Semua Bab Pelabuhan Terakhir : Bab 1 - Bab 10
99 Bab
1. Yatim Piatu
Cahaya mustika namaku. Usiaku kini 22 tahun. Gadis yatim piatu sejak berumur 12 tahun. Kedua orangtuaku tewas karena kecelakaan mobil saat akan mengunjungi nenek kami di Jepara. Bus yang kami tumpangi tertabrak truk kontainer yang membawa semen. Hingga akhirnya aku diasuh oleh adik ayahku. Aku memanggilnya Lik Marwan. Lik Marwan mempunyai 3 anak. Si sulung seumuran denganku, Hasan. Dia anak dari mendiang istri pertamanya. Sedang anak keduanya berumur 20 tahun. Namanya Ningrum, sedangkan anak ketiganya berumur 17 tahun bernama Naufal.Aku dan Hasan seperti anak terbuang dalam lingkungan keluarga ini. Maklum karena saat ini kami tinggal bersama keluarga besar istri kedua Lik Marwan yaitu Mirna. Meski Eyang Sosro, Ibu dari Bapak dan Lik Marwan ikut tinggal bersama tapi beliau sama seperti kami hanya penumpang saja dan tak dihargai.Untuk urusan sekolah saja, aku dan Hasan bisa sekolah dengan mengandalkan beasiswa. Untung otak kami agak encer. Tapi selalu
Baca selengkapnya
2. Duka Kematian
"Ca....""Hem," sahutku sambil menyetrika baju sedangkan Hasan tengah melipat baju yang tidak disetrika.Inilah aku dan Hasan, yang satu mantan ketua BEM MIPA sedangkan yang satu aktivis Pramuka sejati. Tapi sekarang kami hanyalah babu cuci. Ngenes."Awan kayaknya beneran suka sama kamu. Dia sepertinya serius pengen ngelamar kamu. Kamu gimana?""Gimana apanya?""Terima apa enggak?""Menurut kamu, aku harus gimana?""Kamu suka gak?""Enggak.""Cakep. Aku juga enggak.""Kayaknya kalian akrab. Kok gak suka sama dia, kenapa?""Bukan aku yang mengakrabkan diri. Dia aja yang sok akrab. Cih ... Gayaknya sok politikus banget. Emangnya dia aja yang bisa orasi.""Hahaha ... Kan dia gak tahu kalau yang dia ajak ngobrol mantan politikus walau kelas fakultas. Hahaha." Satu lagi, tak ada seorangpun di desa kami bahkan keluarga besar Lik Mirna yang tahu bahwa kami adalah sarjana. Karena Lik Mirna sengaja menyembunyikannya. 
Baca selengkapnya
3. Sayap yang Terentang
Kami disambut tangis haru oleh keluarga dan tetangga. Bahkan beberapa sanak keluarga ada yang menangis histeris bahkan pingsan.Kata-kata penghibur menyertai kami, namun aku kurang begitu antusias dan hanya menanggapi dengan anggukan atau senyum lemah.Selanjutnya Eyang langsung di sholati dan dimakamkan. Eyang sudah dimandikan ketika di rumah sakit. Aku, Hasan dan Lik Marwan bahkan ikut memandikan jenazah Eyang saat masih di rumah sakit."Kamu yang sabar ya Ca," ucap salah satu kerabat, entah siapa aku tak tahu."Nggih."Hasan dan Lik Marwan ikut masuk ke liang lahat untuk membantu memakamkan Eyang. Terakhir Hasan mengazani Eyang untuk terakhir kalinya.********"Tempat ini nyaman ya Ca, adem." Aku menoleh ke arah Hasan dan tersenyum membenarkan perkataannya."Iya."Aku dan Hasan tengah duduk menikmati hamparan sawah di depan rumah Eyang. Hari ini adalah hari ketiga kematian Eyang. "Ca.""Iya.""Eyang udah
Baca selengkapnya
4. Gerbang Hati
