana seperti terkena serangan panik. Aksa dan Saga yang saling bermesraan, berpelukan dan mungkin saja saling mempertemukan bibir mereka satu sama lain. "Aaaaakh. Tidaaaaak!!!" teriak Ayana sambil menepu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status