Semua Bab Shadow Under The Light: Bab 21 - Bab 30
92 Bab
Madam Gie
Tengah malam Aku merasakan tubuhku diangkat ke tempat tidur, rupanya aku tertidur di lantai kamar. Bau tubuh Axel sangat menenangkan. Ia menyelimutiku dan beranjak pergi. "Axel." Aku menarik tangannya. "Mn." "Temani aku." "Pipimu?" Tangannya membelai pipiku. Ah ... aku baru teringat, tamparan Leona yang keras, apa meninggalkan bekas merah di sana? "Tidak apa-apa," bisikku, Axel menyipitkan matanya mendengar nada takut dalam suaraku. "Aku tidak mau tidur sendiri, temani aku ... mn?" "Mn." Axel masuk ke bawah selimut bersamaku. Aku melingkarkan lengan ke tubuhnya. Axel membelai kepalaku. Tubuhnya sangat hangat, terutama tangannya. Setiap kali aku menyentuh telapak tangan Axel, aku selalu mengira dia sedang demam, tetapi itu adalah suhu tubuhnya yang biasa. Memeluk tubuh Axel saat ini membuatku sangat bahagia, dengan cepat aku terlelap lagi. *** Apa ini? Aku terbangun karena menyentuh ses
Baca selengkapnya
Masa Lalu Leona
"Ah ... aku lupa." Madam Gie kembali berjalan ke arah pintu kamar dan memungut sesuatu di luar sana. "Makananmu, Manis!" Ia meletakkan sepiring makanan di meja. Jadi tujuannya datang adalah untuk mengantarkan makanan? Aku menatapnya marah. Haruskah membuatku serangan jantung hanya untuk mengantarkan makanan ... bagaimana aku bisa punya selera makan sekarang? "Makan!" perintah Madam Gie, menunjuk piring dengan pisaunya. Piring berisi roti dan daging panggang menguarkan bau harum. Aku memungut sendok dengan tangan yang masih gemetar, mencoba menyuap sesendok daging yang dipotong dadu ke mulut, makananku terasa hambar oleh rasa takut. "Emh ... enak tidak?" tanyanya. "Enak," jawabku bohong. Ia bertepuk tangan. "Ah ... senang rasanya bisa masak lagi, mereka semua selalu sibuk, tidak ada yang memakan masakanku lagi." "Mereka?" "Axel, Leona, Vin, Lewi dan Yuki. Ah ... Lewi dan yuki sedang dalam misi, tidak lama lagi ka
Baca selengkapnya
Rasanya Rindu
Hari berganti hari kujalani di kamar ini. Tidak berani melangkah keluar sama sekali.Madam Gie memberitahuku terdapat enam buah kamar di rumah ini. Setiap kamar memiliki privasi pemiliknya dan peraturan tidak tertulis berlaku di rumah kayu ini:• Tidak boleh ada yang masuk ke kamar orang lain.• Yang melanggar harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya.• Si pemilik kamar yang akan memutuskan bagian tubuh mana yang akan dia potong.Selama aku tidak keluar kamar atau membiarkan salah seorang dari mereka masuk, aku akan aman. Tidak ada yang akan berani menyentuhku. Beberapa kali Vin berusaha memancingku untuk ke luar, tetapi pelajaran yang diberikan Madam Gie membekas di ingatanku. Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.Axel sangat sibuk belakangan ini, pergi pagi dan pulang larut malam. Kami bahkan hampir tidak berkomunikasi. Setiap malam dia akan masuk ke kamar lewat jendela yang tidak kukunci. Seperti kucing, dia memanjat
Baca selengkapnya
Lewi
