All Chapters of Poison (Racun untuk Maduku): Chapter 11 - Chapter 20
35 Chapters
Manisnya Maduku
Kedua kelopak mata berhias eyeshadow warna gold itu memicing, Harum tampak hati-hati sekali menebak maksudku memberinya air susu ini.  "Air susu penyubur?" tanyanya. "Tentu saja. Kalian akan menghabiskan malam pertama, kan? Aku ingin usaha kalian menghasilkan keturunan untuk keluarga ini. Maka dari itu, dengan suka hati kubuatkan susu ini untukmu. Kau tahu, di dunia ini tidak ada Kakak madu sebaik aku! Ayo, terimalah gelas ini dan minum susunya!" bujukku. Harum menepis tanganku. Wanita yang memakai kimono lingerie itu menatapku tak suka.  "Seseorang yang ingin mendapatkan ikan, harus memberi umpan agar dia mendapat hasil. Aku tahu apa yang sedang kau lakukan, Kak. Kau menginginkan sesuatu dariku, makanya kau bersikap baik seperti ini. Tapi aksal kau tahu, aku tak mau memberikan apapun padamu. Dan asal kau tahu juga, di dunia ini tidak akan ada istri p
Read more
Mulai
"Wanita itu lumayan cerdik juga," jawabku lantas mengajak Bilqis naik ke lantai dua, ke kamarku.  Aku memperlihatkan tanah luas di pinggir kamarku pada Bilqis.   "Luas sekali tanah ini. Untuk apa?" tanyanya.  "Kuburan mereka."  Bilqis tampak merinding.  "Karena itu, kau jangan cepat-cepat khawatir. Aku telah menyiapkan rumah keabadian mereka, jadi akan kupastikan rencanaku berhasil," lanjutku.  "Tapi poison itu kan—"  Ucapan Bilqis terhenti saat melihat botol bening berisi setetes poison melayang di atas telapak tanganku. Dia cukup terkejut sekaligus lega. "Jadi kau belum menggunakannya? Syukurlah," ucap Bilqis.  
Read more
Terpedaya
"Aku sudah banyak mendengar rumor tentangmu. Bahkan sebelum bertemu dengan Mas Wira, nama keluarga besarmu sudah terkenal sampai ke kampungku," kata Harum. Dia mulai tertarik dengan ceritaku.   Saat Harum mengatakannya, timbul rasa ingin tahu dalam diriku. Kapan dan bagaimana Harum dapat bertemu dengan Mas Wira. Dan jika dia sudah tahu tentang rumor keluargaku, kenapa dia malah mau masuk ke dalam keluarga ini? Padahal aku yakin, rumor yang dia dengar itu adalah rumor tentang kejahatan keluargaku di masa lalu. Namun, kusimpan dulu semua pertanyaan itu.  "Keluargamu menganut ilmu hitam, mereka pemuja setan," lanjut Harum.  "Tidak, Harum. Bukan seperti itu. Kau salah menilai. Keluargaku bukanlah pemuja setan, tetapi mereka berguru dan berteman dengan makhluk dari alam lain untuk meminta petunjuk dan mendapat dukungan. Waktu itu, nenek moyangku
Read more
Selangkah Lagi
"Racun?" tanyaku seraya melirik gelas kosong yang isinya habis kutenggak barusan, lalu berpindah melirik Harum dengan ekspresi pura-pura tak mengerti.  "Iya, Kak. Mas Wira bilang, aku tak boleh menerima makanan atau minuman dari tanganmu, dia bilang aku harus berhati-hati karena mungkin saja kau menaruh racun di dalamnya. Tapi ... sekarang kau minum susu itu dan tidak kenapa-napa ...," jawab Harum heran.  Aku terbatuk karena sesak di dada. Kupegangi dadaku dan menekannya sekuat mungkin, pura-pura terkejut mendengar cerita Harum tentang Mas Wira yang curiga padaku.  "Kak ... kau kenapa, Kak?" Harum menangkap tubuhku saat aku pura-pura jatuh tersungkur. Sangat terlihat jelas rasa khawatir di wajahnya.  "Tidak apa-apa, Harum. Aku hanya merasa terkejut saat kau bilang Mas Wira berkata seperti itu. Sudah
Read more
Meminum Poison
"Kak," ucap Harum seraua melepas pelukanku. "Kau minta dibelikan tas baru, kan? Ini, punyaku buat Kakak saja."  Aku baru menyadari bahwa Harum membawa sebuah tas branded. Dia berniat memberikannya padaku.  "Apa Mas Wira membelikannya untukku juga?"  Harum menggeleng. "Tidak. Dia hanya membelikanku. Tapi, karena kau tadi pagi menginginkannya dan Mas Wira tak membelikanmu, aku berinisiatif untuk membaginya denganmu. Aku tak mau ada kecemburuan diantara kita. Lagipula, aku sudah punya sepatu baru."  "Jangan, Harum. Kau ambil saja tas itu buatmu. Tadi, aku hanya mengetes seberapa besar Mas Wira mau berkorban membelikan tas untukku. Jika dia memang tak mau belikan, tak apa. Aku sudah biasa diabaikan," jawabku melemas. "Sebaiknya kau kembali ke kamarmu, Harum. Mas Wira pasti sudah selesai mandi."
