Semua Bab Perfect Love: Bab 41 - Bab 50
113 Bab
Part 41: Dilarikan Ke rumah sakit
Setelah beberapa saat Eva jatuh pingsan, tiba-tiba ia bergerak dan mendorong Rendra untuk melepaskan diri dari pelukan Rendra. Lalu, ia berdiri dan berjalan dengan arah lurus mengarah ke kanan dan ia arah dinding gudang. Eva terus berjalan dengan kedua matanya yang masih tertutup. "Eva?" panggil Rendra menatapnya dengan aneh. Eva tidak merespon panggilan Rendra. Ia terus berjalan ke arah dinding gudang da menabrak tembok dan masih dalam keadaan berdiri tanpa mengeluh kesakitan. Rendra mulai bingun dan kaget. "Apa yang dia lakukan?" Setelah beberapa saat Rendra terdiam sambil melihat kondisi Eva yang begitu aneh, Rendra memutuskan untuk membawa Eva ke rumah sakit. Ia sangat panik dan marah kepada Jeremi ketika ia melihat wajah Eva memar karena terkena pukulan Jeremi. Saat ia menggendong Eva dari gudang menuju mobil, Rendra mengingat masa lalu saat ada sosok wanita berparas cantik yang menangis ketakutan. Seluruh tubuh wanita itu terdapat memar-memar akibat pukulan yang keras. Wajah
Baca selengkapnya
Part 42: Tidur Berjalan
Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendeka
Baca selengkapnya
Part 43: Penjahat Mengungkapkan Penjahat Sebenarnya
"Aaaaa!" teriak Eva ketakutan saat melihat seekor kecoa berjalan ke arah kakinya. Saat ia menghindar dari seekor kecoa, kakinya terpeleset. Ia berusaha menyimbangi tubuhnya agar tidak terjatuh seraya memegang tiang besi tangga dengan kuat. "Akh!" keluh Eva saat dahinya terbentur tiang besi. Sontak Rendra terkejut mendengar suara teriakan Eva. Ia menghentikan cuciannya dan menaruh piring ke dalam bak cucian piring. "Eva." Rendra lari menghampiri Eva di tangga dengan rasa khawatir. Rendra melihat Eva terduduk di atas anak tangga sambio mengeluh kesakitan. "Eva, kau kenapa?" tanya Rendra berlari menaiki tangga. "Aku terpeleset, Ren. Sakit sekali kakiku," keluh Eva sambil memegang kakinya. Rendra mendekati Eva seraya menaiki tangga. "Kenapa kau bisa jatuh?" tanya Rendra memyodorkan tangannya untuk membantu Eva bangun. "A-ada kecoa lari ke arahku," jawab Eva sedikit malu. "Kecoa?" heran Rendra sambil tertawa. "Kau ketawa?" Eva terlihat kesal dan berusaha bangun dari duduknya.
Baca selengkapnya
Part 44: Aku Jatuh Cinta
Eva berbaring di atas ranjangnya sambil senyum-senyum sendiri saat mengingat momen menggemaskan bersama Rendra pada siang tadi. Hati Eva tersentuh saat Rendra menyuapinya makan, membantunya mencuri piring, hingga menggendongnya saat ketakutan melihat seekor kecoa. Jantung Eva berdetak kencang. "Ya Tuhan, aku benaran jatuh cinta padanya. Rendra sedang duduk di kursi sofa sambil nonton drama cinta dengan adegan ala gendong pacar. Awalnya Rendra bersikap biasa saja, tapi, tiba-tiba Rendra terlihat gugup dan mengingat adegannya saat menggendong Eva siang tadi. Rendra menghela napas berat seraya menampar pipi kanannya untuk membuatnya sadar. "Apa aku benaran jatuh cinta sama dia? Aduh, Ren, kau ke sini bukan untuk cari jodoh," ujar Rendra sambil merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang. "Please, sadarlah. Sebelum papa tahu." Rendra mematikan drama cinta itu dan pergi menuju ke kamar untuk beristirahat. "Greeet, greeet, greeet!" Suara panggilan masuk dari ponsel Eva. 'Paman'
Baca selengkapnya
Part 45: Kencan Untuk Pertama Kalinya
Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas Pa
Baca selengkapnya
Part 46: Titik Terang
Eva dan Rendra menikmati berbagai ikan-ikan di dalam kolam besar itu bersama pengunjung-pengunjung lainnya. "Aku tidak menyangka kau akan ajak aku ke sini. Terima kasih, ya," ucap Eva sambil tersenyum seraya saling menatap. Rendra terdiam sejenak dan saling menatap. Lalu, ia menggenggam tangan Eva dengan lembut. Eva tersenyum malu dan mengenggam tanga Rendra dengan erat. "Eva!" panggil Cici dari kejauhan. Sontak Eva sangat terkejut melihat Cici, Raisa, dan Rena berada di wahana ikan itu juga. "Mati aku," gumam Eva. "Kenapa memangnya?" tanya Rendra. Cici, Raisa, dan Rena berjalan ke arah Eva dan Rendra dengan tatapan tajam. Kekesalah terlihat di wajah mereka. "Apa kita lari saja," guman Eva lagi. "Kita hadapi saja," jawab Rendra mengenggam tangan Eva lagi. Sontak Eva terkejut dan tak ingin berpegangan di depan mereka. Mereka menghela napas panjang berbarengan seraya melipat kedua tangan ke atas dada. "Kalian pacaran?" tanya ketiga sahabatnya itu dengan serentak saat melihat
