All Chapters of Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga: Chapter 41 - Chapter 50
114 Chapters
Romi difitnah
Romi melangkahkan kaki ke kantor pusat, sebenarnya dia malas menjejakkan kaki di kantor ini, kantor perusahaan yang sudah dirintis Papa tirinya, membuatnya tidak nyaman. Romi lebih suka bekerja di perusahaan yang dirintisnya bersama Bastian, walaupun perusahaan itu masih kecil, penghasilannya juga belum besar, namun merintis sendiri usaha itu rasanya beda, ada kepuasan tersendiri. Diapun bekerja sesuka hatinya mengeluarkan ide dan gagasan, dia memikirkan resiko, jika dia bangkrut dia hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tapi di sini? Tanggung jawab itu pada orang banyak, terutama para pemegang saham.Akan tetapi dia tidak bisa mengabaikan permintaan Papa Sagala, walaupun hanya Papa tiri, namun Romi cukup hormat dan menyayangi laki-laki itu. "Kalau bukan kau yang menggantikan Bastian, siapa lagi? Tolong Papa, Rom. Gantikan sementara tempat Bastian hingga dia siuman, hingga dia sembuh." "Tapi, Pap. Romi rasanya tidak mampu memikul tanggung jaw
Read more
Menghubungi Rahma
Setelah rapat dengan staf perencanaan, Romi segera mempelajari berkas-berkas sebelum menandatangani. Hari pertama bekerja menggantikan Bastian, punggungnya sudah pegal. Dilihat jam di tangannya sudah jam setengah dua siang. Dari pagi dia sama sekali belum istirahat.Segera dia hentikan pekerjaannya dan melangkah menuju musola, setelah salat zuhur, dia segera menemukan seorang OB untuk membelikan makan siang. Dengan gontai dia kembali ke ruangannya untuk melanjutkan pekerjaannya."Lihat gak Presdir gadungan salat?" Terdengar sebuah suara yang berasal dari ruang fotocopy. Romi segera berhenti, didengarkan pembicaraan tiga orang karyawan, satu pria dan dua wanita di ruangan itu."Percuma salat kalau hatinya busuk.""Ah, palingan salatnya untuk pencitraan.""Anak pelakor ya nurun kayak emaknya. Emaknya gerebut laki orang, dia ngerebut jabatan sama harta saudara tiri." Me
Read more
Kebahagiaan Romi
"Papa, maafkan aku. Sepertinya aku tidak bisa menggantikan Bastian, aku orang yang terlalu lemah. Aku tidak mampu duduk di pucak pimpinan walau hanya sehari, aku hanya bisa menjadi seorang asisten. Maafkan aku, Pa," kata Romi ketika pulang kerja, dia langsung menemui Pak Sagala."Kamu kenapa, Rom? Kamu tidak mau membantu sahabatmu?" tanya Bunda Asti, dia kesal melihat putranya seperti itu."Bukan lantaran itu, di kantor aku sudah difitnah, ada yang menyebar rumor kalau aku yang mencelakai Bastian dan ingin merebut kedudukannya. Aku lelah bukan lantaran pekerjaan, tapi emosiku benar-benar tidak bisa terkontrol menghadapi situasi seperti itu," kata Romi, biarlah orang tuanya tahu, dia akan mengadu pada siapa kalau bukan orang tuanya."Benarkah? Siapa yang berani meniupkan rumor seperti itu? Ya, sudah. Kau urus proyek kita yang tertunda di Manado saja, biar Papa yang mengambil pucuk pimpinan," kata Pak Sagala meradang."Tapi Pap, Papa belum sembuh betul, ber
Read more
Aku Datang, Bos!
