Semua Bab Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga: Bab 71 - Bab 80
114 Bab
Amarah Bastian
"Ada apa, Bas?" tanya Bunda Asti ketika menemui Bastian. "Ini, Bun. Romi membelikan Bunda baju. Gantilah baju kebaya yang Bunda kenakan, pasti tidak nyaman, kan?" kata Bastian memberikan paper bag itu setelah mengeluarkan bajunya. "Wah, terima kasih. Tahu aja Bunda sudah gerah," kata Bunda Asti sambil mengambil paper bag itu dan hendak berlalu. "Bun ...." panggil Bastian. "Ada apa, Bas?" tanya Bunda Asti, sorot mata Bastian tampak serius. "Sebenarnya apa yang membuat Papa terkena serangan jantung?" tanya Bastian menatap Bunda Asti lekat. "Apa, Bun? Ceritakan padaku, Bun. Aku berhak tahu," tanya Bastian sekali lagi ketika melihat Bunda Asti hanya bergeming. Bunda Asti menarik napas panjang dan menghembuskan kuat-kuat, lalu duduk di sebelah Bastian. "Bunda tidak tahu persis apa yang
Baca selengkapnya
Nasib baik berpihak pada Rahma
"Mas ... Katanya mau bantuin ngepak barang Bunda untuk dibawa ke Jerman? Kok malah ngelamun di sini?" tanya Rahma ketika didapati suaminya tengah termenung di dalam kamar."Oh ... Mas lupa, ayo Mas bantu," kata Bastian sambil bangkit dari duduk di tepi ranjang."Sudah selesai, Mas. Tadi dibantuin Bik Wati," kata Rahma membuat Bastian menghempaskan kembali pantatnya ke atas ranjang.Rahma segera masuk kamar mandi menggosok giginya, setelah keluar kamar mandi didapati suaminya masih termenung, Ada apa sih dengan Mas Bas? Mungkinkah dia tengah bersedih perihal Papanya,' batin Rahma."Mas ... kamu masih sedih tentang Papa ya?" tanyanya sambil membelai kepala lelaki itu, Bastian segera memeluk pinggang istrinya dan membenamkan kepalanya di perut perempuan itu."Sabar ya, Mas ... mulai sekarang kita harus rajin berdoa dan rajin mendirikan salat sunah, agar Allah segera menyembuhkan Papa," kata Rahma membuat Bastian hanya mengangguk.Bas
Baca selengkapnya
Rahma dan Bastian diculik
"Kemarin Papa dan Mama menghadiri resepsi pernikahan anak Sagala. Kau tahu siapa menantunya itu?" kata Gunadi menatap kedua anak dan menantunya serius. "Nggak, Pa. Siapa?" tanya Fauzan serius. "Perempuan itu, Rahma!" kata Helena, nada bicaranya di tekan pada kata Rahma. "Apa?" kata Fauzan dan Santi serentak, keduanya saling berpandangan, mereka terkejut mendengar kabar itu. "Jadi Rahma menikah dengan Bastian?" kata Fauzan sambil mengernyitkan dahi. "Wah ... ternyata Rahma bisa menggaet bosnya," kata Santi sambil manggut-manggutkan kepalanya merasa tidak menyangka kejadiannya seperti ini. "Apa maksudmu?" tanya Fauzan pada Santi. "Rahma itu dulu pembantunya Bastian, rupanya dia sengaja menggaet Bastian. Aku rasa dia sudah tahu kalau Bastian itu Bosmu," kata Santi tersenyum sinis, Rahma ... ternyata kau licik juga. "Sekarang bagaimana Zan? Cepat kau segera bereskan, bagaimanapun caranya segera ambil alih PT Intisari Besi menjadi milik kita," kata Gunadi menatap anak dan menantunya
Baca selengkapnya
Usaha Fauzan mengorbankan Alif