Brak!Gedoran pintu yang kuat seolah ditabrak oleh banteng membangunkan Axel, mengejutkanku yang hampir saja terlelap.Axel melompat sigap dari tempat tidur, meraih pisaunya yang masih tergeletak di lantai, dan berjalan dengan waspada ke arah pintu."Tetap di sana!" pintanya.Aku beringsut panik menjauhi tempat tidur, menempel dengan erat ke tembok."Siapa?" tanya Axel.Suara berdeham terdengar dari balik pintu."Sial!" maki Axel.Axel menatapku kalut, seolah ingin menyembunyikanku dari pria di balik pintu."Siapa?" tanyaku.Axel meremas rambutnya sebelum menjawab pelan. "Lewi" ucapnya.Lewi? Pria yang diperingatkan oleh Madam Gie ... oh, ya ampun!Mukaku pucat pasi karena takut, melihat reaksi Axel sudah cukup memberitahuku orang seperti apa Lewi itu.Axel membuka pintu dengan sentakan cepat, pisau masih tersilang di dadanya dalam pose mempertahankan diri.Seo
Baca selengkapnya
Yuki
"Bagus sekali!" Madam Gie bertepuk tangan dengan puas, entah sudah yang ke berapa kali aku melempar semua belatiku tepat sasaran."Tidak pernah aku mengajari orang semudah ini, rekor tercepat masih tiga hari untuk menguasai melempar dengan tepat ke sasaran. Apa kau sering main lempar dart, Manis?"Aku menggeleng pelan. "Olahraga yang kusuka hanyalah berlari."Madam Gie tertawa renyah."Well ... kau juga akan membutuhkan keahlian itu, berlari secepat mungkin. Sekarang ... ayo serang aku." Madam Gie mencabut belati yang menancap di pohon dan melemparkannya padaku."Serang aku seolah nyawamu dalam bahaya."Aku menghela napas berat, memposisikan kaki kananku ke depan, belatiku mengacung di depan dada. Aku berteriak keras dan menghunjamkan belati ke arah Madam Gie.Madam Gie tertawa terbahak-bahak sampai terduduk. Belatiku berhenti beberapa senti dari wajahnya."Hah? Kenapa? Ada apa?" tanyaku bingung."Oh ... ya
Baca selengkapnya
Misi Pertama
Rasa perih tak tertahankan membuat tubuhku gemetaran. Inikah rasanya dikuliti hidup-hidup.Pisau tajam itu sudah menggores hingga daguku. Rasa syok membuat tubuhku kaku bahkan untuk membela diri pun aku tak mampu. Hidup di antara orang-orang sinting ini, cepat atau lambat aku akan dibunuh jika tidak bisa menjaga diriku sendiri, dan Axel tidak akan selalu berada di sampingku untuk melindungi.Tiru aku dan kau akan hidup.Kalimat Axel terbesit di pikiranku. Dengan sisa kekuatan yang ada—mengalahkan ketakutan yang menguasai tubuhku, aku menggenggam pisau yuki—menghentikan gerakan pisaunya.Ah ... sial ... sakit sekali.Pisau Yuki mengiris daging di telapak tanganku. Rasa sakit yang menusuk membuat tanganku goyah—ingin melepaskan pisau itu, tetapi dengan tekat penuh aku malah menggenggamnya semakin erat.Yuki menatapku terkejut—tak menyangka akan mendapat perlawanan dari mangsanya. Ia menatap ke ba
Baca selengkapnya
Ibura
Ibura berjalan mendekatiku, kali ini aku menatapnya tajam. Wajah pria itu bulat sempurna, berkulit putih dan pendek, rambutnya disisir rapi ke belakang menggunakan pomade. Tangannya mengelus wajahku perlahan, aku menghindar. Mata Ibura menyipit, tanda tak suka dengan reaksiku.Aku meremas ujung gaunku gugup, belatiku tersemat di paha, dengan sekali sentakan saja aku bisa menariknya dengan cepat."Apa yang terjadi pada wajahmu?" Ia mengelus bekas luka di rahangku.Aku menelan ludah sebelum menjawab, "Kecelakaan.""Tch ... sayang sekali, ini akan mengurangi nilai jualmu, buka bajumu!" perintahnya.Aku bergeming, tanganku gemetaran.Ayo berpikir ... berpikirlah otakku yang bodoh.Ibura terkekeh. "Semakin kau takut, semakin menarik jadinya, Alice." Ia berjalan perlahan memutari tubuhku.Aku memejamkan mata dengan kalut, jarinya yang gemuk menyentuh punggungku, memainkan jarinya di sana. Ibura menarik ritsleting gaunku
