All Chapters of Gara-gara Tunangan Posesif: Chapter 11 - Chapter 20
100 Chapters
11. Kebersamaan Bara dan Nadia
Bara melirik sekilas ke arah Nadia, kekasihnya. Nadia terlihat lesu hari ini. Setelah Bara menyelesaikan pekerjaan kantornya, Bara langsung menjemput kekasihnya, yang pulang pada sore hari.“Kenapa, hem?” tanya Bara.“Sebentar lagi aku mau nyusun skripsi, tapi judulnya belum ada. Terus gimana dong?” Nadia dari tadi memikirkannya. Ia ingin lulus tepat waktu, agar kedua orang tuanya bangga kepadanya. Walaupun Nadia sering bolos jam kuliah satu atau dua alfa. Tapi Nadia tidak pernah mendapatkan nilai jelek, seperti orang lain. Karena Nadia lumayan pintar dalam mata kuliah apapun. Apalagi ini mata kuliah jurusan ekonomi, kesukaannya.Bara menghela nafas pelan dan mengusap kepala kekasihnya, “Kamu lupa sama aku? Aku lulusan terbaik kampus. Itu adalah hal yang mudah. Nanti aku carikan judul y
Read more
12. Kecemburuan Nadia
Nadia mendengus kesal untuk kesekian kalinya. Ia sedari tadi jengah melihat pelayan wanita yang seumuran mereka, mencuri pandang ke arah Bara yang tengah memilih dan membaca buku menu. Memang, Bara terlihat sangat tampan, apabila sedang menundukkan kepalanya dan fokus seperti itu.“Mbak, kenapa liatin tunangan saya seperti, itu?!” Marah Nadia, membuat semua wanita yang ada di sana, mencuri pandang ke arah Bara. Segera memutuskan pandangannya dan gelagapan.“Mas tampan ini tunangan, Kakak?”“Tidak, dia calon suami saya!” jawab Nadia dengan suara ketus. Membuat mereka terkesiap. Bara melepas buku menu tersebut, dan mengusap bahu kekasihnya yang tengah merajuk.“Aku gak lapar. Ayo kita pulang!” Nadia hendak berdiri namun, pela
Read more
13. Membahas Nenek Tiri Nadia
"Sudah malam, kamu pulang ajha," usir Nadia.  Bara langsung menggelengkan kepala nya mengangkat tangan nya, melihat arloji nya. Baru jam 9 malam. "Sekarang kan malam minggu, aku mau lama-lama sama kamu, besok kan kamu libur juga dan aku juga gitu. Kita habiskan malam ini bersama." Nadia tidak bisa berkata-kata kembali. Bara sangat keras kepala kalau seperti ini. Nadia dengan wajah lesu mengangguk, membuat Bara menarik tangannya masuk ke dalam rumah Nadia. Mereka berdua membuka pintu utama. Di dalam rumah sudah ada kedua orang tua Nadia yang menyilang tangan di dada, siapa lagi kalau bukan mamanya sendiri. Kalau papanya, tidak memperlihatkan ekspresi apapun. 
Read more
14. Nadia Vs Celina
Nadia dan kedua sahabatnya duduk di salah satu meja di kantin. Mereka memilih duduk di tengah. Karena lebih gampang ketika memesan makanan nantinya.“Gue heran sama  lo, Nad. Lo dikasih kartu sama tunangan lo, berisi ratusan juta. Tapi lo hanya traktir kita makanan seratus ribuan,” ujar Lala.“Diam lo! Gak ada syukur-syukurnya jadi sahabat. Hari ini gantian lo kan yang traktir. Tapi gue ambil dua bulan buat traktir lo berdua. Jangan banyak cincong. Ingat! hanya seratus ribuan, gak lebih. Lo bayar sendiri kalau lebih.”Lala mengatupkan bibirnya, hari ini adalah gilirannya. Namun Nadia tidak menyuruhnya, karena ia sendiri yang akan mentraktir mereka, tapi hanya seratus ribuan, tidak lebih dan tidak kurang. Kalau kurang belanjaan mereka seratus ribuan, maka Nadia yang mengambil sisanya.
Read more
15. Penyakit Celina
Di sinilah  sekarang, Celina da Marisa. Di depan perusahaan Bara. Mereka akan bertemu dengan pria itu dan membicarakan semuanya secara baik-baik.  Bara akhir-akhir ini tidak lagi bertegur sapa dengan mereka seakan menghindar. Tangan Celina terkepal, Nadia berhasil menghasut tunangannya agar tidak ingin bertemu dengannya. “Gue gak habis pikir dengan Nadia. Cewek itu hobi banget nyari masalah sama kita,” cibir Marisa. Celina seperti biasa, hanya diam sembari menampilkan wajah polosnya, yang terlihat natural tanpa make-up dan juga terlihat pucat. Sebenarnya disini mereka yang salah. Selalu menjadi penghalang hubungan antara Bara dan Nadia, yang jelas-jelas sudah bertunangan dan saling mencintai.  
