Home / Romansa / After That Night / Rasa Penasaran

Share

Rasa Penasaran

Author: Just Mommy
last update Last Updated: 2021-11-02 21:48:46

Panji terkesiap. Ia yakin saat ini Tira sudah 'melakukannya'. Namun bagaimana bisa salah orang. “Baik, Tuan,” jawabnya. Ia tidak berani membantah ataupun berkomentar.

Setelah itu, Tira langsung menutup pintu dan menghampiri Ayas. Kemudian ia duduk di samping Ayas dan mengobati luka di pergelangan tangan wanita itu.

“Maaf jika tadi aku berbuat kasar. Aku terlalu gegabah sampai melakukan kesalahan seperti ini,” gumam Tira. Ia tak tega melihat Ayas tersiksa seperti itu.

Meski dirinya sendiri yang telah menyiksa Ayas. Hatinya ikut perih membayangkan betapa hancurnya perasaan Ayas karena kesuciannya telah direnggut paksa.

Tira bahkan mengecup tangan Ayas sebagai permintaan maafnya. “I’m so sorry … kamu harus jadi milikku,” gumam Tira. Entah mengapa ia begitu yakin bahwa Ayas bukanlah wanita yang merebut Ady dari Putri.

***

Saat sinar matahari menembus jendela kamar itu, Ayas pun terbangun karena merasakan hangatnya sentuhan sinar mentari pagi yang membelai kulitnya.

“Astaga!” Ayas langsung terduduk saat ia ingat apa yang terjadi semalam. Saat Ayas menoleh ke samping, ia melihat Tira masih terlelap memunggunginya. Semalaman pria itu tidak bisa tidur dengan nyenyak karena rasa bersalahnya terhadap Ayas.

Tira mengingat-ingat apa saja yang telah ia lakukan. Ia sangat menyesal atas perbuatan kasarnya yang bahkan sampai menampar wajah mulus gadis itu.

Ayas yang merasakan perih di ujung bibirnya pun langsung meringis dan menyentuh bibirnya. Namun, ternyata Tira sudah membalutnya dengan plester kecil. Ia pun menyadari bahwa pergelangan tangannya sudah diobati.

Kening Ayas mengerut. “Siapa yang melakukannya?” gumam Ayas sambil melihat tangannya itu. Ia tidak yakin Tira melakukan hal seperti itu. Namun, di sana tidak ada orang lain lagi.

“Apa dia tidak waras? Semalam dia menyiksaku seperti iblis. Lalu kenapa dia juga mengobati lukaku?” Ayas tidak habis pikir bagaimana Tira bisa bersikap seperti orang yang memiliki kepribadian ganda.

“Lebih baik aku segera pergi dari tempat terkutuk ini,” ucap Ayas. Ia tidak ingin Tira bangun sebelum dirinya meninggalkan tempat itu. Ayas pun buru-buru turun dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya yang semalam dilucuti oleh Tira.

Awalnya Ayas ingin mandi terlebih dahulu. Namun ia takut tidak sempat melarikan diri dari Tira. Hingga akhirnya Ayas memutuskan untuk langsung mengenakan pakaiannya dan kabur dari tempat itu.

Dengan tangan gemetar, Ayas membuka kunci pintu kamar tersebut. “Aku harap tidak pernah bertemu dengan manusia iblis itu lagi,” gumam Ayas sambil menoleh sekilas. Kemudian ia meninggalkan kamar itu.

Rasa takutnya terhadap Tira mengalahkan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ayas mengambil ponsel untuk memesan taksi online agar ketika ia tiba di lobby, tidak perlu menunggu lama lagi.

Pagi itu wajah Ayas terlihat pucat. Ia pun tak berani pulang ke rumah orang tuanya. “Aku harus pulang ke mana?” gumam Ayas. Ia melihat begitu banyak panggilan tak terjawab dari orang tuanya. Ayas bingung harus berkata apa jika ia pulang ke rumah. Sebab, saat ini kondisi tubuhnya terluka dan pasti akan dipertanyakan.

“Ah iya, ke apartemen Gita aja, kebetulan deket dari sini,” ucap Ayas. Ia mengetahui lokasi hotel itu dari map taksi online yang akan ia pesan. Setelah memutuskan akan pulang ke tempat Gita, Ayas pun segera memesan taksi online tersebut.

“Semoga gak lama,” harapnnya. Ia khawatir jika terlalu lama menunggu di lobby, Tira atau anak buahnya akan menemukannya. Sebab, Ayas yakin Tira belum puas hanya menyiksanya seperti itu.

