Semua Bab DUKU (DUDA KUAT): Bab 21 - Bab 30
100 Bab
20. Tangisan Salsa
Yang kangen BangSat, absen dulu dong! He he he ****"Ram, saya yang amnesia atau bagaimana ya?" ujar Sapto sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kenapa emangnya? Bos Satria meninggal, terus apa hubungannya sama lu yang amnesia?" timpal Ramlan dengan wajah penasaran."Mau nyusulin dia lu?" sambung Ramlan lagi hingga membuat Sapto tertawa."Bukan, ini tanggal 1 kan ya? Jadwalnya gajian, Ram. Ck, jadi kita kagak gajian dong," ujar Sapto dengan wajah lesunya. "Palingan udah dititipin sama Bu Mae. Lu tenang aja, biasanya kalau meninggal gantung diri gitu, pasti ada pesan terakhir. Semoga ada rincian gaji kita dititipin sama Bu Mae," jawab Ramlan yang masih fokus mengendarai motornya. "Dosa gak sih kita gosipin orang mati?""Kagak, insyaAllah dapat pahala malahan. Makanya otak lu dipake Sapto! Orang lagi sedih kehilangan anak, malah lu inget gajian. Lu bawa uang takziah gak? Kalau gak bawa, turun lu se
Baca selengkapnya
21. Meluruskan Salah Paham
"Bun, Papa punya kabar yang bisa dibilang kabar baik, tapi juga kabar buruk," ujar Devit pada Juwi begitu kakinya masuk ke dalam rumah sehabis dari kampus. Juwi menatap suaminya dengan dada berdebar."Ada apa, Pa? Bukan disuruh dinas keluar kota'kan?" tanya Juwi penasaran."Bunda tahu lelaki yang semalam melamar Salsa? BangSat itu namanya.""Iya, Pa, masih inget atuh, pan gara-gara dia Bunda pingsan sampai subuh," timpal Juwi sambil memijat pelipisnya. "Ha ha ha ... itu mah bukan pingsan, emang tukang tidur aja kali," balas Devit sambil tergelak. "Ish, Papa ... Terus, emangnya kenapa dengan Satria?" Juwi merapatkan duduknya dengan Devit."Gimana mau cerita, tenggorokan Papa aja seret nih, airnya mana?" Juwi menepuk keningnya yang lupa membuatkan teh selamat datang untuk suaminya. Segera ia beranjak dari sofa, lalu setengah berlari menuju dapur. Devit juga bangun dari duduknya lalu berjalan ke kamar. Lelaki itu masuk
Baca selengkapnya
22. S-setan!
"Ya Allah, kasian juga ya, Pa. Untung kita gak nerima lamaran lelaki itu. Imannya tipis banget. Masa gitu aja bunuh diri," komentar Juwi setelah selesai dua kali mendaki gunung, lewati lembah bersama suami tercinta. "Mungkin karena malu, Bund. Yah, namanya manusia kalau tidak dekat dengan Tuhan seperti itu. Semoga Juwi berjodoh dengan Fajar. Papa juga ingin punya cucu. Rumah ini ada anak kecil lagi. Kita bikin anak kecil melulu, tapi gagal terus," ujar Devit sambil menyeringai. "Udah cukup tiga anak di rumah ini, Pa. Mau nambah anak terus emang Papa bantuin ngurusnya? Papa cuma numpang nampung asi Bunda doang sambil nelen ludah. Mesum gak sarjana-sarjana," balas Juwi dengan sengit, lalu beranjak turun dari tempat tidur. Devit tergelak dengan mata yang masih menatap punggung istrinya yang perlahan menghilang dari balik pintu kamar mandi. Ia pun ikut turun dan berjalan ke kamar mandi karena tiba-tiba saja perutnya terasa sangat mulas. 