Perjalanan hampir satu jam, mobil itu membelok memasuki area industri, 'Ah ... itu kan pabrik PT Intisari Besi, kenapa mereka membawa kami ke mari? Benarkah yang kupikirkan? Fauzan ...,' batin Bastian menerka-nerka.Mobil berhenti di sebuah gudang, mereka memaksa ketiganya turun. Di bawah ancaman pistol, mereka bertiga mengikuti ke mana pria-pria sangar itu membawanya. Mereka sampai di dalam gudang, di sana sudah menunggu Fauzan dan pengacaranya Togar Simarmata."Wah ... bravo, terima kasih kalian sudah membawa mereka, ucapkan salam hormatku pada Bos kalian ya? Fauzan Winata sangat berterima kasih," kata Fauzan tersenyum sumringah menyambut para lelaki kekar itu."Pak Bastian dan Ibu ... Rahma, senang bisa bertemu anda seperti ini," kata Fauzan tersenyum mengejek ke arah mereka bertiga."Apa maumu?" tanya Bastian dengan tatapan permusuhan."Rilex Pak Bastian ... kita akan membicarakan bisnis penting hari ini," kata Fauzan sambil duduk di
Baca selengkapnya
Kemenangan Fauzan
"Iya, aku pasti menandatangani, tapi ..." Bastian masih mencoba bernegosiasi. "Rizal! Jatuhkan anak itu!" perintah Fauzan dengan suara lantang. "Tidaaak!!" Rahma berteriak melihat tubuh putra kesayangannya melayang di udara. Dengan secepatnya Bastian berlari ke arah Alif, ternyata Alif dalam posisi tergantung pada seutas tali. Pria yang dipanggil Rizal tengah memainkan tali itu dengan menarik dan mengulur. Para pria yang menculik Bastian dan Rahma segera mengejar Bastian, walau Bastian melawan namun dia kalah jumlah, akhirnya mereka menangkapnya dan menundukkannya agar berlutut.  "Ayo, tanda tangani!" bentak Fauzan mengulurkan beberapa lembar berkas. Bastian meraih berkas itu dan menadatangani dengan kasar. Setelah selesai dilemparkan berkas itu, Fauzan memungutnya dengan bibir tersenyum penuh kemenangan. "Turunkan Alif! Jangan pernah kau sakiti anak itu
Baca selengkapnya
Ibu Rahma CEO sebenarnya, Pak Fauzan.
Fauzan dengan percaya diri masuk ke kantornya, rupanya kehadiran Alif benar-benar menguntungkannya. Rencana yang sudah bertahun-tahun dia dan Papanya rencanakan dengan satu kali gebrakan selesai sudah. Dia harus berterima kasih pada Santi, wanita itu telah memberi idenya, mungkin Santi dan Alif adalah takdir hidupnya selanjutnya, mereka berdua memberi keberuntungan padanya.Dengan bersiul riang dia duduk di kursi kebesarannya, sekarang dia bukan hanya Direktur di Perusahaan ini, tetapi dia adalah CEO nya, pemiliknya. Sebentar lagi dia akan memiliki Perusahaan ini kembali setelah proses balik nama selesai.Iseng-iseng dia lihat di ponsel gambar perhiasan, rencananya dia akan berikan pada Santi sebagai ungkapan terima kasih. Tetapi ada sisi hatinya yang tidak bahagia, dia benar-benar kesal melihat Rahma menikah dengan orang yang memiliki posisi di atasnya. Rasanya dia benar-benar benci dan menggila saat Bastian sok sekali menjadi pahlawan bagi Rahma tadi. Entahlah ... di
Baca selengkapnya
Rencana Kedua
Pak Iyan mengabarkan kedatangan Fauzan pada Bastian ketika mereka tengah menunggu Romi, Bastian segera menghubungi Tante Lirna."Apa, Bas?" tanya Tante Lirna melalui sambungan telepon."Tante, aku mohon tunda dulu keberangkatan Papa. Bastian harus mengurus sesuatu yang penting dulu," kata Bastian"Tunda sampai kapan, Bas?" tanya Tante Lirna, wanita itu sudah tidak sabar agar kakak kandungnya itu segera mendapatkan perawatan terbaik."Sampai aku memberi instruksi," kata Bastian segera memutuskan panggilannya setelah melihat mobil Romi mendekat, membuat Tantenya itu berulang kali memanggilnya karena belum puas dengan keputusan Bastian."Ayo, masuk!" perintahnya pada Rahma dan Yadi.Yadi duduk di depan, sementara Rahma dan Bastian duduk di belakang."Ada apa sih, Bro?" tanya Romi penasaran sebelum melajukan mobil"Nanti kuceritakan. Yadi, kau
