"Apa kau yakin?" gumam Mosco berusaha memastikan,
"Aku tidak suka mengulang." seru Max, dengan raut sinis.
Dor!
Entah apa yang membuat pria itu berani mengacungkan senjata ke arah Max. Namun dengan sigap telapak kekar itu menangkis peluru yang keluar,
Merebut paksa dan membalikkan mulut pistol ke hadapan Mosco,
"Kau sudah kuberi kesempatan. Tapi tidak kau gunakan dengan baik,"
Dor! Dor! Dor!
Dengan cepat menghabiskan sisa peluru untuk menembus habis kepala pria berambut gelombang tadi.
"Halo?" ucap suara pria dibalik layar."Jangan buang waktuku. Cepat katakan, kenapa kau tidak mengirim hal yang kusuruh?" sontak Max mengerutkan alis.Pagi ini laki laki itu dengan antusias menunggu laporan yang seharusnya Fero berikan. Namun sampai hari menjelang siang tak kunjung tiba,"Hubungkan layar laptop pada Fero! Aku ingin lihat, apa yang sebenarnya dia lakukan." pekik Max pada pengawal yangs sedang bertugas disisinya."Katakan. Apa yang sedang gadis itu lakukan?""Mm. Nona Ana, semalam pindah dan tinggal dalam asrama sekolah.""Dia sekarang sedang bekerja, sebagai pelayan di cafe li
WARNING 21+HARAP BIJAK DALAM MEMBACA DAN MEMILIH BACAAN._________________________________________Penolakan yang berulang kali terlontar, tak sedikitpun dihiraukan oleh Max. Membuka paksa pengait yang terlilit di belakang punggung gadis itu,Mendorong tubuh Ana ke sudut ruangan. Membuatnya bersandar, mulai mendengar jantung yang berdetak kencang dengan rasa panik memenuhi benak.Entah apalagi yang harus ia lakukan. Tubuh itu terlalu lemah untuk melawan tindakan Max,Menatap lekat manik coklat yang baru saja mengarah dan memandangnya dengan sorot lembut."Sebe
Seorang gadis cantik bernama Areta Sidney, baru saja menggelar acara pertunangan dengan pria yang ia cintai. Ryan Bimantara. Pria yang berhasil mendapatkan hati seorang putri tunggal dengan setumpuk warisan yang ia miliki di usia muda. "Hey, lihat!" "Dia murid baru di kelas kita." "Hai. Boleh aku minta nomormu?" kalimat pertama yang Ryan ucapkan pada Reta, Entah apa yang dia lakukan, hingga bisa menimbulkan keberanian pada hati gadis itu. Reta melawan kehendak keluarga, meski semuanya menentang hubungan mereka berdua. "Ayahnya adalah pria pengangguran," "Kata orang, ibunya memiliki penyakit mental!" "Tidak! ibunya meninggal karena bunuh diri." "Kau yakin, akan menikah dengan pria tidak jelas itu?" Banyak sekali ocehan yang mereka lontarkan pada Reta, namun dia hanya menutup telinga. "Plis om. Hanya sekali saja, setujui permintaanku!" "Tidak. Sampai kapanpun, kalian tidak b
"Sh---sakit. Kenapa gelap sekali?" pikir Reta masih memejamkan mata, Rasa sakit serta hawa dingin yang menusuk kutikula membuat kesadaran gadis itu kembali. Terbit kerutan di kedua alis berkat hal aneh tengah mengoyak organ dalam tubuhnya. Dengan susah payah dia berhasil membuka mata namun terkejut ketika mendapati diri tengah tersungkur tak berdaya. Tubuh itu terlentang melirik langit mobil yang sekarang justru menjadi alasnya berbaring, Berusaha keras mengingat kejadian yang telah menimpa hingga muncul sekelebat ingatan buruk dalam benak Reta. Bersama ketiga temannya, mobil putih itu sedang berada dalam perjalanan pulang sampai insiden rem yang tiba tiba tak berfungsi lalu menyebabkan kendaraan beserta seluruh penumpang jatuh ke dalam jurang. "Ryan, Ryan, bangun!" pekik suara gadis begitu tergesa gesa, suaranya cukup keras sampai mengalihkan lamunan Reta. "Suara siapa?" gumamnya mendongak, berusaha meraih benda apapun sebagai tum