Perjalanan dari Jogja menuju Purwokerto kutempuh dengan kereta. Selama perjalanan aku hanya sibuk menatap pemandangan di luar. Sesekali aku menarik nafasku, entah kenapa dadaku sesak sekali. Ada banyak ketakutan yang kurasakan. Salah satunya apa mungkin aku bisa beradaptasi dengan lingkungan pondok."Sudahlah Ca, mengalir saja. Ingat kamu sudah berjanji akan menjalankan wasiat ibumu. Bismillah," ucapku lirih.Sampai di stasiun Purwokerto aku segera mencari taksi."Taksi Mbak." Salah satu supir taksi menawariku."Iya Mas.""Mau ke mana?""Pondok Al Hikam Purwokerto, Mas.""Yang kompleks putri ya?"Aku hanya mengangguk saja."Mari Mbak."Aku segera masuk ke dalam taksi. Perjalanan dari stasiun menuju Al Hikam hanya sekitar lima belas menit.Asampai di gerbang pesantren Al-Hikam pukul tujuh malam dengan menumpang taksi. Setelah membayar dan menurunkan barangku yang hanya berupa tas punggung dan tas jinjing tanggung, aku mengamati g
Baca selengkapnya
5. Efek Salah Ndusel
Aku terbangun saat mendengar suara orang mengaji. Setelah membereskan tempat tidur, aku segera keluar kamar untuk mandi. Saat membuka pintu kulihat kedua rekanku sudah berada di depan pintu kamar. Mereka melongo menatap horor kearahku."Kenapa?" tanyaku."Mbak Caca bisa tidur nyenyak?" tanya Mbak Syarifah."Nyenyak banget. Kenapa emangnya?""Gak ada yang gangguin?" sekarang Mbak Nurul yang bertanya."Hahaha. Gak ada tuh." Aku langsung berlalu menuju kamar mandi.Sedangkan kedua rekanku masih nampak tak percaya. Ya Allah muka mereka lucu sekali. Sehabis mandi aku langsung berganti gamis katun dan segera menuju ndalem (rumah Kyai).*****Aku tengah membantu Nurul dan Ipeh alias Syarifah memasak di dapur ndalem. Mereka menolak dipanggil Mbak karena usia mereka dibawahku. Karena usia kami boleh dikatakan sebaya makanya kami cepat sekali akrab.Kata Ipeh, dapur ndalem dan dapur khusus santri terpisah. Dapur santri khusus digunakan oleh para sa
Baca selengkapnya
6. EGP, Gus!
"Hai kamu!" Aku yang tengah sibuk mengiris wortel mendongak menatap si cowok angkuh.Seminggu semenjak kejadian salah ndusel praktis kami saling menghindar. Malu iya, marah iya tapi seneng juga iya. Aku sih yang seneng. Halah ...."Apa!" jawabku jutek."Kamu itu niat kesini mau ngapain sih?""Mbabu (jadi pembantu)," jawabku ngasal."Ckckck ... Katanya mau ngaji.""Gus. Ini kan masih jam 7 pagi, gak ada jadwal ngaji. Kalau ada jadwal ngaji aku ya ngaji."Dia bersidekap. "Memangnya kamu mau fokus ngaji kitab apa?""Kitab apa saja yang penting ngaji. Kenapa Gus Azzam repot sih?" Aku mengeluarkan sisi jutekku."Aku gak repot cuma jengah sama tingkah kamu, santri lain itu gak kayak kamu tahu." Dia menjawab tak kalah dingin.Aku memandangnya tajam. Kami bertatapan dengan waktu yang lama hingga saling membuang pandangan. Astaga. Ada yang tidak beres ini dengan jantungku. Jangan sampai kalah Ca. Akhirnya aku bertanya lebih dahulu sekaligus u
Baca selengkapnya
7. Ceritaku
*Azzam Dafa Al Kaivan*Gadis itu benar-benar berisik sekali, suka cari muka dan menggangu. Aku tahu dia anak sahabat Umi yang bernama Fatimah. Dan saat ini dia yatim piatu. Tapi sungguh kehadirannya membuatku terganggu.Aku dikenal sebagai sosok Gus yang dingin, cuek, galak dan mungkin angkuh. Tapi jangan salah, sikapku akan berbeda jika bersama Umi, aku justru sangat manja padanya. Maklum saja 12 tahun aku baru dikasih adik. Jadi, jangan salahkan kalau aku menjadi anak manja hanya ketika bersama Umi.Aku pertama jumpa dengannya di pintu gerbang pesantren, kuakui dia sangat cantik. Tapi bagiku biasa saja, karena aku sudah terbiasa lihat cewek cantik. Bahkan mantan calon Ning yang gagal ta'aruf denganku juga cantik. Tapi cantikan Caca sih. Astaghfirullah.Walau begitu bukan berarti aku suka sama Caca ya. Aku nyari istri itu harus seperti Umi. Kalem, lembut, perhatian dan penurut. Dan semua itu tidak ada di Caca.Aku sulung dari dua bersaudara. Jarak kelahiran
