*Cahaya Mustika*
Haish aku malu sekali rasanya. Demi apa aku harus menyaksikan keuwuan Abah dan Umi. Aku kan jadi pengin punya suami tahu. Mana belum punya calon lagi, haish. Lagian kenapa juga dengan hatiku? Melihat keromantisan Abah sama Umi, kok aku jadi rindu-serindunya sama musuhku yang jauh disana. Huft."Mbak.""Astaghfirullah. Ipeh ngagetin aja!" "Lagian Mbak Caca lari-lari kayak dikejar maling.""Hehehe. Kamu belum tidur Peh?""Belum Mbak.""Kenapa?" "Bapak Ibu minta aku menerima lamaran Kang Hasbi.""Hasbi salah satu ustaz di pondok putra?""Huum.""Boleh aku tahu, kenapa kamu gak mau menerima dia?""Gak tahu Mbak, habisnya hatiku gak sreg aja.""Wah kalau itu susah. Ya kamu sampaikan kepada kedua orangtuamu apa keinginanmu. Harusnya kamu bersyukur loh udah ada 4 orang yang melamar malah yang satu masih ngebet buat nikahin kamu. Coba kamu jadi aku. Ngenes gak ada yang mau.""Mbak Caca itu buk*Azzam Dafa Al Kaivan*"Jadi Aisyah, saya minta Zulaikha tinggal disini. Bukannya ada kamar khadamah. Biar Zulaikha tinggal di salah satu kamar."Begitu menginjakan kaki di ruang tamu aku mendengar suara Bu Dhe Laila yang seperti biasanya, arogan. Aku meminta Kang Bimo untuk berhenti sebentar. Ingin mengetahui apa yang tengah dibicarakan."Maaf Mbak, kalau memang Ning Zulaikha mau tinggal disini dia bisa tinggal di pondok. Lagian bukannya Ning Zulaikha bisa tinggal di rumah Mbak Laila?" itu suara umiku."Kamu sama Ilyas benar-benar ya. Sombong, Ustazah Caca yang bukan siapa-siapa saja boleh tinggal di kamar khadamah kenapa sepupu Farida gak boleh!" nada Bu Dhe Laila mulai meninggi."Maaf Mbak, itu sudah keputusan Abah Ilyas.""Halah, kamu itu ngaca pondok ini punya siapa? Lagian Zulaikha itu sepupu Farida, mantuku. Dia lebih berhak tinggal disini daripada semua khadamah. Dia itu Ning. Wanita terhormat.""Kalau dia wanita terhormat dia tak aka
*Cahaya Mustika*Us, kita jadi kemah di daerah Bumi Perkemahan (Buper) Kendalisada gak?" tanya Risa sang Pradani."Nunggu keputusan dari Ustazah Maryam sama Abah dan Umi. Mereka kan pemberi keputusan mutlak. Kita tunggu saja," jawabku."Oke Us," jawab Risa.Setelah latihan Pramuka aku segera menuju ke kamarku melalui lorong samping. Aku segera mandi dan mengganti bajuku dengan gamis jersey biar lebih nyaman. Setelahnya aku rebahan sebentar. Fisikku lelah sekali, persiapan pelantikan regu Pramuka, Jumbara PMR, olimpiade belum lagi tugas di pondok sebagai seksi keamanan. Hadeh aku capek.Tok ... tok ... tok."Ustazah Caca.""Sebentar." Aku membuka pintu kamarku. Rupanya yang mengetuk pintu adalah Husna salah satu khadamah yang masih kelas sebelas."Kenapa Hus?""Ditimbali Umi, Ustazah disuruh ke ndalem.""Oke."Aku mengganti gamisku dan segera menuju ke ndalem."Pripun Umi? Ada apa manggil Caca?""Oh ini
*Azzam Daffa Al Kaivan*Sejak kembali ke Indonesia, aku sudah memulai aktivitasku baik sebagai dosen di UNWIKU Purwokerto maupun mengajar santri putra. Sebenarnya aku malas, tapi karena permintaan Mas Fadil yang kelihatan merana akhirnya aku luluh. Aku masih mengingat setiap detil percakapan kami berdua waktu itu."Mas Fadil kok ngajak ketemuan diluar, ada apa?" tanyaku."Zam ...."Dia menghembuskan nafasnya kasar. Nampak rasa lelah yang begitu terlihat di wajahnya."Mas sakit?"Dia menggeleng, membuatku mengerutkan kening. Lalu dia tersenyum."Zam, boleh Mas minta tolong?""Minta tolong apa? Kalau Azzam bisa bantu pasti Azzam bantu.""Tolong bantu Mas menjaga pondok putra. Mas ... Mas sudah tak sanggup." Kulihat nada kesedihan disana."Mas ... apa ada sesuatu yang terjadi?""Hiks ... hiks." Mas Fadil menangis. Ya Allah ada apa gerangan?"Mas.""Aku mandul Zam."Deg."Aku sudah memeriksakan diri bersama Farid
*Cahaya Mustika*Malu. Satu kata yang saat ini kurasakan. Semenjak kejadian terpergok oleh Gus Azzam tadi siang aku banyak diam. Bahkan sengaja menghindarinya. Tapi aku bingung sepertinya Gus Azzam tampak biasa saja. Ah, memangnya dia itu kamu Ca. Gitu aja kamu udah baper. Sadar Ca ... sadar. Aku mengucap istighfar berusaha membuang jauh rasa ini."Baik untuk hiburan selanjutnya kita minta ustazah kita yang cantik tapi gualak untuk ikut mengisi. Kepada Ustazah Caca kami persilakan." Febrina sang pembawa acara menyebut namaku.Aku melotot ke arahnya namun hanya dibalas cengiran saja sama itu anak."Ayo Us Caca.""Semangat Us Caca."Dan banyak teriakan yang lain. Aku agak grogi."Ayok Mbak Caca." Ipeh menyenggol bahuku agar aku berada di tengah untuk menyumbangkan hiburan di acara malam api unggun."Gak ah, saya gak bisa nyanyi." Aku berusaha mengelak."Mbak Caca gak usah merendah. Lagian Ipeh juga sering denger kok Mbak Caca nyanyi-nyanyi
