Semua Bab After That Night: Bab 1 - Bab 10
135 Bab
Membalas Dendam
Siang itu Yudistira Putra (29th)-Tira, sedang bersimpuh di hadapan pusara adiknya Melanie Putri (24th)-Putri. Ia tidak terima atas kematian Putri yang bunuh diri karena calon suaminya berselingkuh.“Istirahatlah dengan tenang! Mas pasti akan membalas semua perbuatan dua manusia laknat itu,” lirih Tira, sambil menitikan air mata.Ia mengusap nisan adiknya. Kemudian menggenggam tanah kuburan yang masih merah itu dengan rahang yang mengeras. Hingga garis urat lehernya terlihat. Hal yang paling membuatnya miris adalah Putri meninggal dalam keadaan sedang mengandung. Sehingga dendam Tira begitu besar pada kedua orang yang menyakiti adiknya itu.“Nyonya dan Tuan sudah menunggu di rumah. Mari kita pulang, Tuan Muda!” ucap asisten Tira yang bernama Panji.Tira tak menjawab ucapan Panji. Namun ia berpamitan pada Putri. Kemudian bangkit dan meninggalkan makam adik semata wayangnya itu dengan berat hati.“Ca
Baca selengkapnya
Pemaksaan
Saat ini Tira sedang berdiri sambil memegang gelas wine dan menatap ke arah luar jendela raksasa yang memperlihatkan pemandangan ibu kota malam itu. Ia hanya mengenakan bath robe (Kimono handuk) untuk memudahkan aksinya.Ayas yang masih terbaring di atas tempat tidur mengerejapkan mata untuk menyempurnakan pandangannya yang buram. Ia merasa kepalanya begitu berat karena efek obat bius yang terhirup tadi. Matanya menyipit kala menemukan sosok seorang pria yang sedang memunggunginya.“Dia siapa?” gumam Ayas pelan. Ia belum sadar bahwa dirinya sedang disandra. Hingga akhirnya ia menyadari bahwa tangan dan kakinya terikat.“Hah, kenapa aku diikat? Ini di mana?” ucapnya, panik. Ia pun berusaha melepaskan ikatan itu.Mendengar suara Ayas, Tira pun menoleh. Kemudian ia menghampiri Ayas sambil menyeringai. “Bagaimana istirahatnya, apa sudah cukup?” tanyanya dengan tatapan licik penuh kebencian.Deg!“Pak Tir
Baca selengkapnya
Terenggut
Ayas langsung memalingkan wajahnya saat melihat tubuh Tira tanpa sehelai benang pun. Lututnya terasa lemas kala melihat senjata Tira sudah berdiri tegak. Terlebih ini kali pertama baginya melihat hal seperti itu.“Sepertinya kamu sangat terpesona dengan tubuh saya,” cibir Tira saat melihat wajah Ayas merona. Kemudian ia memainkan bagian sensitif tubuh Ayas hingga wanita itu menggeliat.Sebagai wanita normal, dirangsang oleh seorang pria gagah dan tampan seperti Tira, tentu saja gairah Ayas pun bangkit. Meski hatinya menolak. Namun tubuhnya justru tak mampu melawan sentuhan yang menimbulkan gelenyar kenikmatan itu.“Do you like this?” ejek Tira saat melihat napas Ayas tersenggal dan wajahnya merona.“You are batshit crazy! (Kamu memang sinting),” umpat Ayas dengan napas menggebu. Bahkan ia tak mampu menahan desahannya. Karena kini Tira memainkan lidahnya di sana. Ia pun memberikan gigitan kecil agar Ayas semakin tak taha
Baca selengkapnya
Rasa Penasaran
Panji terkesiap. Ia yakin saat ini Tira sudah 'melakukannya'. Namun bagaimana bisa salah orang. “Baik, Tuan,” jawabnya. Ia tidak berani membantah ataupun berkomentar.Setelah itu, Tira langsung menutup pintu dan menghampiri Ayas. Kemudian ia duduk di samping Ayas dan mengobati luka di pergelangan tangan wanita itu.“Maaf jika tadi aku berbuat kasar. Aku terlalu gegabah sampai melakukan kesalahan seperti ini,” gumam Tira. Ia tak tega melihat Ayas tersiksa seperti itu.Meski dirinya sendiri yang telah menyiksa Ayas. Hatinya ikut perih membayangkan betapa hancurnya perasaan Ayas karena kesuciannya telah direnggut paksa.Tira bahkan mengecup tangan Ayas sebagai permintaan maafnya. “I’m so sorry … kamu harus jadi milikku,” gumam Tira. Entah mengapa ia begitu yakin bahwa Ayas bukanlah wanita yang merebut Ady dari Putri.***Saat sinar matahari menembus jendela kamar itu, Ayas pun terbangun karena me
Baca selengkapnya
Harus Menunggu
“Kenapa gak diangkat, ya? Apa dia lagi sibuk?” gumam Ayas. Ia mengenal Manager HRD yang sedang dihubungi.Sehingga Ayas bisa menghubungi ponselnya secara langsung. Sebab mereka bekerja di satu lantai.Setelah beberapa kali Ayas berusaha menghubungi HRD. Akhirnya telepon itu dijawab.“Selamat pagi, Pak,” sapa Ayas.“Pagi Mbak Ayas, ada apa?” sahut HRD di seberang telepon.“Begini, saya mohon izin karena sedang kurang sehat,” jawab Ayas.“Oh iya, Mbak. Kalau memang kurang sehat, istirahat saja dulu! Jangan dipaksakan,” sahut HRD.“Terima kasih, Pak. Tapi saya ingin bertanya satu hal.”“Apa itu?”“Kalau saya mau mengajukan resign, apa bisa langsung mengajukan sekarang?” tanya Ayas.“Lho, kenapa mau resign, Mbak?”“Gak apa-apa, Pak. Saya lagi mau istirahat aja. Kalau diizinkan, saya ingin resign sec
