All Chapters of Pelabuhan Terakhir : Chapter 11 - Chapter 20
99 Chapters
11. Penyusup
Satu bulan lamanya aku menjadi pengajar di SMA Al-Hikam. Awalnya grogi, gugup dan takut menjadi satu. Tapi lama-kelamaan akhirnya bisa beradaptasi."Us Caca," sapa ustazah Shafa, guru kimia. "Ustazah Shafa. Hati-hati Us. Ckckck. Njenengan ini lagi hamil juga tetep gak bisa diem.""Hehehe. Mau gimana lagi Us, udah bawaan dari orok hehehe." Ustazah Shafa adalah ustazah yang umurnya sebaya denganku sedangkan yang lain rata-rata sudah berusia di atas 30 tahun."Ustaz Ahmad gak jemput apa?""Nanti Us, katanya masih ada rapat dengan para Ustaz.""Owh."Suasana sepi, karena ini sudah pukul empat sore. Aku baru saja mendampingi ekskul Pramuka. Saat tengah melewati koridor kelas dua belas kulihat sekelebat anak yang tengah mengendap-ngendap seperti maling."Sebentar Us. Tunggu disini!"Aku langsung melesat menuju si penyusup yang menggunakan helm dan berjaket tebal. "Hei, siapa kamu!" teriakku.Dia kaget dan akan berlari tapi kutarik jaketnya. Ter
Read more
12. Dengerin Ghibah
"Ustazah, ini kita bikin patoknya ukuran 1m x 1m?""Iya, nanti kamu amati didalamnya individunya apa saja terus jumlah dan kemungkinan interaksi yang terjadi. Apa mutualisme, parasitisme, komensalisme atau netral," jawabku.Hari ini kelas 10 IPA 1 sedang praktek materi ekosistem. Aku sengaja membawa mereka menuju ke sawah penduduk yang jaraknya 10 menit dari sekolahan. Dalam praktek ini, kami belajar sambil bermain. Sesekali menyapa para petani yang sedang memanen padinya. Bahkan ternyata sebagian besar sawah disini milik abah Ilyas yang tengah dipanen dengan mempekerjakan penduduk sekitar.  Saat sedang mengawasi kegiatan anak-anak. Segerombolan ibu-ibu menyapaku dan mengajakku ngobrol."Eh Ustazah cantik, njenengan Ustazah baru ya?" tanya salah seorang ibu sambil menggepyok padinya." Gepyok padi artinya merontokkan padi secara manual dengan memukulkannya pada sebuah alat khusus."Nggih Bu, nama saya Caca.""Asli mana Us?" tanya yang lain."K
Read more
13. Laksana Tembok Berlin
*Azzam Daffa Al Kaivan*Aku memarkirkan mobilku di garasi. Aku baru menyelesaikan segala urusanku mengenai beasiswa S3-ku di RMIT University yang terletak di kota Melbourne. Insya Allah seminggu lagi aku berangkat ke sana. Alhamdulillah ya Allah, cita-citaku akan terlaksana sebentar lagi. Aku tertegun melihat sebuah mobil Avanza yang terparkir dihalaman berdampingan dengan mobil Xenia abah. Aku segera masuk ke rumah."Assalamu’alaikum""Wa’alaikumsalam." Kulihat Abah dan Umi sedang menerima tamu yang ternyata orang tua Ning Salima. Bahkan Ning Salima ikut. Aku pun menyalami Abah, Umi, Kyai Miftah dan menangkupkan kedua tangan kepada istri dan anak Kyai Miftah."Baru pulang Zam?" tanya Abah."Nggih Bah.""Lancar semua.""Lancar Bah."Abah tersenyum meneduhkan. Aku menoleh ke arah Kyai Miftah."Sampun dangu Pak Kyai?" tanyaku basa basi."Belum Gus, selamat atas wisudanya nggih Gus.""Matur nuwun P
Read more
14. Nasi Goreng Pemikat Hati
*Cahaya Mustika*"Ini Gus Kecil. Nasi goreng pedas manis dengan tambahan telor ceplok ala chef Caca. Monggo.""Hore ... makasih Mbak Caca."Gus Azmi mulai memasukkan nasi goreng buatanku."Hem ... enak Mbak. Maknyos mamamia lezatos ...," ucapnya sambil menautkan jempol dan telunjuk lalu menaruh pada mulutnya dan berdecak. Setdah ... sok pokoknya.Abah dan Umi sedang ke acara pengajian di daerah Karanglewas sama Kang Bimo. Khadamah yang lain sibuk dengan urusan masing-masing. Jadi hanya aku yang menemani Gus Kecil."Mas Azzam sini Mas." Gus Azmi memanggil kakaknya.Gus Azzam datang ke meja makan dengan muka bantalnya, aku dengar memang beliau sedang menyiapkan keberangkatannya ke Melbourne tiga hari lagi bertepatan dengan pernikahan kedua Gus Fadil."Maem apa Mi?""Nasi goreng Mas, bikinan Mbak Caca," sahut Gus Azmi."Ca ... bikinin yang spesial jangan kepedesan tapi. Telurnya jangan ceplok tapi dadar terus digulung ke nasi gorengnya!