Beruntung tak jauh dari hotel itu banyak taksi yang standby. Sehingga ketika Ayas tiba di lobby, taksi pesanannya pun sudah datang. Ayas bergegas masuk seperti orang yang sedang dikejar penjahat.

“Huuh! Akhirnya,” gumam Ayas. Ia baru bisa bernapas lega setelah masuk ke mobil itu.

Sopir taksi tidak menanyakan apa pun. Ia hanya melirik sekilas dari kaca spion tengah. Seorang wanita cantik keluar dari hotel sepagi ini dengan kondisi wajah yang pucat, membuat sopir taksi itu mengira bahwa Ayas adalah wanita panggilan.

Sebenarnya Ayas sangat malu keluar dari hotel sepagi itu. Namun ia tak memiliki pilihan lain. Menunggu sampai siang sama saja menyerahkan diri pada singa yang sedang lapar.

Sepanjang jalan Ayas melamun. Ia masih tidak habis pikir mengapa Tira melakukan hal itu padanya. ‘Apa salahku sampai dia tega menghancurkan masa depanku? Tapi semalam dia mengatakan bahwa aku telah mengusiknya. Pasti dia salah orang, kan?’ batinnya.

Saat ini Ayas menatap kosong ke luar jendela mobil yang ia tumpangi. Air matanya masih terus mengalir karena mengingat masa depannya sudah dirusak oleh Tira. ‘Jika memang salah orang, keterlaluan sekali dia merenggut kesucianku padahal aku yakin bukan aku orang yang dia maksud,’ gumam Ayas dalam hati.

Rasanya Ayas ingin menghajar pria itu. Namun ia sadar bahwa dirinya tidak mungkin menjangkau Tira. Ayas sendiri tidak berniat minta pertanggung jawaban dari Tira. Sebab ia yakin pria itu tidak mungkin mau menikahinya. Terlebih semalam ia terlihat seperti menaruh dendam terhadap Ayas.

Lagi pula, Ayas sudah terlanjur benci pada Tira. Seandainya Tira berniat untuk tanggung jawab pun, ia tidak akan sudi menerimanya. Sebab, Ayas trauma atas perlakuan kasar Tira yang telah memperlakukannya seperti binatang.

‘Tapi bagaimana jika aku hamil? Semalam dia melepaskannya di dalam, kan?’ pikirnya. Saat ini pikiran Ayas sedang kalut. Begitu banyak spekulasi kemungkinan yang akan terjadi. Hal itu membuat Ayas semakin gelisah.

Tiba di apartemen, Ayas langsung menuju kamar Gita. Sebelumnya ia sudah sering bermalam di sana. Sebab apartemen Gita terletak di dekat kantor Ayas. Ia bahkan sudah diberi aksess kode pintu masuk apartemen tersebut karena persahabatannya dengan Gita sudah sangat dekat.

“Mudah-mudahan si Gita udah berangkat ke kantor. Bisa heboh dia kalau lihat kondisi aku kayak gini,” gumam Ayas. Ia sadar kondisinya saat ini sangat tidak layak. Orang terdekatnya pasti dapat menebak bahwa telah terjadi sesuatu terhadapnya.

Dengan gugup, Ayas masuk ke apartemen tersebut. “Good morning,” lirihnya. Ia berharap tidak ada yang menjawab.

“Yess, aman.” Ayas senang karena tidak ada jawaban. Ia pun bisa masuk dengan lega.

Tiba di dalam, Ayas segera menghubungi Gita untuk meminta izin istirahat dan meminjam pakaian Gita. Tak lupa ia pun menghubungi orang tuanya dan mengatakan bahwa semalam dirinya lembur. Sehingga bermalam di apartemen Gita.

Setelah itu, Ayas bergegas membersihkan tubuhnya. Ia sudah merasa jijik pada dirinya sendiri. Ayas ingin menghilangkan jejak pria jahat itu. Namun, ia kesal setiap kali mengingat apa yang ia lakukan semalam.

“Bodoh kamu, Yas! Bisa-bisanya kamu malah menikmati padahal sudah jelas dia sedang memaksamu!” maki Ayas pada dirinya sendiri.

Selesai mandi, Ayas mengenakan pakaian. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di atas sofa. Hari ini Ayas tidak berniat masuk ke kantor. Ia menghubungi bagian HRD untuk Izin dengan alasan sakit.

“Aku harus resign dari kantor itu. Aku tidak ingin bertemu dengan pria iblis itu lagi. Aku pun tidak sudi makan uang dari perusahaannya,” gumam Ayas. Sepertinya ia sudah sangat anti dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Tira.

Ayas pun mengambil ponsel yang sedang ia charge. Ia mencabut kabel casan, kemudian menghubungi HRD tempat ia bekerja untuk konsultasi mengenai masalah resign.