"Mbak Caca kok cuma sebentar di Kebumen?" tanya Gus Azmi."Iya Gus, hubungan Mbak Caca sama keluarga Kebumen gak terlalu dekat. Rikuh kalau terlalu lama disana. Mending disini aja. Banyak yang bisa Mbak kerjakan.""Kang Bimo juga gak pernah pulang lama, paling lama tiga hari tapi ini tumben sudah seminggu belum balik," sambung Gus Azmi."Bapaknya lagi sakit Gus, mungkin pengen nemeni bapaknya dulu.""Iya sih."Liburan awal semester aku pulang ke Kebumen bareng Kang Bimo. Hasan juga pulang. Hasan hanya bisa cuti selama tiga hari. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk kembali ke pondok saat Hasan juga balik ke Jakarta. Rikuh kalau terlalu lama di Kebumen. Hasan dan aku sudah patungan mau memperbaiki rumah peninggalan Eyang. Kami berharap rumah ini bisa menjadi tempat kami pulang kalau lagi kangen rumah. Semua perbaikan kami serahkan pada Lik Giman, salah satu sepupu Bapak yang bekerja sebagai tukang bangunan."Ca.""Nggih Umi.""Besok masak soto
Kumenangis ....Haduh demi apa ini, kok malah nonton ginian mending streaming drakornya oppa gebetan."Huh ... untung Simbah Kakung ndak kayak suami yang di tipi itu Nduk. Kalau Mbah Kakung kayak gitu awas tak sunat pokoke." Greget Simbah Suseni ibunya Umi Aisyah."Lah, aku kan esih duwe iman, masa aku mau menyakiti wanita yang telah mendampingiku, memberikanku anak yang lucu-lucu. Ya mbotenlah Bu," sahut Simbah Nardi, suaminya.Aku sedang menemani orangtua Umi Aisyah nonton TV. Abah, Umi, dan Gus Azmi sedang pergi ke acara pengajian di daerah Kalibagor. Jangan tanya Gus Azzam ada dimana? Dia itu orang dengan sejuta agenda, kampus, pondok, sekolah, kerja dan jarang ada di rumah. Rumah itu hanya tempat tidur."Eh, Nduk kamu kalau punya suami kayak gitu mau kamu apain?" tanya Simbah Putri."Caca lempar ke sungai Amazon Mbah, biar ketemu temennya ular anaconda sama piranha.""Hahaha. Bagus." Simbah putri mengacungkan jempolnya."Kalau misal
Aku baru saja memarkirkan mobilku. Capek, hari ini jadwal mengajarku di kampus full. Ditambah membimbing para mahasiswa yang mengikuti lomba desain arsitektur "Spectaculer" di Jogja."Assalamu’alaikum.""Wa’alaikumsalam."Kulihat ada tamu Abah, nampaknya mereka juga para kyai. Aku segera menyalami Abah dan para tamunya."Wah, Azzam kayak njenengan Pak Kyai. Pas muda dulu. Gagah." Puji salah satu teman Abah yang kuketahui bernama Kyai Mahfud."Bener Kyai Mahfud, kok gak jadi tentara Gus kayak abahnya?" sambung Kyai Habib."Mboten Pak Kyai," jawabku."Oh iya sekarang sibuk apa Gus?" tanya Kyai Mahfud lagi."Sibuk mengajar saja Kyai sama kerja," jawabku singkat."Njenengan kok gak pernah cerita kalau putramu itu kuliah arsitek sih Kyai? Malah kuliahnya sampai ke Australia lagi." Seseorang yang dari tadi diam saja mulai bertanya. Aku tahu namanya Kyai Sholeh, ayah dari Furqon sahabatku."Hehehe. Memangnya saya harus cerita ap
"Umi ...""Iya Zam." Umi sedang melipat baju. Walau ada khadamah, Umi tak pernah menyuruh mereka mencucikan baju kami sekeluarga. Katanya malu, kalau sampai lihat barang pribadi dicuciin sama orang lain."Tadi Furqon main.""Owh.""Dia tanya Caca udah punya calon apa belum.""Terus kamu jawab apa?""Azzam bilang aja kayaknya Umi udah punya calon. Kan Caca anak angkat kesayangan Umi. Azzam aja kalah saing sama dia." Sungutku sambil ndusel ke keteknya."Ya Allah Zam, udah gede masih saja suka ndusel sama Umi." Umi terkekeh melihat kelakuanku."Biarin, nanti kalau Azzam sudah punya istri, Umi gak boleh iri.""Gak, Umi gak bakalan iri, malah Umi seneng jadi Umi cukup ngurusi bayi tua sama bayi remaja. Bayi bujangnya sudah punya pawang. Kalau kamu sering ndusel kan nanti Umi cepet dapat cucu.""Ckckck ... Umi ... Umi ... pasti kesitu lagi bahasnya." Aku memilih merebahkan kepalaku pada pangkuan Umi. Umi pasti akan menyisiri ra