Rahma kini sudah berada di dalam taksi yang akan membawanya ke rumah sakit tempat Bastian dirawat. Hari sudah jam setengah sepuluh pagi, perjalanan dua jam setengah terasa seperti berhari-hari, terasa lambat sekali. Menyusuri kota ini baginya tidaklah kesulitan, karena ini adalah kota asalnya. Kembali ke kota ini terasa ada yang menusuk hatinya, di kota inilah segala kepahitan hidupnya terukir di sudut ruang hatinya, sulit untuk dilupakan apalagi dihapus, hanya amnesia yang bisa menghilangkan semua ingatannya. Diambilnya handphonenya di tas, segera dia menelpon lelaki yang bisa mempercepat pertemuannya dengan Bastian, Romi. Akan tetapi berulang-ulang Rahma memanggil nomor Romi, namun yang menjawab panggilannya hanya operator seluler. Huffhh ... Rahma menghembuskan napas panjang, nomor Romi tidak aktif. 'Ah, sudahlah ... aku bisa mencari sendiri ruangan Bos Bastian,' batinnya. Sampai di rumah sakit, Rahma hanya cukup menanyakan di bagian informasi di mana
Read more
Bastian Sadar
"Benar-benar ya, kamu. Masih juga ngotot mau menemui Presdir?" hardik Bella sambil menyeret tangannya."Aku mohon, mbak. Sebentar saja aku ingin melihat Bos Bastian," kata Rahma berusaha melepaskan cekalan tangan wanita itu."Saya bilang gak bisa, ya nggak bisa! Cepat pergi kamu dari sini!" bentak Bella berusaha menyeret tangan Rahma."Sebentar saja, Mbak." Rahma melakukan perlawanan, namun Bella nampaknya lebih memiliki power darinya."Bos ... Bos Bastian! Aku datang, Bos!. Ayo bangun, Bos ... Bangun!" pekik Rahma sambil menangis memanggil-manggil nama Bastian, Bella dan Virda terus menyeretnya sampai ke lift. Sampai lift didorongnya tubuh Rahma sampai terjungkal."Baru ditinggal bentar, dia sudah nongol aja di sini." Bella mendengus kesal."Untung kamu tadi ketinggalan dompet, kalau nggak perempuan itu sudah masuk," kata Virda. "Sekarang, aku saja yang beli makanan di kantin, Ma. Mama tungguin Presdir, ya? Kita makan di sini s
Read more
Kau Energiku
Setelah di usir Bella, Rahma turun ke lantai dua. Dia tidak tahu ruangan apa di lantai dua ini, namun papan penunjuk jalan menunjukkan lantai dua ini sebagai poliklinik. Pantasan suasananya ramai, banyak orang yang akan berobat tengah duduk-duduk di ruang tunggu menunggu giliran. Rahma ikut duduk bersama mereka, tatapannya benar-benar kosong. Pikirannya hanya terpusat pada Bastian. 'Ya Allah ... Bos. Kenapa keadaanmu parah begitu? Mana kau koma lagi. Hiks ... hiks ....' Tanpa terasa dia sudah terisak-isak menangis, menarik perhatian orang-orang yang duduk di sebelahnya."Ada apa, Mbak? Kenapa menangis?" tanya seorang bapak di depannya."Yang sabar ya, Mbak. Mbak sakit apa?" tanya seorang ibu yang di sebelahnya, Rahma tidak menjawab tetapi tangisnya malah semakin kencang."Mungkin sakitnya parah," kata seseorang berbisik pada yang lain."Sudah komplikasi atau gimana? Sebaiknya didahulukan saja, kasih nomor antrian sesudah ini. Siapa n
Read more
Ini calon menantumu, Papa.
Pak Sagala dan Bunda Asti sampai di rumah sakit tepat ketika Bella dan Virda tengah makan di ruang tunggu pasien."Ooo sedang makan kalian?" tegur Sagala dengan suara lantang."Mas Saga ... ayo, Mas kita makan dulu," kata Virda berbasa-basi. Dengan gugup disiapkan satu piring lagi untuk Pak Sagala. Sedangkan Bella mengambilkan air minum di dispenser untuk Bos besarnya."Kami berdua, kenapa kau menyiapkan cuma untuk satu orang?" tanya SagalaSuasana tiba-tiba canggung, Virda jelas tidak akan sudi berbagi makan dengan Asti."Kau tak perlu repot-repot menawariku makan, aku bukan orang yang kekurangan," kata Sagala dengan tatapan sinis kearah dua perempuan itu"Kau yang bernama Bella?" tanya lelaki paruh baya itu menatap ke arah Bella dengan tajam."Benar, Pak," jawab Bella sambil menganggukkan kepala memberi hormat."Lancang benar kau sudah berani menfitnah Romi anakku. Siapa kau berani melakukan semua itu, Hah!" bent
Read more
Mas Bas, aku harus pulang.