Baca selengkapnya
23. Meriang
"Bang, lu kenapa? Pulang takziah malah ngeringkuk bae di balik selimut? Gak jadi gajian ya? Ck, harusnya bos Satria titipin dulu gaji karyawannya baru meninggal. Jadi, udah gak ada sangkutan lagi di dunia. Kalau begini gue yang repot'kan? Cicilan daster sama bank keliling udah nunggak seminggu, Bang," oceh seorang wanita yang tidak lain adalah istri dari Murtadi. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu masih saja gemetar dari balik selimutnya dengan suhu tubuh yang tinggi. "Nih, minum dulu obatnya! Obat juga saya boleh ngutang di warung sebelah. Awas aja kalau gak sembuh!" ancam wanita itu lagi pada suaminya. "D-dikantong celana, ada amplop, Mah, Bos Satria yang bagiin tadi," balas Murtado dengan suara gemetar. "A-apa? Yakin lu, Bang? B-bukannya bos lu udah meninggal? K-kenapa bisa bagiin gajian?" wanita itu bertanya dengan nada panik. Ia khawatir suaminya terkena sawan orang meninggal, karena begitu pulang langsung meriang. 
Baca selengkapnya
24. Janda Pilihan Ramlan
Lagi-lagi orang yang dikunjungi olehnya pingsan. Baik ibunya Salsa dan kini istri dari karyawannya. Sungguh hari yang sangat melelahkan. Karen tak kunjung sadar, istri dari Murtadi sampai dilarikan ke rumah sakit dan dirinya yang harus membayar biaya pengobatannya. Setelah semua urusan beres, Satria pun pamit pulang, sedangkan Muryadi masih menunggui istrinya yang lemas di IGD.Satria pulang ke rumah dengan perasaan kacau dan tubuh sangat lelah. Sebelum benar-benar masuk ke pekarangan rumahnya, Satria terlebih dahulu mengintip, apakah ada Mak Piah di teras rumah? Syukurlah, nenek itu sudah tidak ada di rumahnya.Satria memasukkan motor ke dalam rumah, lalu mengunci pintu rumah. Lampu kamar ibunya sudah padam, itu menandakan ibunya sudah tidur. Satria baru sadar ini sudah pukul dua belas malam. Ia pun bergegas mandi dan berganti pakaian sebelum tidur. Diperhatikannya langit-langit kamar yang sepi. Seperti suasana hatinya. Tinggal berdua saja dengan ibunya s
Baca selengkapnya
25. Pokoknya Janda Aja!
Pukul sembilan pagi, Fajar menjemput Salsa di rumahnya. Dosen muda itu memulai acara pendekatan pada Salsa dan juga orang tuanya. Lontong sayur Padang dan juga aneka gorengan dibawa oleh Fajar sebagai buah tangan. Juwi menerima kehadiran Fajar dengan penuh suka cita. Apalagi barang yang dibawa Fajar cukup banyak. Devit sudah berangkat lebih pagi karena ada seminar beberapa hari di daerah Bogor, sehingga hanya ada Salsa, Juwi, pembantu rumah tangganya, serta dua anak Juwi yang baru saja berangkat kuliah. "Ya ampun, Nak Fajar, jadi ngerepotin gini. Tahu aja saya suka lontong Padang. Apalagi dikasih keripik pedas, duh ... seger banget," ujar Juwi dengan antusias. Fajar hanya tersenyum sambil memberikan aneka bungkusan makanan ke tangan Juwi. "Mari, silakan duduk! Salsa sedang mandi. Nak Fajar sambil koreksi soal mahasiswa aja biar gak bosan. Salsa kalau mandi suka lama. Soalnya sambil baca koran," bisik Juwi sambil terkekeh. Fajar pun ikut terseny
Baca selengkapnya
26. Nurhayati VS Salsa
