Lahat ng Kabanata ng Pria milik 'ARANA': Kabanata 11 - Kabanata 20
21 Kabanata
Sekolah baru
Bangunan besar yang begitu asing, gerbang serta pekarangan luas yang terlihat dari kaca mobil. Tiang bendera menjulang juga lorong yang terlihat, Seketika membuat gadis itu sadar, bahwa ia harus bisa beradaptasi dengan suasana tersebut. Terlebih lagi ini juga pertama kali bagi tubuh Ana, setelah sekian lama terkurung dalam rumah. Akhirnya gadis itu bisa menjalani kehidupan normal meski dengan jiwa orang lain. "Aku harus bisa punya banyak teman! Tapi harus yang tulus. Ga palsu kek si Syla," tegas Ana dalam hati, dengan tangan mengepal kuat. "Mau kakak anterin sampe ke dalam?" tawar Leo, menatap lembut. "E-eh. Enggak-enggak, aku bisa sendiri." menggeleng pasti, "Kakak pulang aja," tolak Ana, melepas seat belt yang melilit tubuhnya.  "Ya udah. Pihak sekolah udah kakak kasih tau--jadi kamu tinggal datang ke kantor kepala sekolah, buat laporan." "Oke siap!" sontak Ana tersenyum lebar. Kakinya melangkah keluar, b
Magbasa pa
Masalah keuangan.
"Tidak. Aku akan tetap disini," ujar Ana datar, begitu enggan meladeni pria tadi. Namun tak bermaksud untuk menjadi pusat perhatian, semua murid terkejut mendengar sahutan gadis itu. Seluruh mata termenung melihat orang yang masuk ke dalam jajaran pria tertampan di sekolah harus mendapat penolakan.  Bahkan pertama kali dalam hidup Van, terlebih lagi itu didapat dari seorang murid baru. "Tenanglah. Kau tidak usah takut, siswi lain tidak akan mengganggumu." sanggah Van bersikukuh, merasa yakin jika Ana tak bersungguh-sungguh melontarkan penolakan tadi. "Tidak." sahutnya singkat, "Kenapa?" "Tidak ada. Aku hanya ingin duduk disini," "......." pria itu terdiam seribu bahasa, rasa malu yang begitu menusuk hingga membuatnya merasa geram. Rasa sesak membakar dada, bagaimana bisa dia ditolak mentah mentah. Brak. Dengan keras Van mendepak bangkunya sendiri sebelum melangkah keluar kelas dengan raut kesal,&nbs
Magbasa pa
Bekerja di sebuah Bar
Hiruk pikuk dunia malam begitu menakjubkan bagi kalangan remaja. Sebuah tempat mewah dengan banyak pelayan yang menyajikan minuman serta pelayanan lain, Tempat yang biasanya ia datangi untuk menenangkan pikiran, kini Ana berkunjung sebagai seorang pekerja. "Huft. Capek juga mondar mandir nganterin minuman," benaknya, sedikit menekan kuat punggung belakang yang terasa nyeri. "Untung aja, dulu aku pernah lihat temen sekelas nyari kerja di Bar ini." "Walau capek. Yang penting dapet duit!" 1 jam yang lalu "Yes, udah dapet kerja!" sorak Ana, berhasil menghubungi salah satu tempat yang membuka lowongan. "Tapi! Gimana cara ijinnya?" "Pasti mama, nggak bakal ngebolehin aku keluar." 10 menit sebelum berangkat. Gadis itu berdandan rapi dengan pakaian casual, membawa sebuah ransel sebaga
Magbasa pa
Menyentuh tubuh Arana.
WARNING 18+.HARAP BIJAK DALAM MEMBACA DAN MEMILIH BACAAN._________________________________________Prang!Dengan sengaja, telapak tangan gadis itu mendepak gelas berisi minuman yang ada di atas meja. Seketika membuat laki laki itu mendongak, menghentikan gerakan jarinya."Maaf! Saya akan segera bereskan." sontak Ana, beranjak pergi.Namun lengan kekar itu, masih sigap melilit pinggul langsing Ana. Membuat gadis itu tak dapat bergerak,"Kau senang sekali meninggalkan sesuatu yang belum selesai," bisik Max.Telunjuknya menerobos masuk ke sela kain, membelai lembut kutikula perut datar gadis tadi. Rasa risih yang membebani benaknya, membuat tekad Ana semakin bulat.Dia menekan kuat, tangan kekar itu dan menoleh dengan raut dingin."Permisi, saya harus pergi.""Jika Tuan ingin ditemani, saya akan panggilkan pelayan lain." lugas Ana,"Tapi, yang ku inginkan hanya kau." ucap Max,
Magbasa pa
Jalang kecil, milik Tuan Maxime.