Baca selengkapnya
Mengusir Keluarga Fauzan
"Jangan bicara sembarangan kau, Yan. Anak Mas Bram itu sudah meninggal!"  Gunadi berteriak."Iya, memangnya siapa anaknya?" kata Helena sengit."Saya anaknya, Bibi Helena. Bibi lupa sama saya?" Kata Rahma menatap tajam ke arah Helena."Kamu? Mana mungkin kamu! Nama anak Mas Bram saja Riri Riyanti Wijaya, kok. Namamu kan Rahma," kata Helena, namun pernyataan Helena justru mengejutkan Santi, dia tahu nama Rahma lengkapnya."Dulu sewaktu Ayah dan Ibuku masih hidup, mereka memanggilku Riyanti, atau mereka akan menyingkatnya menjadi Riri. Tetapi sejak aku berada di panti asuhan karena kalian buang, aku di panggil nama depanku, Rahma. Kalian mungkin tidak melihat akte kelahiranku, namaku adalah Rahma Riyanti."  Rahma menjelaskan."Saya tidak percaya anak kampung kayak kamu anaknya Mas Bram," kata Helena ngotot"Itulah yang namanya takdir, Bibi. Aku masih ingat, sehari setelah kematian kedua orang tuaku, kalian membawak
Baca selengkapnya
Kepergian Papa Saga
"Kita mau ke mana, Zan?" tanya Pak Gunadi. "Kita akan pergi ke Bank dulu, kita tarik tunai semua uang di rekeningku, jangan sampai mereka sita juga," kata Fauzan."Wah, benar, Mas. Kamu pintar juga mikirnya," kata Santi"Kau tidak perlu kuatir, walau sudah diusir kita tidak bakal kesusahan. Rekeningku isinya lima ratus juta, aku sudah banyak menguras uang perusahaan itu sejak jadi wakil Direktur bersama Uwais. Uangnya aku buat perusahaan tambang batu bara di Kalimantan, selama ini Uwais yang mengelolanya, sekarang giliran aku. Besok kita bertolak ke sana," kata Fauzan."Mama ikut juga? Mama gak kuat kalau hidup di daerah, Zan," keluh Helena "Mama tidak perlu ikut kalau gak mau, tinggallah di rumah, aku juga telah membeli sebuah rumah, walau tidak semewah rumah Om Bram, tetapi sudah cukup baguslah," kata Fauzan."Oya? Fauzan, kau memang anak pintar, kau sudah mempersiapkan semua jika kita diusir," kata Helena senang."Papa
Baca selengkapnya
Pemakaman Papa Sagala
Rahma merasa sedih, dia merasa bersalah dengan kematian mertuanya. Gara-gara permasalahannya, Papa mertuanya terlambat dibawa ke Jerman. Dia segera keluar dari kamar dan menangis di pojokan lorong rumah sakit, kakinya selonjor di lantai, tangannya menutupi wajahnya. Bastian menghapus air matanya dengan telapak tangan dan jari-jarinya. Pihak Rumah sakit sudah membawa jenazah Papanya ke kamar mayat, menunggu administrasi Rumah sakit selesai. Diedarkan pandangannya, tidak terlihat istrinya di manapun. Dia segera keluar kamar, berjalan ke arah berlawanan dari keberadaan Rahma. Dia tidak menemukan Rahma hingga di luar dari gedung itu. Segera di telpon Rahma berkali-kali, tetapi wanita itu tidak mengangkat telponnya, Rahma sengaja men-senyapkan nada panggilan. Bastian kembali masuk lagi, diedarkan pandangannya sekali lagi, dia berlari hingga di pojokan lorong Rumah Sakit. Dihembuskan napasnya kuat-kuat, dadanya rasanya lega melihat istrinya tengah terpekur sendir
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status