Read more
15. Cokelat Itu Manis
Hiruk pikuk keramaian tercetak dengan jelas pada netraku. Aku tengah duduk manis di samping Umi. "Berangkatnya jam berapa Zam?" tanya Umi."Satu jam lagi Umi," sahut Gus Azzam."Kamu disana nanti jadi ikut temenmu yang dokter itu?""Iya nanti Azzam mau nunut kosan Mas Rayyan dulu. Walau kampus beda tapi kan sama-sama di Melbourne.""Dokter Rayyan yang wajahnya kayak bule itu ya Zam?" tanya Umi."Iya Umi.""Kok Mas Azzam bisa kenal sama itu bule, Mas?" sekarang Gus Azmi yang bertanya."Mas Rayyan anaknya Pak Surya, salah satu arsitek dan kontraktor terkenal di Purwokerto. Mas Azzam kan sering kerja bareng beliau. Jadi kenal semua anaknya.""Oooo," jawab Gus Azmi.Kami sibuk bercerita, Abah dan Kang Bimo sedang ke mushola untuk sholat dhuha. Keluarga Abah Ilyas memutuskan tidak menghadiri acara pernikahan Gus Fadil. Selain alasan kurang setuju juga dikarenakan berbarengan dengan keberangkatan Gus Azzam ke Melbourne. Ja
Read more
16. Sindiran Mantan Menantu
*Tiga Tahun Kemudian*"Mbak Cacaaaaaaaaa," teriak Gus Kecil. Meski usianya sudah 15 tahun kami tetap memanggilnya Gus Kecil. Dia masih sangat manja padaku tapi kami sudah tak bisa bersentuhan lagi. Maklum Gus Azmi udah baligh. Hihihi."Daleeemmmm Gus? Kenapa? Kok teriak-teriak sih?" ucapku sambil membuat soto kuning bersama Ipeh. Nurul sudah menikah tiga bulan yang lalu. Sedangkan Ipeh sudah menolak menikah selama empat kali. Aneh, padahal calonnya berkualitas semua. Saat aku tanya alasannya, katanya masih mau ngaji. Ya sudahlah."Lapar," rengeknya."Sabar nggih Gus, sebentar lagi mateng sotonya.""Oke ... irisan ayamnya yang banyak ya Mbak. Jangan terlalu pedas.""Siap Gus."Aku tengah menyiapkan soto untuk Abah, Umi dan Gus Kecil. Sedangkan Ipeh tengah meladeni Kang Bimo di dapur. Kang Bimo walau dianggap seperti anak, tak pernah mau semeja dengan Abah sekeluarga, rikuh alias gak enak katanya. Dia hanya mau semeja dengan Abah kalau ada Gus Azzam.