Read more
16. Kebohongan Bara
Setelah Celina bangun dari pingsannya, Bara bergegas menelpon Nadia. Berniat berkata jujur kepada kekasihnya. Ia menyuruh mereka menutup mulutnya terlebih dahulu. "Sayang!"  "Iya, Bar. Ada apa, hem?" tanya Nadia dengan suara sangat lembut, membuat tubuh Bara menegang. Jantung nya berdetak lebih cepat.  "Bara! Kenapa diem? Aku tanya ada apa?"  "Kamu sekarang di mana, sayang?" tanya Bara dengan gugup.  "Ada di panti asuhan Kasih Bunda. Aku sama kedua sahabat ku, lagi bagiin makanan untuk anak-anak. Oh ya, aku pakai kartu kamu, Bar. Nggak apa-apa, kan?"  "Gak apa-apa, Sayang.
Read more
17. Memproritaskan Celina
Helaian nafas berat berasal dari perempuan cantik yang tengah menunggu tunangannya di sebuah halte di depan kampus. Bara akan menjemputnya siang ini. Namun mobil Bara belum juga terlihat. Nadia yang tadinya berdiri sekarang memilih duduk sambil memangku tas selempang nya.   "Kemana sih, Bara? Awas aja kalau lima menit lagi, dia gak datang. Gue akan marah besar pokoknya."   Nadia memilih memainkan smartphone mahalnya. Namun suara klakson mobil membuyarkan konsentrasi nya kembali. Ia segera berdiri, namun wajahnya kembali suram ketika mobil hitam di depannya bukan milik Bara. Melainkan dosennya sendiri.   "Bapak ada masalah hidup apa dengan saya? Perasaan saya tidak pernah berulah dan selalu masuk di jam mata kuliah Bapak." Nadia langsung mengeluarkan unek-unek nya membuat dos
Read more
18. Keraguan Di hati Nadia
"Kenapa wajah kamu kusut seperti pakaian yang tidak pernah disetrika seperti itu, Nadia?" tanya sang mama ketika melihat putrinya tengah mengambil air dingin di dalam kulkas. Bella tengah memasak makanan kesukaan Nadia. Udang, seperti biasanya. Kalau tidak ada udang, Nadia tidak akan makan dan bahkan mogok makan untuk beberapa hari. "Haus, Ma. Nadia baru pulang kuliah." Bella menuangkan masakannya ke atas piring. Ia melirik ke arah Nadia, tumben putrinya tidak merebutnya langsung. Biasanya, Nadia akan menyambar masakan kesukaannya dan makan dengan sangat lahap. "Kamu kenapa sih, Nadia? Cerita sama, Mama?"  Nadia menaruh botol minuman di atas meja. Nadi
Read more
19. Rencana Celina
Nadia berbaring di atas kasurnya dan menatap langit kamarnya. Ia beralih menatap bingkai foto di dinding. Foto ketika mereka tengah menyematkan cincin tunangan, malam itu. Nadia menghela nafas. Ia tersenyum kecut dan menitikkan air matanya. Membayangkannya saja, hanya bisa membuat hatinya sesak. Bara bahkan tidak menelponnya seperti biasa, untuk meminta maaf. Nadia yakin, Bara masih di rumah Celina untuk menunggu ekornya tertidur. Dan melupakan dirinya. "Jahat kamu, Bar. Kemarin ketika aku sakit, kamu janji untuk jaga jarak dengan, Celina. Sekarang kamu ingkar kembali. Sebenarnya kamu anggap aku apa, hem?"  Nadia menatap foto Bara yang berpose bersamanya. Nadia dari dulu memang tidak pernah memperbesar masalah
Read more
20. Sindiran Keras Nadia
Nadia menepis tangan Bara yang menggenggamnya sedari tadi. Mungkin Nadia akan tersenyum manis di depan kedua orang tua nya. Tidak! Di luar rumah. Nadia belum memaafkan kejadian kemarin. "Sayang! Kamu masih marah sama aku?" tanya Bara.  "Kamu gak mikir, Bar? Aku nungguin kamu satu jam, di halte sendirian dan keringetan karena kepanasan.  Sedangkan kamu, malah asik dengan Celina." Bara mencoba meraih tangan Nadia kembali, untuk ia genggam. Namun Nadia menyembunyikan tangannya di balik tas punggung yang ia gunakan sekarang. Nadia menggunakan tas punggung hari ini, karena malas menggunakan tas selempang. Bara menghela nafas berat, "Tolong ngertiin aku, Sayang." 
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status