Baca selengkapnya
Pingsan
Ayas sangat familiar dengan suara itu. Suara dari orang yang sangat ia hindari. Ia pun langsung menoleh ke sampingnya. “Mau apa Anda di sini?” tanya Ayas dingin. “Saya akan bertanggung jawab. Mari kita menikah!” ajak Tira to the point. Ayas menyeringai. Ia menganggap itu hanya sebagai lelucon. Ia pun memalingkan wajah karena tidak sudi melihat wajah yang membuatnya trauma itu. “Apa Anda masih belum puas mempermainkan saya? Apa masih kurang, Anda menghancurkan masa depan saya?” tanya Ayas dengan suara bergetar. “Justru itu saya mau bertanggung jawab. Dengan begitu masa depan kamu akan aman,” ujar Tira yakin. Ayas tersenyum getir. “Mungkin bagi orang seperti Anda, semua bisa dilakukan dengan mudah. Menyakiti orang lain, kemudian memberinya uang atau fasilitas untuk menebus dosa. Padahal ada hal yang jauh leb
Baca selengkapnya
Kita Harus Menikah
Ayas tercengang setelah mendengar pernyataan dokter. Sementara hati Tira berdesir. Dengan begitu harapannya untuk menikahi Ayas bisa terwujud. “M-maksud dokter?” tanya Tira gugup. “Nyonya Laras sedang mengandung. Saat ini usia kehamilannya sudah memasuki satu bulan …,” jelas dokter. Dokter pun menjelaskan secara rinci apa saya yang harus dilakukan dan dihindari oleh Ayas. Ia menyarankan agar Ayas segera memeriksakan kandungannya ke SPOg. Tira sangat ingin tersenyum. Namun ia berusaha menahannya demi menjaga image di depan Ayas. “Terima kasih banyak ya, Dok,” sahut Tira. Ia bingung ingin mengatakan apa lagi. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah rencana pernikahannya dengan Ayas. Ia pun berniat untuk segera memberitahu orang tuanya. “Iya, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu,” sahut dokter. Ia pun menin
Baca selengkapnya
Disekap
Medengar ucapan Tira, Ayas pun langsung panik. “Jangan! Saya tidak mau orang tua saya tahu tentang hal ini atau saya bisa dibunuh oleh Ayah saya,” ucap Ayas, gugup.   Ia sangat khawtair orang tuanya akan shock jika mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung.   “Saya tidak akan mengatakan bahwa kamu sedang hamil. Saya akan mengatakan kita menikah karena cinta,” ucap Tira. Meski ucapannya lembut, tetapi tatapan mata pria itu begitu menakutkan bagi Ayas. Ia ingat betul bagaimana kedua bola mata itu menatapnya dengan tatapan menjijikan kala kesuciannya tengah direnggut waktu itu. Ayas berpikir keras. Sampai kapan pun ia tidak ingin hidup dengan pria menakutkan seperti Tira. Melihat rumahnya yang dijaga ketat saja sudah membuat Ayas takut. Apalagi jika harus tinggal di rumah itu.   Ditambah sikap Tira yang berubah-ubah, membuat Ayas semakin yakin untuk menjauhi pria itu.   “Oke, saya akan
Baca selengkapnya
Berusaha Melarikan Diri
Ayas terperanjat saat mendengar pintu terbuka. Ia pun langsung menyembunyikan pisau alat yang ia pegang. Jantungnya berdebar hebat. Ia takut Tira kembali ke rumah itu. “Nona sedang apa?” tanya seorang pelayan yang masuk ke kamar itu. Ayas bisa bernapas lega. Setidaknya itu bukan Tira yang datang. Sehingga ia tidak akan mengalami pemaksaan lagi untuk sementara waktu. “Lagi lihat pemandangan aja,” jawab Ayas singkat. Ia malas banyak bicara. Ayas yakin pelayan itu pasti akan melaporkan apa pun pada Tira. “Ini makan siang untuk Nona. Silakan dimakan!” ucap pelayan. Sebenarnya ia mencurigai sesuatu. Namun pelayan itu merasa kasihan pada Ayas. Sehingga ia memilih untuk pura-pura tidak tahu. “Terima kasih. Saya belum lapar,” jawab Ayas. Ia masih belum beralih dari tempatnya berdiri. Sebab Ayas ingin menutupi bagian tralis yang sudah berhas
Baca selengkapnya
Hampir Tertangkap
Ayas terbelalak. Ia sangat takut mereka benar-benar mengecek ke dalam pos.   ‘Gimana ini? Aku gak mau kembali ke rumah itu,’ batin Ayas. Ia sangat ketakutan sampai lututnya terasa lemas.   “Maaf, Pak. Pos itu termasuk privacy saya. Jadi tidak pantas jika kalian masuk ke sana,” jawab satpam.   Mereka pun curiga karena satpam itu berusaha menghalangi mereka.   “Kenapa Anda berusaha menghalangi kami? Apa Anda menyembunyikan sesuatu di dalam sana?” tanya pengawal.   “Bukan urusan kalian. Lebih baik kalian pergi dari sini!” pinta satpam itu, tegas.   “Maaf, kami harus mengeceknya.”   Deg!   Ayas semakin panik. Kali ini ia sudah tidak dapat menghindar lagi. Pengawal itu pun memaksa masuk ke dalam pos.   “Kenapa kalian tidak sopan sekali? Saya punya hak untuk melarang kalian masuk ke pos saya,”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status