Baca selengkapnya
8. Bidadari Pohon Mangga
*Cahaya Mustika*Tak terasa sudah dua bulan aku mondok plus jadi khadamah disini. Awalnya, aku kesusahan beradaptasi. Terutama masalah ngajinya, tapi alhamdulillah akhirnya terbiasa. Berhubung dulu aku dan Hasan hanya punya satu HP milik bersama dan jadul pula, praktis komunikasi kami lewat sosmed. Dan itupun hanya bisa kulakukan saat hari Minggu saja dimana kami boleh keluar itupun hanya di area dekat pondok.Syukurlah Hasan nampak bahagia dan menikmati kuliahnya. Aku lost kontak dengan keluarga Jepara. Paling Hasan yang rajin menghubungi Husna untuk menanyakan keadaan bapaknya. "Kamu betah Ca?" tanya Kang Bimo kepadaku saat membantuku mengupas kelapa sedangkan aku bertugas memarutnya."Betah Kang." Aku memanggilnya sesuai panggilannya disini."Syukurlah, Hasan kayaknya juga betah disana. Senangnya dengar dia lagi kuliah." Kang Bimo menghembuskan nafasnya."Kenapa Kang?""Gak papa. Aku cuma nyesel dulu jadi anak badung. Sekolah gak tamat hid
Baca selengkapnya
9. Wisuda
Kali ini aku menemani Abah, Umi, dan Gus Azmi ke Bandung dengan disopiri oleh Kang Bimo. Gus Azzam sendiri satu minggu yang lalu sudah ada di Bandung. Besok adalah hari wisuda Gus Azzam untuk program magisternya. Kami menginap di hotel yang cukup dekat dengan kampus."Kampusnya keren ya Umi, besok Azmi mau disini juga," celoteh Gus Azmi saat mobil kami memasuki pelataran parkir hotel."Memangnya Azmi mau jadi apa?""Gamer Umi, pokoknya bisa pegang komputer sama HP. Hehehe.""Dasar kamu itu ya?"Semua tertawa termasuk aku. Selanjutnya aku lebih banyak diam, karena menikmati perjalanan. Wow, aku jadi rindu kampus. Aku rindu belajar. Aku menghembuskan nafasku pelan. Semoga suatu hari nanti aku bisa kuliah lagi dan semoga aku segera punya uang. Syukur dibiayai suami. Dan pertanyaan yang muncul emangnya suamiku siapa?*****Mataku terpana menatap objek di depanku. Perawakannya yang tinggi menjulang, kulit putih dengan seraut wajah nan rupawan tengah ber
Baca selengkapnya
10. Tantangan Dari Gus Azzam
"Mbak Caca dipanggil Umi ke ndalem," seru Fauziah salah satu khadamah yang masih kelas 12 SMA."Oh ... makasih Dek." Aku menemui umi di ruang keluarga."Umi manggil Caca? Wonten nopo nggih Umi.""Gini, kata Azzam kamu itu lulusan pendidikan Biologi benar kan?""Nggih Umi, pripun?""Guru Biologi kita mau ikut suaminya ke Malang, jadi kita butuh gantinya. Daripada kita bikin loker kan mending memberdayakan SDM yang sudah ada. Bener kan?""Nggih Umi.""Mau ya bantuin ngajar di SMA.""Tapi, Caca sudah lama gak ngajar Umi. Takutnya nanti pas dihadapan siswa malah kayak patung Umi.""Ya dicoba dulu makanya.""Nanti kalau nervous gimana Umi.""Ya makanya latihan.""Nanti kalau ....""Kalau gak sanggup ya nolak. Gak usah banyak alasan. Percuma katanya sarjana terbaik tapi disuruh ngajar aja banyak alasan," sinis Gus Azzam.Aku melotot kearahnya, dia malah memiringkan senyumnya. Dasar kurang garam ini orang. Awas ya! Aku b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status