Semua Bab Dua Istri CEO: Bab 81 - Bab 90

103 Bab

Bab 81 Pertukaran

Mark tersenyum smirk saat melihat wanita yang dia inginkan beberapa waktu yang lalu telah berada di depan matanya. Wanita yang menghantui tiap malamnya dan membuatnya begitu bergairah dan sangat menginginkannya."Apa yang kamu inginkan dariku?!" tanya wanita di depan Mark dengan lantang. Tak ada raut ketakutan di wajahnya. Bahkan wanita itu berani mengangkat wajahnya dan menatap kedua mata Mark dengan sangat berani. Mark merasa begitu tertantang dan bergairah hanya dengan saling bertatapan seperti itu. Bahkan tanpa sadar lelaki itu menjilat bibir bawahnya penuh minat.Wanita itu begitu jijik dengan tatapan yang diberikan padanya, terlebih wajah mesum yang diperlihatkan sang lelaki."Kamu tidak perlu tahu. Kamu sekarang milikku karena Brian telah memberikanmu padaku, sebagai ganti anak kesayangannya."Mark tertawa dengan sangat keras karena merasa telah menang dari Brian. Dia bisa menekan musuhnya itu sekarang dan mendapatkan apa yang lelaki itu miliki."Cuih!" Vio meludah ke arah sampi
Baca selengkapnya

Bab 82 Kehancuran Mark

"Enyah kamu bedebah!" teriak Vio disertai tamparan pada pipi lelaki di depannya. Vio benar-benar menggunakan seluruh tenaga yang dia punya saat menampar Mark hingga kepala lelaki itu sedikit tertoleh ke arah kanan.Rasa panas dam perih Mark rasakan saat ini. Akan tetapi, ada yang lebih menyakitkan yaitu hatinya. Baru sekali ini ada perempuan yang dengan berani melayangkan tamparan di pipinya. Harga diri lelaki itu seperti dijatuhkan hingga dasar terendah."Jangan berharap kamu bisa menyentuhku, bajingan!" Dada Vio naik turun saat mengatakannya. Wajahnya mengeras dengan gigi yang bergemerutuk. Dia sangat muak jika harus berdekatan dengan lelaki biadab di depannya. "Aku besumpah akan mencabikmu jika kamu berani menyentuhku!" Mendengar ancaman Vio, Mark menaikkan sebelah bibirnya ke atas. Dia lantas menolehkan kembali kepalanya hingga saat ini kedua matanya menatap tajam mata Vio. Dengan gerakan cepat, lengan Mark maju dan menekan leher Vio hingga membuat wanita itu merasa tercekik. Ked
Baca selengkapnya

Bab 83 Kenyataan Pahit

"Mas. Nanti aku mau ke yayasan. Aku harus meyakinkan Sarah untuk mau menjadi saksi. Semua orang harus tahu kebejatan lelaki itu." Vio berjalan lebih cepat, berusaha mengimbangi langkah cepat Brian. Brian memang sudah memiliki cukup bukti untuk menjatuhkan Mark, tetapi jika Sarah mau speak up, pasti akan lebih memberatkan hukuman bagi lelaki itu. "Iya, Sayang. Aku akan terus mencari bukti agar Mark mendapat hukuman mati, minimal seumur hidup. Sudah terlalu banyak kejahatan yang dia perbuat. Selama ini tidak ada yang berani menyenggolnya, tapi saat ini aku bersumpah tidak akan ada orang yang bisa membantunya," tekad Brian.Brian mengenal Mark sebagai orang yang licik. Dia selalu menggunakan kelemahan orang-orang penting agar mendapatkan dukungan. Namun kali ini, Brian tidak akan membiarkan hal itu. Dia telah mengamankan semua bukti yang Mark punya dan kini telah berada di tangannya. "Brian. Papa pengen ngomong sama kamu." Baik Brian maupun Vio sama-sama kaget saat tiba-tiba saja Wija
Baca selengkapnya

