Semua Bab Perfect Love: Bab 21 - Bab 30
113 Bab
Part 21: Layaknya Sepasang Kekasih
Hari yang terlihat mendung, tak menggoyahkan Eva menjalankan rencananya untuk menggoda Rendra. Eva memaksa Erik untuk bekerja sama dengannya. Ia keluar dari kamarnya menuju ke arah Erik yang sedang sarapan. "Paman." "Apa?" tanya Erik sambil makan. Eva tersenyum ke arah Erik seraya menaikkan alis kirinya. "No! Paman nggak mau." "Paman harus mau. Ayolah Paman, ayo." Eva menggoyang-goyangkan tangan Erik sambil memohon. "Eva, Paman lagi makan ini. Paman nggak ada urus ide gila kamu itu." Erik melanjutkan sarapannya sampai habis. "Pokoknya Paman harus mau!" "No! "Harus!" "No!" Pada akhirnya, Erik terpaksa mengalah dengan Eva. Erik menuruti permintaan Eva untuk menelpon Rendra. "Halo, Rendra?" sapa Erik. "Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Rendra. Erik menghela napas seraya melirik ke arah Eva. Eva yang tersenyum-senyum memberikan aba-aba kepada Erik. "Ajak dia main basket di lapangan area kompleks," ucap Eva mengeluarkan suara. "Iya, iya." Erik terlihat kesal. "Hal
Baca selengkapnya
Part 22: Menyusun Rencana
Rintihan hujan yang jatuh membasahi bumi, membuat Eva dan Rendra semakin kedinginan. Tubuh Eva yang mudah sakit saat terkena hujan, ia langsung jatuh pingsan di tengah lapangan basket. "Ev! Ev, bangun! Eva!" panggil Rendra seraya memangku kepala Eva di atas pahanya. Rendra segera mengangkat Eva dari pingsannya dan berlari menuju mobil. Rendra memiliki kunci mobilnya. Ia hanya sengaja mengerjai Eva untuk membuatnya jera. "Aku tak seharusnya melakukan hal sejauh ini. Bagaimana mungkin aku mengabaikannya di dalam hujan yang begitu deras. Apalagi dia pingsan seperti ini," lirih Rendra dalam hati seraya menyalakan mesin mobil dan pergi meninggalkan lapangan basket. Beberapa menit kemudian, Eva dan Rendra tiba di rumah. Rendra mengangkat Eva kembali dari dalam mobil menuju ke arah rumah. "Pak Erik! Pak Erik!" panggil Rendra seraya menekan bel. "Paman sudah berangkat keluar kota," sahut Anna tersadar dari pingsannya dengan wajah yang pucat. "Terus, gimana caranya aku bawa kau masuk ke
Baca selengkapnya
Part 23: Keputusan Yang Salah
Saat waktu istirahat, semua siswa-siswi mengantre makanan di kantin sekolah. Eva dan Raisa mengantre di barisan terakhir. Sedangkan Cici dan Rena sudah lebih dulu mengambil makanan dan berada di meja makan bersama siswa-siswi lainnya. "Ev, kau yakin kita bisa dapat lauk lebih hari ini?" tanya Raisa berdiri di belakang Eva. "Aku pasti dapat!" jawab Eva bersikeras. "Tapi, kali ini Kak Yen tidak akan memberikan kita lauk lebih." "Why?" "Tuh." Raisa menaikkan alisnya menunjuk ke arah Rendra. Rendra juga sedang mengantre makanan di barisan yang lain pada baris ketiga. "Dia akan berpindah profesi untuk menggoda para siswa-siswa tampan," tambah Raisa menatap ke arah Kak Yen. "Kali ini tidak akan kubiarkan Kak Yen menggoda Rendra," ucap Eva. "Kau cemburu?" "Cemburu? No. Aku cuma mau Rendra percaya saja kalau aku benaran jatuh cinta sama dia. Setelah itu, aku bisa dengan mudah mengambil catatannya. Ke ujung dunia dia pergi, akan kuikuti kali ini," jawab Eva percaya diri. Lalu, Eva be
Baca selengkapnya
Part 24: Perawat Rumah Sakit Jiwa