Di tempat lain, Tira baru saja terbangun. Saat membuka matanya, hal pertama yang ingin ia lihat adalah Ayas. Namun sayang, ia tidak dapat menemukan wanita itu.

“Ke mana, dia?” gumam Tira. Ia bergegas turun dari tempat tidur dan mencari Ayas ke kamar mandi.

“Laras, kamu di mana?” panggil Tira. Ia mengingat nama gadis yang telah melewati malam bersama dirinya itu.

Saat berdiri di depan pintu kamar mandi, ia melihat pintunya tidak dikunci. Tira pun langsung membukanya dan Ayas tidak ada di sana. Kemudian Tira mengecek pakaian serta barang Ayas. “Dia pergi? Kenapa dia bisa pergi dari sini? Kenapa dia tidak mengatakan apa pun?”

Seolah tanpa dosa. Tira bingung karena Ayas pergi meninggalkannya begitu saja. Ia pikir Ayas tidak akan melakukan hal itu dan pasti meminta pertanggung jawabannya. “Aku harus segera menghubungi HRD,” gumam Tira. Ia ingin mengantisipasi kemungkinan Ayas mengundurkan diri karena perbuatannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • After That Night   Keluarga Bahagia (Tamat)

    Saat ini Atas sedang di rumah dan ditemani oleh Gita.“Gimana ya, kok belum ada kabar?” gumam Ayas, khawatir.Ayas ingin menghubungi Tira tapi ia khawatir akan menggangu, sedangkan Tira sengaja tidak menghubungi Ayas karena ingin memberi dia kejutan.“Sabar, Yas. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan pulang,” ucap Gita. Ia berusaha menenangkan Ayas.“Semoga aja bener begitu.”Ayas senang di saat seperti ini ada Gita yang menemani, awalnya Yoga juga ada di sana. Tapi ia harus pergi karena ada urusan lain.“Oh, iya. Kamu jadi nikah dengan Mas Yoga?” tanya Ayas, pada Gita. Ia berpikir lebih baik mengobrol dengan Gita daripada terus seperti tadi.“Katanya sih, jadi!” jawab Gita.Ayas mengerutkan kening, “Lho, kok gitu?” tanyanya.“Ya emang begitu, hehehe!” sahut Gita, cengengesan.Ayas berpikir Gita itu seperti tidak niat menikah dengan Yoga, “Kalau kamu gak suka mendingan gak usah, Git!” ucapnya.“Enak aja! Siapa bilang aku gak suka? Oops!” Gita kelepasan.Melihat respon Gita yang seper

  • After That Night   Ayo Kita Pulang

    Dengan raut wajahnya yang datar Tira menatap James dan Ady, “Kalian berdua memang sepertinya sudah bosan hidup,” ucap Tira.James dan Ady saling bertukar pandang, lalu mereka berdua tertawa.Hahaha!“Sepertinya kepala kamu habis terbentur benda keras, ya?” ledek Ady.“Atau mungkin orang yang sudah mau mati kelakuannya memang aneh?” timpal James.Hahaha!James dan Ady kembali menertawai Tira yang hanya diam dan tidak membalas.“Maaf ya, kalau kamu ingin menyalahkan seseorang. Salahkan Ayahmu dan orang ini,” ucap James.Ady hanya tertawa karena ia pikir itu memang benar, “Awalnya aku pikir Anda hanya bekerja untukku, tapi ternyata Anda juga bekerja untuk orang lain,” sahut Ady.“Tuan Ady, kita itu hidup harus bisa memanfaatkan semua kesempatan yang ada. Lagipula hal tersebut tidak melanggar kontrak kerja sama kita,” balas James.Awalnya saat Ady tahun kalau James juga bekerja untuk orang lain, ia sempat marah pada James dan menuding James memanfaatkan dirinya.Namun, setelah James memb

  • After That Night   Tim Penyelamat

    “Apa itu, Tuan James?” tanya Ady.James menyeringai, “Mereka sudah datang,” jawab James.“Hah? Mereka? Siapa?”“Tentu saja tamu yang kita undang, mereka datang sesuai dengan rencanaku,” ucap James. Ia merasa bangga karena Tira dan rombongannya telah terjebak.“Tapi Tuan, kalau mereka mati. Rasanya kurang puas,” balas Ady.“Aku yakin dia tidak akan mati semudah itu, tapi kalau memang dia mati. Mau bagaimana lagi, kan?” sahut James.Ady pun berpikir tidak masalah kalau memang Tira mati sebelum berhasil menemukan putranya, bagi Ady itu sudah cukup memuaskan karena telah memberikan Tira balasan yang setimpal.Sementara itu di mobil yang Tiran dan Daren tumpangi.“Suara ledakan apa itu?” tanya Tira.“Baru saja aku menerima laporan, kalau ternyata akses menuju ke tempat James berada sudah dipasangi jebakan. Anak buah James juga lumayan banyak,” sahut Daren.“Jadi, bagaimana caranya kita ke sana?” tanya Tira.Daren menyeringai, “Jangan khawatir, Tuan. Tentara dan Polisi berpihak pada kita, j