Bab 84 Skizofrenia

"Mas Brian! Lihat! Anak kita sudah bisa naik sepeda!" Azzura menyeret Adrian menuju ke arah halaman. Matanya terlihat berbinar dan raut wajahnya pun memperlihatkan kebahagiaan.Adrian tersenyum miris sembari menatap Azzura dari samping. Ada sesak yang dia rasakan melihat wanita yang dia cintai seperti ini. Skizofrenia yang dialami Azzura telah berada di fase yang bisa melukai diri sendiri ataupun orang lain."Kyra! Hati-hati, nak! Nanti kamu jatuh!" Azzura masih melihat ke arah halaman kosong. Halaman yang dilihat Azzura hanyalah halaman kosong. Namun, dalam pikiran wanita itu, ada Kyra yang sedang mengendarai sepeda roda dua. Ingatan saat Kyra berusia lima tahun dan pertama kali bisa mengendarai sepeda roda dua hadiah ulang tahunnya yang kelima.Mungkin sekitar lima belas menit senyum Azzura mengembang, sebelum akhirnya raut wajah wanita itu berubah drastis. Matanya yang tadinya penuh binar kebahagiaan, menjadi tajam penuh kilat kebencian."Jangan ambil anakku!" Azzura berteriak semb
Baca selengkapnya

Bab 85 Kenyataan Menyakitkan

"Pa! Mama ke mana sih? Kenapa Kyra tidak boleh bertemu dengan Mama?" protes Kyra sesaat setelah mendudukkan bokong pada kursi. Keluarga Pradipta saat ini tengah sarapan. Brian duduk di kursi paling ujung, sedang Vio dan Kyra di sisi kanan dan kirinya. Vio melirik Brian untuk mengetahui bagaimana reaksi suaminya saat sang anak kembali bertanya tentang ibunya. Wanita itu merasa sedih sekaligus kasihan saat melihat Brian yang tidak pernah bisa menjawab pertanyaan Kyra tentang Azzura. "Ehm ... kita makan dulu saja, Sayang. Makanannya keburu dingin." Vio berusaha mengalihkan perhatian Kyra. Namun yang dia dapatkan sekarang adalah tatapan mata Kyra yang menyiratkan kebencian yang mendalam. "Kamu nggak usah sok perhatian deh! Kamu itu bukan mama aku! Jadi kamu nggak perlu manggil 'sayang' segala. Jijik tahu nggak sih!" "Kyra!" bentak Brian yang membuat Kyra langsung menoleh ke arah sang ayah. "Papa berani bentak aku?" tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca. "Sudah, Mas. Aku nggak papa
Baca selengkapnya

Bab 86 Tragedi di Yayasan

Brian langsung membanting tas saat masuk ke dalam ruangan kerjanya. Akhir-akhir ini semua hal semakin tidak terkendali. Wijaya sudah mulai menghentikan dukungan bisnis pada perusahaannya secara perlahan, dan juga sikap Kyra yang semakin kurang ajar padanya dan juga Vio.Dengan sedikit kasar, Brian mendudukkan bokong pada kursi, tak lupa dia juga memijit kening yang menjadi sebuah refleks jika dirinya sedang banyak pikiran. Belum lagi Azzura yang masih belum diketahui keberadaannya.Mungkin sekitar lima belas menit lelaki itu dalam posisi seperti itu, dan berhenti saat dering nada ponsel mengagetkannya. Matanya memicing saat melihat siapa yang tengah menelepon."Halo! Ada apa?" tanyanya dengan nada sedikit ketus. Brian begitu kesal dengan orang ini karena sudah berbulan-bulan, tetapi pekerjaannya tidak mendapatkan hasil."Jangan galak seperti itu, Bos." "Buat apa lemah lembut terhadap kamu? Mencari satu orang saja tidak becus," maki Brian. Orang yang meneleponnya adalah Vincet, anak b
Baca selengkapnya

Bab 87 Duka

"Vincent! Apakah kamu sudah memastikan untuk apa mertuaku datang ke Swiss?" tanya Brian saat Vincent menyetir mobil untuknya menuju bandara. Siang ini dia langsung membatalkan semua janji dan meminta Risa memesankan tiket ke Swiss. Dia yakin jika kepergian Wijaya kali ini ada hubungannya dengan Azzura."Seperti biasanya, Bos. Anak buah saya tidak bisa menembus pertahanan Pak Wijaya. Mereka hanya mengetahui tujuan Pak Wijaya, tetapi tidak bisa mengetahui dengan pasti apa yang terjadi di dalam sana."Brian mengangguk paham. Memang sangat sulit mematai-matai mertuanya tersebut. Entah bagaimana Wijaya selalu bisa mengecoh anak buah Brian.Tidak ada pertanyaan lagi yang keluar dari bibir Brian setelahnya. Hatinya sibuk memikirkan apa yang akan dia lakukan jika bertemu dengan Azzura nanti? Bagaimana keadaan istrinya itu sekarang? Apa dia baik-baik saja?Saat tiba di bandara, Vincent dengan sigap membawakan koper Brian. Lelaki itu sedikit kesulitan saat mengikuti langkah Brian yang lebih cep
Baca selengkapnya

Bab 88 Balasan?