Murid kelas 12 MIPA Satu, sedang mendengarkan arahan dari seorang guru perempuan tentang pelaksanaan ujian Tryout. "Kalian harus banyak belajar. Pahami kisi-kisi yang telah kami berikan kepada kalian. Ujian Tryuot ini sebagai acuan yang sangat penting. Jadi, dengarkan Ibu baik-baik, oke?" jelas Ibu guru itu. "Baik, Bu!" seru semua murid dengan serentak. "Ujian Tryout di laksanakan senin depan ..." Guru itu terus melanjutkan penjelasannya kepada siswa-siswi. Satu jam kemudian, lonceng sekolah berbunyi. "Hore, akhirnya bisa pulang!" ucap Diyo sangat gembira seraya berdiri dari tempat duduknya. "Diyo, duduk!" suruh Ibu Guru itu menegur Diyo. "Eh, Bu. Ini sudah waktunya pulang," ujar Diyo. "Iya, Bu. Ibu tidak boleh melanggar aturan sekolah. Kalau memang sudah waktunya pulang, ya, pulang lah, Bu!" sahut Jeremi denga suara lantang. "Kalian memang siswa pemalas. Ya sudah, kita akhiri pertemuan Ini. Kalian, Jeremi dan Diyo, besok jangan masuk pelajaran Ibu lagi, kalau kalian masih ber
Baca selengkapnya
Part 25: Hari Demi Hari, Kita Semakin Dekat!
Seorang pasien gangguan jiwa paruh baya, sedang membaca buku dengan teman dan santai di atas ranjangnya dengan duduk sambil menyandarkan punggungnya di atas bantal yang tempelkan di dinding. Ia terlihat sedang tersenyum malu ketika membaca sebuah buku anak-anak. "Haha, si kancil sudah kabur!" ujarnya sambil tertawa. Lalu, Erik dan seorang perawat perempuan memasuki ruangan pasien untuk melakukan pemeriksaan. Sontak pasien itu menyembunyikan buku yang sedang dibacanya di bawah selimut. Ia langsung terdiam dengan memasang tatapan yang kosong. "Selamat Pagi, Bu Hasti," sapa Erik memberikan senyuman. "Aku tidak baik, Perawat Harris. Aku kesakitan. Seluruh tubuhku memanggil nama anakku dan anakku. Apakah Perawat Harris tau, dimana dia berada?" tanya pasien itu seraya memegang tangan Erik kuat. "Ibu Hasti tenang dulu, kita akan mencari anak ibu," sahut perawat wanita. Sontak pasien itu menatapnya dengan tajam. "Diam kau, Syifa!" ucap pasien lantang. "Syifa? Bu Hasti tau nama saya?" t
Baca selengkapnya
Part 26: Cemburu Buta
Rasa cemburu Jeremi semakin mengebu-gebu, saat melihat kedekatan Eva dan Rendra. Ia berlari menuruni tangga untuk melabrak Eva dan Rendra. Eva dan Rendra menaiki tangga tingkat dua menuju ke ruang kelas. Siswa-siswi lainnya menatap Eva dan Rendra sambil tersenyum malu. "Sepertinya mereka sudah resmi pacaran," bisik salah satu siswi perempuan kepada kawannya. "Je, tahan emosimu! Jangan sampai membuat keributan," ujar Diyo mengikutinya dari belakang. Saat Jeremi sudah berhadapan dengan Eva dan Rendra. Jeremi menarik tangan Eva dengan kasar. "Je, kau ini apa-apaan? Lepaskan tanganku!" suruh Eva kesal. Eva mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Jeremi. Tapi, Jeremi menekannya lagi dengan kuat dan tidak melepaskan Eva. "Eh, jangan main tarik tangan cewek dengan kasar!" sahut Rendra. "Diam kau! Jangan ikut campur urusanku dengannya!" bentak Jeremi. "Oke. Aku tidak ikut campur urusan kau dengan dia. Tapi, sebaiknya kau lepaskan tangannya dan berbicaralah dengan baik," jelas Ren
Baca selengkapnya
Part 27: Kisah Hidup Yang Tak Sama