Read more
17. Kembalinya Sang Pangeran
*Cahaya Mustika*Haish aku malu sekali rasanya. Demi apa aku harus menyaksikan keuwuan Abah dan Umi. Aku kan jadi pengin punya suami tahu. Mana belum punya calon lagi, haish. Lagian kenapa juga dengan hatiku? Melihat keromantisan Abah sama Umi, kok aku jadi rindu-serindunya sama musuhku yang jauh disana. Huft."Mbak.""Astaghfirullah. Ipeh ngagetin aja!" "Lagian Mbak Caca lari-lari kayak dikejar maling.""Hehehe. Kamu belum tidur Peh?""Belum Mbak.""Kenapa?" "Bapak Ibu minta aku menerima lamaran Kang Hasbi.""Hasbi salah satu ustaz di pondok putra?""Huum.""Boleh aku tahu, kenapa kamu gak mau menerima dia?""Gak tahu Mbak, habisnya hatiku gak sreg aja.""Wah kalau itu susah. Ya kamu sampaikan kepada kedua orangtuamu apa keinginanmu. Harusnya kamu bersyukur loh udah ada 4 orang yang melamar malah yang satu masih ngebet buat nikahin kamu. Coba kamu jadi aku. Ngenes gak ada yang mau.""Mbak Caca itu buk
Read more
18. Menunjukkan Taring
*Azzam Dafa Al Kaivan*"Jadi Aisyah, saya minta Zulaikha tinggal disini. Bukannya ada kamar khadamah. Biar Zulaikha tinggal di salah satu kamar."Begitu menginjakan kaki di ruang tamu aku mendengar suara Bu Dhe Laila yang seperti biasanya, arogan. Aku meminta Kang Bimo untuk berhenti sebentar. Ingin mengetahui apa yang tengah dibicarakan."Maaf Mbak, kalau memang Ning Zulaikha mau tinggal disini dia bisa tinggal di pondok. Lagian bukannya Ning Zulaikha bisa tinggal di rumah Mbak Laila?" itu suara umiku."Kamu sama Ilyas benar-benar ya. Sombong, Ustazah Caca yang bukan siapa-siapa saja boleh tinggal di kamar khadamah kenapa sepupu Farida gak boleh!" nada Bu Dhe Laila mulai meninggi."Maaf Mbak, itu sudah keputusan Abah Ilyas.""Halah, kamu itu ngaca pondok ini punya siapa? Lagian Zulaikha itu sepupu Farida, mantuku. Dia lebih berhak tinggal disini daripada semua khadamah. Dia itu Ning. Wanita terhormat." "Kalau dia wanita terhormat dia tak aka
Read more
19. Chak Dhoom Dhoom Chak
*Cahaya Mustika*Us, kita jadi kemah di daerah Bumi Perkemahan (Buper) Kendalisada gak?" tanya Risa sang Pradani."Nunggu keputusan dari Ustazah Maryam sama Abah dan Umi. Mereka kan pemberi keputusan mutlak. Kita tunggu saja," jawabku."Oke Us," jawab Risa.Setelah latihan Pramuka aku segera menuju ke kamarku melalui lorong samping. Aku segera mandi dan mengganti bajuku dengan gamis jersey biar lebih nyaman. Setelahnya aku rebahan sebentar. Fisikku lelah sekali, persiapan pelantikan regu Pramuka, Jumbara PMR, olimpiade belum lagi tugas di pondok sebagai seksi keamanan. Hadeh aku capek.Tok ... tok ... tok."Ustazah Caca.""Sebentar." Aku membuka pintu kamarku. Rupanya yang mengetuk pintu adalah Husna salah satu khadamah yang masih kelas sebelas."Kenapa Hus?""Ditimbali Umi, Ustazah disuruh ke ndalem.""Oke."Aku mengganti gamisku dan segera menuju ke ndalem."Pripun Umi? Ada apa manggil Caca?""Oh ini
Read more
20. Gara-Gara Hujan
*Azzam Daffa Al Kaivan*Sejak kembali ke Indonesia, aku sudah memulai aktivitasku baik sebagai dosen di UNWIKU Purwokerto maupun mengajar santri putra. Sebenarnya aku malas, tapi karena permintaan Mas Fadil yang kelihatan merana akhirnya aku luluh. Aku masih mengingat setiap detil percakapan kami berdua waktu itu."Mas Fadil kok ngajak ketemuan diluar, ada apa?" tanyaku."Zam ...."Dia menghembuskan nafasnya kasar. Nampak rasa lelah yang begitu terlihat di wajahnya."Mas sakit?"Dia menggeleng, membuatku mengerutkan kening. Lalu dia tersenyum."Zam, boleh Mas minta tolong?""Minta tolong apa? Kalau Azzam bisa bantu pasti Azzam bantu.""Tolong bantu Mas menjaga pondok putra. Mas ... Mas sudah tak sanggup." Kulihat nada kesedihan disana."Mas ... apa ada sesuatu yang terjadi?""Hiks ... hiks." Mas Fadil menangis. Ya Allah ada apa gerangan?"Mas.""Aku mandul Zam."Deg."Aku sudah memeriksakan diri bersama Farid
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status