Baca selengkapnya
Inikah Rasanya
BUK!Ibura terjatuh menindihku, cairan merah dan serpihan kaca bertaburan di sekelilingku. Aku menelengkan kepala, berusaha memfokuskan mata.Via berdiri ketakutan, tangannya masih menggenggam sisa botol wine yang ia hantamkan ke kepala Ibura."Dasar jalang, mati kau!" Ibura bangkit dengan kepala berlumuran darah, ia meraih serpihan kaca besar dan berjalan ke arah Via.Via mundur ketakutan. "Jangan ... ja--jangan ...," gagapnya.Aku berusaha bangkit sambil menopang tubuh, gadis satunya lagi menjerit sambil memohon-mohon, menangis histeris.Telingaku berdenging, aku menggelengkan kepala, berusaha menjernihkan pikiran yang berkabut. Tangan gemetarku menyeka darah yang menutupi penglihatan.Via melempar segala sesuatu yang bisa diraihnya ke arah Ibura, berusaha menghentikan kedatangan pria itu. Aku membungkuk meraih belati keduaku.Fokus ... fokus ... lempar dengan tepat.Aku melenturkan t
Baca selengkapnya
Melarikan Diri
"Siapa namamu?" Suara lembut seorang wanita terdengar.Aku menengadah, tersenyum pada wajah cantiknya, Madam Gie memberengut."Manis, ini sudah belasan kali aku bertanya, siapa namamu?"Kenapa dia kesal? Aku terkekeh pelan."Kalau kau tidak mau menjawab, setidaknya makanlah sesuatu." Madam Gie menyodorkan piring berisi makanan ke wajahku, bau makanan yang menerpa indra penciuman seketika membuatku mual. Aku mendorong piring itu, memiringkan kepalaku ke bawah kasur dan muntah cairan asam.Entah sudah yang ke berapa kali aku muntah hari ini. Baskom di bawah tempat tidurku sudah dibersihkan berkali-kali.Madam Gieberdecak kesal, menepuk punggungku perlahan. "Semua mengalami hal ini pada awalnya, kau akan terbiasa, percayalah."Tidak ... aku tidak akan pernah terbiasa ... mimpi itu ... terlalu menakutkan .... Ibura selalu bangkit, walaupun sudah kubunuh berkali-kali.Tok ... tok!Madam Gie mengernyi
Baca selengkapnya
Dunianya
(Warning!!! 18+) Kami tiba di sebuah motel kumuh, Axel membunyikan bel di lobi yang tampak sunyi.Seorang Pria kurus kerempeng, dengan mata menonjol cekung melongokkan kepalanya dari bawah meja resepsionis. "Axel?" Ia menatap Axel dengan tidak percaya. Axel menyunggingkan senyum manis. "Hallo, Ed!" Pria yang disapa Ed itu melompati meja dengan mudah, menjabat tangan Axel dan memeluk pemuda itu kuat-kuat seolah bertemu teman baik yang sudah lama hilang. "Apa yang terjadi? Bagaimana kabar rumah kayu?" cerocosnya, ia mendengkus sambil menggosok hidung, persis seperti pecandu obat terlarang. "Eh? Siapa dia?" Ed menyadari kehadiranku, belum sempat Axel menjawab, dia sudah menghampiriku. "Siapa namamu?" Ed membelai wajahku, aku mendengkus jijik. Semua laki-laki sama saja, mereka pantas untuk mati. Axel mencengkeram tangan Ed. "Dia bukan seperti yang kau pikirkan." "Oh! Pacarmu?"
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status