Sebagai seorang lelaki, pantang bagi Satria untuk ditunggu. Lebih baik ia menunggu sehingga ia bisa mengontrol hatinya agar tidak terkejut dengan segala kemungkinan yang ada bila ia terlambat.Ia sudah berada di restoran baso tempat ia pernah bertemu dengan Salsa. Bangku yang saat ini ia duduki pun adalah tempat yang sama. Di sampingnya sudah ada Ramlan yang tengah mengisap rokok dengan ditemani secangkir kopi, sedangkan Satria lebih memilih menikmati segelas jus jeruk. Ia tidak mau kesan pertama dengan Haya jelek hanya karena bau mulut. "Mbak Haya sudah di jalan?" tanya Satria pada Ramlan. "Sudah di taksi online, Bos. Sebentar lagi sampai," jawab Ramlan. "Matikan rokok lu! Dia bawa anaknya'kan? Asap rokok gak bagus untuk anak kecil. Gue aja udah niat nih, Ram, kalau gue nikah dan punya anak, gue mau berhenti merokok, paling Vape aja.""Ha ha ha ... sebelas dua belas, Bos," balas Ramlan menertawakan Satria."Biar istri dan
Baca selengkapnya
27. GIVE AWAY MOTOR
Saya janji, di part ini kalian akan meneteskan air mata. Siapkan tisu."Permisi, Mas, ada yang bisa kami bantu? Lagi ada promo cash back tiga ratus ribu khusus untuk pembelian hari ini," sapa SPG motor pada Ramlan. "Sore, Mbak, saya mau lihat motor Honda Biit yang tahun 2021 ya. Yang paling bagus ada?" tanya Ramlan dengan penuh percaya diri."Oh, tentu saja ada, Mas. Mari, silakan duduk. Ini brosurnya. Harga Honda Biit seri CBS 16,66 juta, kalau seri CBS-ISS 17,36 juta saja. Jika Mas beli hari ini, atau mengajukan kredit pada hari ini, maka akan dapat cashback tiga ratus ribu dan voucher Chatimi sebesar lima puluh ribu, bagaimana?" "Saya mau ambil yang paling mahal, Mbak. Promonya gak ada lagi nih. Saya mau beli cash soalnya," kata Ramlan lagi dengan penuh rasa bangga. SPG cantik itu memperhatikan wajah Ramlan yang tidak terlihat seperti seorang pria yang akan membeli motor dengan cara cash. Tidak juga terlihat seperti seorang lelaki yang teng
Baca selengkapnya
28. Janda atau Perawan
Salsa menumpang solat magrib di rumah Nek Piah. Ya, setelah berbincang cukup lama, akhirnya Salsa mengetahui bahwa nama wanita tua tetangga Satria adalah Piah. Asalnya Sofiah Hasna, dipanggil Piah. Nama yang bagus, tetapi menjadi sedikit aneh dengan panggilannya. Aroma melati pada mukena, sekaligus kapur Barus membuat Salsa seperti tengah melayat. Jujur ia takut, tetapi Nek Piah ikut solat juga bersamanya, itu yang membuatnya tidak terlalu mengkhawatirkan aroma yang ada pada mukena dan juga ruangan rumah Nek Piah. "Maman mau mesana?" tanya Mak Piah pada Salsa. "Hah? Maman, Nek? Maman siapa?" "Oh iya, wupa saya, didinya belom dipasang." Mak Piah menunjuk mulutnya yang tidak ada gigi. Salsa tertawa sambil melepas mukenanya, lalu merapikannya kembali. "Yakin mau ke sana sekarang? Tamu Satria belum pulang loh," kata Mak Piah setelah selesai memasang giginya. "Justru saya mau kenalan sama wanita itu, Nek. Doaka
Baca selengkapnya
29. Sisi Lain Satria Kuat
Satria menatap Salsa dan Haya bergantian. Dua wanita berbeda genre, seperti novel. Satu wanita genre rumah tangga, satunya lagi genre fantasi. Cara makannya saja berbeda, jika Salsa makan dengan lahap, berbeda dengan Haya yang makan perlahan dan sama sekali tidak terdengar denting sendok yang beradu. Yah, karena Haya makan menggunakan tangan. Bu Mae menyenggol sedikit lengan Satria, lalu menunjuk Salsa dan Haya dengan dagunya. Satria menyeringai, lalu mengangkat bahunya tidak paham. Lalu di mana Samudra? Bayi montok itu sedang tidur di kasur lipat depan TV, sehingga Haya bisa makan dengan tenang."Mbak Salsa nanti pulang naik apa?" tanya Satria. Wanita itu menoleh pada Haya dan tidak mungkin ia minta diantar oleh Satria. Pasti janda inilah yang diantar pulang oleh Satria. Batin Salsa."Naik taksi online saja, Bang," jawab Salsa sambil tersenyum."Ya sudah kalau begitu, saya bisa mengantar Mbak Haya pulang," jawab Satria lagi. "Kasian ka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status