Seperti disambar petir, itulah yang dirasakan Brian saat ini. Lutut lelaki itu tiba-tiba melemas seperti jeli dan membuat tubuhnya tiba-tiba luruh ke lantai. Bokongnya menyentuh lantai dengan siku yang menumpu pada kursi panjang di sebelahnya. Kepalanya tertunduk dalam dan tak lama terlihatlah bahunya yang bergetar. Lelaki itu kembali menangis setelah mengetahui jika anak dalam kandungan Vio tidak bisa diselamatkan.Vio telah terlebih dahulu keguguran dan saat ini dokter melakukan tindakan kuretasi atas persetujuan Vio. Dia mengira jika Brian tidak akan datang karena tahu jika lelaki itu akan berangkat ke Swiss.Wanita di depannya salah tingkah karena tidak tahu bagaimana harus bersikap. Tidak mungkin dia memeluk maupun menepuk punggung Brian karena dia hanya seorang karyawan. Namun, untungnya kondisi seperti itu tidak berlangsung lama. Brian lantas mengangkat wajahnya dan menghapus air mata yang terlanjur menetes. Brian bangkit dan langsung menuju ke ruang operasi. Walau bagaimanapu
Baca selengkapnya

Bab 89 Kekacauan

Setelah beberapa hari dirawat di klinik, Vio meminta pada Brian agar bisa pulang. Meski dia belum pulih sepenuhnya, tetapi dia tidak ingin berlama-lama di ruangan yang bau obat. Terlebih tempat ini adalah tempat di mana dia kehilangan janinnya."Aku bisa sendiri, Mas." Vio menolak saat Brian hendak membantunya jalan saat pertama kali keluar dari mobil. Brian hanya menghela napas panjang karena sikap Vio yang mendadak berubah dingin. Dia harus tetap sabar meski beberapa hari ini Vio mendiamkannya.Lelaki itu mengikuti Vio dari belakang, melihat punggung sang istri membuatnya merasa bersalah. Bahunya merosot saat kembali teringat raut wajah Vio yang seperti orang linglung beberapa hari ini. Dia sudah berusaha membuat Vio tersenyum tetapi semua gagal. Vio semakin hari semakin terlihat seperti mayat hidup. Dia bernapas tetapi seolah tidak memiliki jiwa.Suasana begitu hening ketika berada di dalam mobil. Meski tangan mereka saling bergandengan tetapi tidak ada suara yang terdengar. Vio ter
Baca selengkapnya

Bab 90 Haruskah?

Udara sangat panas sama seperti kepala Vio yang rasanya ingin meledak. Masih belum sembuh perasaannya yang hancur karena kehilangan anak di dalam kandungannya, kini harus berhadapan dengan kemarahan Kyra. Brian mengabarkan pada Vio jika tidak perlu menunggu Kyra karena gadis itu tidur di rumah neneknya. Brian meminta Vio untuk tetap tenang dan tidak terlalu banyak berpikir. Namun dia tetap tidak beristirahat meski seharian berada di dalam kamar.Vio terus kepikiran tentang Azzura dan juga Kyra. Dia juga membayangkan bagaimana perasaaan Brian saat ini dengan masalah yang bertubi-tubi. Di saat Brian sedang sibuk mencari Azzura, Vio keguguran, dan sekarang Kyra memusuhinya."Aku harus bertemu dengan Kyra." Vio bangkit dan berjalan keluar kamar. Dia akan menemui Kyra di rumah neneknya.Dengan diantar oleh sopir, Vio tiba di rumah kelaurga Wijaya setengah jam kemudian. Meski dia sudah berada di depan pintu, tetapi dia terlihat ragu ketika ingin menekan bel. Vio cukup lama berdiri di depan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status