  • After That Night   Dentuman yang Merdu

    Setelah Tira mengantar Ayas pulang, ia langsung pergi menemui Daren di bandara, Daren bergegas menghubungi Tira saat ia menerima tugas.Tidak butuh waktu lama Tira telah sampai di bandara, mobil yang ia tumpangi berhenti di dekat sebuah pesawat jet pribadi.Seorang pria berpakaian serba hitam dengan sebuah kacamata hitam, berdiri di dekat tangga pesawat dan langsung membungkuk saat Tira berjalan ke arahnya.“Tuan, ayo kita selamatkan Putra Anda!” ucap pria itu, yang tidak lain adalah Daren.“Maaf sudah merepotkan, terima kasih karena kamu sudah mau datang dari jauh untuk membantu,” balas Tira.“Tuan dan Nyonya besar sudah sangat berjasa padaku, mana mungkin aku tidak mau membantu.”“Bagaimana dengan Ayah?” tanya Tira. Bagaimanapun juga Daren adalah kepala pengawal Ayahnya Tira.“Lebih baik kita bergegas, Tuan. Aku khawatir pada Putra Anda,” ucap Daren.Sudah lama tidak bertemu dengan Daren membuat Tira banyak mengajukan pertanyaan, akhirnya Tira dan Daren masuk ke dalam pesawat.Setel

  • After That Night   Pasukan Elite

    “Sayang, tunggu!” Sontak Tira langsung mengejar Ayas.Tap!Tira meraih tangan Ayas dan menariknya.“Kalau gak ada yang peduli, biar aku sendiri yang nolong Vano!” ucap Ayas, agak berteriak.Tira menghela napas kasar, “Kamu tenang dulu, sayang. Kita serahkan pada Mama, tapi aku juga gak bisa tinggal diam. Aku juga akan ikut mencari Vano,” ucap Tira.Saat itu Atas yang sedang kesal merasa bodoh, “Sebentar, tadi Papi bilang apa?” tanyanya.“Hem, yang mana?” Tira bertanya balik.“Yang tadi, yang Papi bilang serahkan pada Mama. Apa maksud Papi?”“Oh, itu. Jadi sebenarnya Mamah marah karena Vano hilang, dia bilang menjaga anak satu aja gak bisa,” jelas Tira.Ayas tercenung, “Hah? Mamah marah karena itu?” tanyanya.“Iya, jadi kamu cuman salah paham aja. Justru Mamah malah marah sama kita karena kita gak bisa jagain Vano dengan benar.”Mendengar penjelasan Tira, membuat Ayas merasa menjadi seorang Ibu yang buruk. Ia tidak menyangka kalau Ibu mertuanya justru sangat peduli.“Terus aku harus gi

  • After That Night   Seorang Diri

    “Tira, sini kamu!” panggil Sisca, dengan mata melotot.“Iya, Mah!” jawab Tira. Ia lalu menghampiri mamahnya.“Laras, kamu tunggu di sini!” ucap Sisca.“I-iya, Mah!” jawab Ayas, kikuk.Sementara Tira di ajak pergi oleh mamahnya, Ayas duduk di sofa seorang diri. Ia masih agak canggung dengan Ibu mertuanya itu, Ayas juga tidak tahu harus berbuat apa saat ini.Tira diajak oleh mamahnya ke sebuah ruangan, “Duduk!” ucap Sisca, dengan sikap yang dingin.“Iya, mah.” Tira pun duduk di sebuah sofa.Sudah lama Tira dan Mamahnya tidak bicara seserius ini, terakhir kali mereka berbicara serius adalah saat Tira memutuskan untuk menikahi Ayas.“Tira, kamu tau kenapa mamah memanggil kamu ke sini?” tanya Sisca, serius.Tira hanya menggeleng dan tidak menjawab.“Kamu ini sudah punya anak, seharusnya kamu tidak lagi mementingkan diri kamu sendiri!” ucap Sisca. Ia memarahi putranya itu.“Jadi mamah memang sudah tahu kalau—“ Belum selesai Tira berbicara, Sisca sudah tampak emosi.Brakk!“Tau kalau Vano di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status