WARNING 18+.HARAP BIJAK DALAM MEMBACA.____________________________________Tanpa melepas aksinya, dia beralih posisi. Dengan kedua lutut yang berpijak di atas sofa, tangan yang lain mulai membuka kancing pengait kemeja gadis itu.Kulit putih Ana mulai terlihat jelas, dengan sigap meraih pengait di bagian punggung. Mendepak sangkar dari kedua gundukan itu,Terlihat jelas dua puncak dada yang mulai membulat sempurna karena aksinya. Meraup gundukan yang terasa cukup pas dalam genggaman,Memberikan pijatan kasar, membuat gadis tadi menahan nyeri sambil menggigit bibir bawahnya. Memutar dan memilin kuat puncak gundukan yang semakin mengeras,Ana menggeliat tak menentu, merasakan sentuhan yang membuat hawa panas menjalar ke setiap bagian tubuhnya."Ah..""Hentikan! Keluarkan jarimu!" sontak Ana, merasakan sesuatu yang hampir keluar.Namun laki laki itu tak menghiraukan, semakin mempercepat gerakan tangannya.
Magbasa pa
Memburu teman
Tap.Tap.Tap. Langkah kaki itu begitu santai melewati lorong sekolah. Dengan seragam serta tas yang tersemat di punggungnya, gadis itu menatap jalan dengan raut datar. "Padahal semalam. Aku udah niat, ga pakai uangnya!" "Ternyata aku pake juga, buat beli buku." "Dan untung saja, bekas ciumannya cukup dibawah. Aku pikir ini tidak akan terlihat," benak Ana sedikit mengusap kerah bajunya. Sorot mata sedikit terganggu, mendapati beberapa siswa dan siswi yang tengah berkumpul di depan pintu kelas. "Hey. Tunggu!"
Magbasa pa
Mengikuti seminar
"Ups! maaf, maaf." celetuk siswi, dengan sigap menyentuh bahu gadis yang telah ia tabrak. "Maaf ya, ini salah mereka. Aku sibuk bercerita dan ga sengaja nabrak kamu," "Hey! Padahal kau selalu mengoceh meski kita tidak memintanya!" hardik Gea mengerutkan alis. "Hust! Udah diem." "Sekali lagi, maaf ya!" "Iya, gapapa." angguk Ana, dengan senyum ramah. Perlahan mendongak, menatap lekat para gadis yang ada di depannya. Mereka terdiam  seakan saling mengenal, "Loh. Kamu yang kemarin nanya ruang kepsek kan?" 
Magbasa pa
10 peluru
"Bapak Ryan Bimantara.." Dep. Kedua manik hitam itu membulat sempurna, seketika ingatan masa lalu membuka luka lama. Ana terdiam tak menghiraukan tepuk tangan meriah yang murid lain lontarkan, Api amarah yang terlihat jelas dari sorot matanya, beralih pada sosok pria yang tengah berjalan menaiki tangga. Mata serta senyuman yang tak asing. Pria yang pernah menjadi alasannya tertawa, namun sosok yang sama kini mengobarkan api luka dalam hati Ana. "Bisa bisanya. Dia begitu bangga membawa nama perusahaanku!" gerutu Ana dalam hati, menggertakkan gigi dengan kedua tangan mengepal kuat. 15 menit kemudian.
Magbasa pa
Tak butuh anestesi
"Apa kau yakin?" gumam Mosco berusaha memastikan, "Aku tidak suka mengulang." seru Max, dengan raut sinis. Dor! Entah apa yang membuat pria itu berani mengacungkan senjata ke arah Max. Namun dengan sigap telapak kekar itu menangkis peluru yang keluar, Merebut paksa dan membalikkan mulut pistol ke hadapan Mosco, "Kau sudah kuberi kesempatan. Tapi tidak kau gunakan dengan baik,"  Dor! Dor! Dor! Dengan cepat menghabiskan sisa peluru untuk menembus habis kepala pria berambut gelombang tadi. 
Magbasa pa
Tak berhak melarang
"Halo?" ucap suara pria dibalik layar. "Jangan buang waktuku. Cepat katakan, kenapa kau tidak mengirim hal yang kusuruh?" sontak Max mengerutkan alis. Pagi ini laki laki itu dengan antusias menunggu laporan yang seharusnya Fero berikan. Namun sampai hari menjelang siang  tak kunjung tiba, "Hubungkan layar laptop pada Fero! Aku ingin lihat, apa yang sebenarnya dia lakukan." pekik Max pada pengawal yangs sedang bertugas disisinya. "Katakan. Apa yang sedang gadis itu lakukan?" "Mm. Nona Ana, semalam pindah dan tinggal dalam asrama sekolah." "Dia sekarang sedang bekerja, sebagai pelayan di cafe li
Magbasa pa
PREV
123
DMCA.com Protection Status