Read more
Senjata Makan Tuan?
Dengan lemas Harum berjalan ke kamarnya, langkahnya gontai. Aku memberikan tongkatku untuk membantunya berjalan.   "Pakailah tongkat ini, dan berjalanlah dengan benar. Jangan jatuh sebelum kau berbaring di tempat tidurmu, karena aku tak bisa membantumu," kataku.  "Kak, aku melihat api ...." Harum meracau.  "Jangan banyak bicara. Gunakan energimu untuk berjalan."  Wajah Harum sudah tak dapat digambarkan lagi bagaimana ekspresinya. Keringat sebesar biji jagung keluar dari pori-pori kulit. Selama berjalan menuju kamar, dia terus-terusan mengeluh melihat api dan kepanasan.  Tentu saja, dia mulai berhalusinasi berada di neraka, dan malam nanti adalah penyiksaannya.  Butuh waktu yang cukup lama bagi
Read more
Gelang Luka
Kuraih ponsel dan menghubungi nomor Bilqis menggunakan tangan kiri. Setelah Mas Wira keluar dari kamarku, rasa panas di pergelangan tangan kanan kembali muncul, meskipun sakitnya tak seperti tadi.   Saat Bilqis mengangkat panggilan, aku menceritakan kejadian aneh yang terjadi dari tadi siang.  "Perlu aku temenin? Aku ke sana, ya?" ucap Bilqis.  "Gak perlu. Aku hanya minta pendapatmu saja, kenapa hal ini bisa terjadi? Apa poison itu tak mempan di tubuh Harum?"   "Bisa jadi. Tapi, coba kau ingat lagi apa yang dikatakan leluhurmu ketika dia memberikan poison itu? Apakah ada tanda-tanda tertentu yang memberitahukanmu bahwa poison itu berhasil bekerja?" tanya Bilqis.  Tanda?  "Tunggu sebentar!
Read more
Siapa yang Lebih Pandai?
"Tenang saja, cucuku. Kau hanya perlu merasakan sakit sekali saja, yaitu pada saat luka itu tergores di pergelangan tanganmu. Di situlah kau mengikat jiwa madumu. Kini dia telah jadi milikmu," jelas Mbah. "Rasanya memang sangat sakit, tapi itulah yang namanya pengorbanan."  "Lalu, apa yang akan terjadi selanjutnya?" tanyaku.  "Saat Harum kembali sadar, dia akan menurut padamu. Kau bisa memberinya setetes poison lagi, lalu dia akan berhalusinasi lagi. Kau bisa menyiksa jiwanya selama yang kau inginkan. Tetapi ingat, ketika kau sudah selesai bermain-main, berikanlah jiwanya pada kami." Kali ini, Nyimas yang berbicara.  "Menyiksanya? Menyiksa apanya, Nyimas! Dia bahkan hanya terbaring lemas dan mengeluarkan air mata. Aku tak mendengarnya menjerit kesakitan seperti yang kualami!" protesku.  Mbah dan Nyim
Read more
Poison Ke Dua
"Untuk apa kau menungguku!" Aku membalas ketus, lantas masuk ke rumah. Tak menghiraukan Harum yang mengernyit menerima perlakuan acuhku. Sementara Bilqis langsung pulang dengan mobilnya.  Setiba di ruang utama, kudapati Mas Wira tengah rebahan santai sambil menonton televisi. Ini sudah hampir jam setengah tujuh pagi, dan dia masih bersantai?  Segera kutekan tombol off pada televisi.    "Hei! Jangan mengganggu kesenanganku!" protes Mas Wira.  "Kamu harusnya kerja, Mas! Bukan menonton televisi seperti ini! Kenapa kamu belum bersiap?" balasku.  Mas Wira kini duduk di sofa, dia tertawa bahagia. "Kerja? Apa-apaan kerja? Sekarang aku tak perlu bekerja keras lagi, Manis! Sama sepertimu, aku hanya tinggal bersantai-santai di rumah dan uang t
Read more
Siapa yang Menjerit?
"Harum!"   Kudengar Mas Wira berteriak memanggil maduku, diiringi suara langkahnya yang berlari menaiki anak tangga. Begitu terdengar panik, seakan sesuatu berbahaya tengah terjadi pada Harum.  Tentu. Wanita itu baru saja menenggak poison. Dia tidak akan selamat dari jeratanku.  Kulanjutkan berbaring dan memejamkan mata. Namun, suara berisik di luar sangat mengganggu.  "Arrghh!"  "Panas!"  Entah apa yang dialami Harum dalam halusinasinya. Sejak keluar kamarku, dia terus menjerit kesakitan. Kini suaranya semakin menjauh, mungkin Mas Wira telah membawanya ke lantai bawah.  Teruslah menjerit, Harum! Suara kesakitanmu itu akan menjadi lagu nina bobo yang merdu unt
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status