"Bukankah Mas Pati sudah menemukan alamat orang itu?" tanya Rendra pada Pati. Pati sedang berada di rumah Rendra. "Sudah, Tuan Muda. Kita bisa pergi kesana besok," jawab Pati. "Saya tidak sempat besok. Saya harus ikut ulangan di sekolah." Rendra berdiri dari tempat duduknya menuju ke arah meja untuk melihat jadwal hariannya. Pada selembar kertas, Rendra menuliskan jadwal hariannya. Ia orang yang sangat di siplin. "Jadi, bagaimana Tuan Muda?" "Kita pergi di malam hari saja. Setelah saya selesaikan ulangan, kita langsung bergegas kesana," ucap Rendra. "Baiklah, Tuan Muda." Pati berdiri dari tempat duduknya dan hendak pergi. "Tunggu dulu!" suruh Rendra. Ia menghentikan Pati pergi. "Iya. Kenapa Tuan?" "Jangan kabari Daddy, dulu." "Baik, Tuan Muda," jawab Pati. Lalu, ia segera pergi dari rumah Rendra. Saat waktu sudah menunjukkan pukul 13:30 siang, Eva keluar dari rumahnya menuju toko buku menggunakan mobil pribadinya yaitu Mini Cooper, untuk mencari beberapa buku yang berkaia
Baca selengkapnya
Part 28: Cemaskan Dia
Eva bersama ketiga sahabatnya menghampiri Kak Yen di kantin sekolah untuk berbincang-bincang dan menggoda Kak Yen yang sudah berpacaran dengan Koki Dodi. Mereka duduk secara berhadapan di meja makan sepanjang dua meter. Eva dan Kak Yen duduk berdampingan. Sedangkan Cici, Raisa, dan Rena duduk di deretan yang sama. "Kok bisa Kak Yen dengan Koki Dodi? Bukannya, Kak Yen dengan Koki Dodi saling bermusuhan?" tanya Cici pada Kak Yen. Kak Yen tersipu malu sambil tersenyum. "Ini, angin-anginnya ... Benci tapi cinta," sahut Eva tertawa. Eva mencolek tangan Kak Yen. "Terus Kak Yen, gimana dengan Paman saya?" goda Eva. "Ah, Paman kau itu, dingin sekali. Susah sekali taklukin hatinya. Kak Yen mengalah saja sama Pak Erik. Mendingan sama Mas Dodi saja," jelas Kak Yen tersipu malu. "Wah, cepat ini perkembangannya. Sudah panggil Mas Dodi segala," goda Cici lagi. "Ya iyalah. Sekarang hati Kak Yen hanya untuk Koki Dodi. Cuma dia seorang," ucapnya genit sambil menempelkan telapak tangan ke dada di
Baca selengkapnya
Part 29: Mendapatkan Petunjuk Baru
Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia p
Baca selengkapnya
Part 30: Embun Pagi
Keesokan paginya, saat langit masih terlihat remang-remang. Rendra, dan Pati berjalan di atas jalan yang licin tanpa aspal yang di tuntun oleh seorang penjaga ronda pendesaan. Hawa yang sejuk dan embun pagi yang menetes ke bawah tanah dari dedaun pohon, membuat Rendra semakin kedinginan. Lalu, Rendra melipat kedua tangannya ke dada untuk menahan dinginnya hawa alam yang begitu asing baginya, walaupun Rendra memakai jaket yang tebal. Pati melirik ke arah Rendra. "Apa Tuan Muda baik-baik saja?" tanya Pati. "Aku baik-baik saja," jawab Rendra. Rendra dan Pati terus berjalan mengikuti penjaga ronda itu. Perjalanan mereka terasa sudah jauh dari tempat ronda. Rendra melihat ke arah sisi kanan dan kiri jalan, ia memperhatikan pohon-pohon di hutan yang begitu tinggi dan lebat. Hatinya sedikit ragu saat mengikuti penjaga ronda itu. "Apa Bapak yakin mereka tinggal di sana?" tanya Rendra. "Iya, mereka tinggal di sana. Dik Rendra dan Mas Pati tenang saja, setelah melewati hutan lebat ini, di
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status