Memandang dinding serba putih juga perabotan lain, semakin yakin bahwa dirinya tengah berada bahkan terbaring di atas ranjang pasien. Manik hitam yang sibuk mengamati sekeliling seketika tersentak kaget, saat mendapati begitu banyak alat menempel ria di bagian dadanya. "Ah, apa ini!" teriak Reta dalam hati nyaris membulatkan mata, "A--pa aku masih hidup?" Ceklek.... Terdengar suara dari arah pembatas berhias kaca yang perlahan terbuka, berhasil mengalihkan sorot mata Reta pada seorang suster yang sedang berjalan dengan sebuah papan berisi lembar kertas. Masih sigap menatap setiap kalimat yang tertulis di dalamnya seakan bersiap untuk melakukan semacam pengecekan. Perawat itu berhenti tepat di samping ranjang lalu mulai mengalihkan pandangan, saling bertatapan dengan santai hingga menyadari sesuatu yang membuatnya terbelalak. "Hah!" sontak perawat, dengan cepat berlari keluar ruangan. Meninggalkan Ret
Reta Sidney, wanita berusia 25 tahun yang telah berhasil menduduki jabatan CEO di perusahaan K. Menyebar banyak proyek besar serta program baru yang mampu meningkatkan saham perusahaan, Siapa sangka wanita seperti Reta memiliki nasib yang malang. Di malam pertunangan, dia harus menerima sebuah pengkhianatan dari sahabat dan pria tercintanya. Setelah itu mati dengan cara mengenaskan, Beruntung takdir masih memberi sedikit simpati dan memberi kesempatan Reta untuk membalas semua derita. Hingga berhasil hidup kembali dengan cara aneh dalam tubuh gadis berusia 18 tahun bernama Arana, Dengan keluarga sederhana juga kepala keluarga yang mampu mengatur keuangan namun tidak membuat anaknya merasa kekurangan. Meski bekerja dalam perusahaan besar sekaligus milik keluarga, ayah Arana bekerja di bawah tekanan para kakaknya yang berkuasa karena beruntung menjadi putra sulung. Walau berbeda dari kehidupan dulu, mau tidak mau Reta h
Kediaman luas yang tak terlalu megah, perabotan lengkap yang tertata rapi tanpa bantuan pelayan. Teringat jika mereka terpaksa memecat dua pelayan demi menyanggupi biaya pengobatan Arana, "Biar Leo aja yang mengantar Ana," ucapnya menatap Citra, "Ya sudah, kamu ke atas sama kakak. Mama mau nyiapin makan malam buat kita semua," mengusap cepat ujung kepala gadis yang tengah tersenyum sebagai tanda persetujuan, Sigap gadis itu beralih melangkah di samping pria yang mulai hari ini akan menjadi kakaknya. Mereka berjalan menaiki tangga hingga berhenti di depan pintu kamar yang telah terbuka, Terlihat sebuah ruangan berhias nude yang begitu memanjakan mata. Meski tidak seluas kamar Reta, namun ini adalah ruangan yang begitu nyaman. Setidaknya semua itu ditata dengan tulus tanpa adanya kepalsuan. Sekilas memandang ke segala arah. Kamar kosong yang sebelumnya dipenuhi berbagai peralatan aneh demi menopang hidup Arana,
Hembusan angin menerpa dedaunan, beberapa langkah kaki terdengar saling bersahutan. Mereka bertiga baru saja selesai melepas duka di hadapan makam. Terlihat Leo, yang masih menggenggam erat tangan adiknya. "Kalau tidak salah, tadi aku melihat Tuan Maxime. Bagaimana dia bisa kemari?" celetuk Leo penasaran, "Hah? Dia kenal sama Om Zachta?" pikir Ana berusaha untuk tetap tenang melihat dua orang yang tengah berhadapan. "Dia itu omnya Reta," "Om kandung?" tanya Leo mengangkat alis, sedikit penasaran karena usia pria yang baru memasuki umur kepala tiga. "Iya, dia anak paling bungsu. Jadi usianya cuma beda 5 tahun sama Reta," "Oh--ya udah. Kalo gitu, aku pamit pulang." ujar Leo mendapat anggukan sebelum gadis tadi melangkah pergi meninggalkan kedua kakak beradik. "Ayo kita ke mobil," ajaknya tersenyum menatap Ana, Segera mereka berjalan menghampiri kendaraan yang terparkir cukup jauh. Gadis itu terdiam melangkah