"Alhamdulillah, tidak ada yang mengkuatirkan, kondisi Pak Bastian sudah lebih baik, besok boleh pulang," kata Dokter setelah memeriksa kondisi Bastian."Alhamdulillah ...," jawab Rahma dan Bunda Asti serentak."Kalau gitu saya tinggal dulu, ya Pak, Buk ...," kata Dokter itu."Terima kasih, Dokter," sahut Pak  Sagala "Sama-sama, Pak." Dokter itupun  berlalu diiringi kedua perawatnya di belakangnya."Istirahatlah, Bas ... Papa mau ke kantor lagi," kata Pak Sagala "Ke kantor? Kenapa Papa ke kantor? Kondisi kesehatan Papa belum memungkinkan," kata Bastian heran menatap Papanya."Kemaren Romi sempat menggantikanmu, tapi dia difitnah, di kantor banyak orang yang menghujatnya, dia tidak tahan. Lalu Papa mengirimnya kembali ke Manado, sekarang untuk sementara Papa yang menggantikanmu," kata Pak Sagala "Bagaimana kondisi Pak Nurhadi, Pa?" tanya Bastian.Pertanyaan Bastian tak urung membuat Papanya dan
Read more
Menikahlah denganku
"Siapa Alif?" Ulang Pak Sagala karena Rahma tidak langsung menjawab."Anak saya, Pak," jawab Rahma singkat."Apa? Kau bahkan sudah punya anak?" Kenyataan itu mengejutkan Papa Sagala dan Bunda Asti"Maaf, Pak. Saya harus segera pergi," kata Rahma kemudian berjalan kearah Bastian."Mas, aku pergi ya? Aku sudah memesan taksi online," katanya dan berlalu tanpa memikirkan persetujuan Bastian."Rahma, tunggu! Kau mau pergi naik taksi? Di rumah ini tidak kurang kendaraan!" serunya sambil melangkah mengiringi gadis itu ke luar."Pak Yandi, antarkan kami ke Bandara!" seru Bastian ketika bertemu supirnya di teras depan."Mas! Kau baru keluar dari rumah sakit, tidak perlu mengantarku ke Bandara, lebih baik kau istirahat saja," kata Rahma "Aku sudah istirahat panjang di rumah sakit," kata Bastian segera membuka pintu belakang mobil setelah mobil sampai di hadapannya."Iya, Bas. Kau belum sembuh benar, kau tidak perlu mengantar
Read more
Aku juga akan menikah, Fauzan.
Satu jam di atas pesawat terasa lama bagi Rahma, rombongan Fauzan hanya memberinya waktu tiga jam untuk menunggu kedatangannya, jika dalam waktu yang sudah ditentukan Rahma tak kunjung tiba, maka Fauzan akan segera membawa Alif.Sesampainya Bandara segera Rahma menaiki taksi menuju ke sekolahan Alif. Perasaannya berkecamuk, tidak menyangka ancaman orang tua Fauzan secepat ini di laksanakan. Dia benar-benar tidak rela kehilangan anak yang sudah diasuh layaknya anaknya sendiri itu begitu saja. Akan menjadi seperti apa Alif di bawah asuhan orang tua Fauzan yang kelihatan sombong dan egois itu.Rahma berkali-kali menghela napas, dadanya terasa sesak, dia membayangkan bagaimana putranya itu terluka mendengar kenyataan bahwa dia bukan ibu kandungnya, pasti orang-orang di sana sudah memberitahukan Alif. Tak bisa dia bayangkan bagaimana reaksi Alif, apakah anak itu membencinya karena dia tidak berterus terang mengenai asal usulnya?'Ah, Alif ... Bunda benar-benar minta ma
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status