Baca selengkapnya
Part 47: Aku Akan Kembali Ke luar Negeri
Keesokan harinya, Rendra menemui Eva di rumah. Mereka menyiapkan makan siang untuk menyambut kepulangan Erik dari Malang. Di atas meja dapur sudah tersedia bahan-bahan memasak yaitu ayam, sayur kangkung, dan bahan pelengkap lainnya. "Kita masak apa hari ini?" tanya Rendra memegang pisau dapur. "Kita akan masak ayam penyet ala Eva," jawab Eva sambil memasang celemek. "Baiklah. Ayo kita mulai," kata Rendra. Eva mengangguknya dan segera memulai memasak. Setelah beberapa saat, Eva dan Rendra berhasil menghidangkan ayam sambal pedas ala Eva yang super pedas. Rendra berkata, "Kamu yakin sambal ini tidak pedas?" "Tidak akan pedas. Sudah, bawa saja ke meja. Paman akan sampai lima belas menit lagi," suruh Eva sambil mengambil piring yang berisikan ayam goreng. Eva dan Rendra membawakan semua hidangannya ke atas meja. Mereka berdua terlihat begitu kompak dalam menjalankan tugas rumah tangga. Setelah menghidangkannya, mereka saling berbincang sambil menunggu kedatangan Erik. "Aku sudah c
Baca selengkapnya
Part 48: Persahabatan Yang Baik
"Kau memang berniat untuk tinggalkan aku 'kan? Dari awal kau enggak mau pacaran denganku karena kau akan pergi 'kan? Kau memang jahat, Ren," ujar Eva kesal sambil memukul-mukul dada Rendra. "Eva. Aku mohon kau tenang dulu. Aku tidak mau kau berpikir terlalu jauh," kata Rendra memegang kedua tangannya. "Tidak berpikir terlalu jauh? Apa aku saja yang menginginkan hubungan ini bertahan untuk selamanya. Apa cuma aku?" tanya Eva kesal. Rendra tertawa melihat tingkah kesal Eva. "Kau tertawa?" "Maaf-maaf," ucap Rendra. Ia memegang lembut kedua tangan Eva. "Aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk berpisah denganmu," jawab Rendra. "Tapi, kenapa kau bilang tidak ingin kuliah di sini?" tanya Eva balik. "Aku hanya bercanda," jawab Rendra sambil ketawa. Eva mengerutkan keningnya, "Bercanda? Enggak ada lucu-lucunya tahu." Rendra tertawa melihat tingkah kesal Eva, "Aku enggak akan pergi kok." Rendra memeluk Eva erat, "Jangan kesal lagi, oke? Aku akan selalu ada denganmu," "Janji," kata
Baca selengkapnya
Part 49: Memastikan Hal Yang Sudah Pasti
Erik menarik tangan Citra dengan kasar dan membawanya ke gedung belakang sekolah tanpa diketahui oleh murid yang lain. Ia menghentakkan tangan Citra dengan kasar, "Sebaiknya kamu menjauh dari hidup saya. Dengar ya, Citra. Saya tidak akan tinggal diam jika kamu berani buka mulut pada Eva ataupun orang yang saya kenal." Erik mengancam Citra untuk tidak menganggu hidupnya. Erik terlihat sangat kasar pada Citra. Sedangkan, Citra terlihat santai saat menghadapi Erik. "Pak Erik, dengar, ya. Seharusnya Pak Erik tidak boleh mengancam saya begitu saja. Bapak tahu 'kan, saya memiliki foto pernikahan yang Bapak sembunyikan itu. Jika Eva tahu, dia nggak akan pernah bisa maafkan Bapak," balas Citra tanpa takut. Ia hendak pergi meninggalkan Erik, "Satu lagi, Pak Erikku sayang. Jangan lupa, saya sudah jadi bagian dalam hidup Bapak." Citra mengakhiri percakapannya dan pergi meninggalkan Erik sendirian di belakang sekolah. "Dasar murid kurang ajar!" upat Erik menunjukkan sifat aslinya. Dua hari k
Baca selengkapnya
Part 50: Memilih Diam Demi Kebaikan?
Rendra keluar dari sebuah ruangan arsip rumah sakit untuk mencari data tentang Kakaknya bersama Erik. Namun, sepertinya ia tidak mendapatkan bukti apapun. Rendra terlihat sedih dan bingung. 'Apa mungkin Mas Pati salah mendapatkan informasi' "Mungkin suruhan kamu salah mendapatkan informasi," kata Erik mengunci pintu arsip itu kembali. "Mungkin, Pak." Rendra berjalan berdampingan dengan Erik menuju lobi rumah sakit. "Kamu sabar, ya. Saya akan bantu kamu cari Kakak kamu di rumah sakit lain." "Terima kasih, Pak," ucap Rendra. Ia melihat Pati menunggunya di samping mobil, "Kalau begitu saya kembali ke Jakarta duluan." "Baiklah. Kamu hati-hati." Erik menepuk pundak Rendra lembut untuk memberikannya semangat sambil tersenyum. "Iya, Pak," jawab Rendra membalas dengan senyuman pula. Namun, Pati memasang wajahnya yang tegang tanpa tersenyum. Ia langsung membuka pintu mobil untuk Rendra. "Kita harus kembali sekarang, Tuan Muda, sebelum macet," kata Pati. Rendra mengangguknya dan memasu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status