Ayas tercengang setelah mendengar pernyataan dokter. Sementara hati Tira berdesir. Dengan begitu harapannya untuk menikahi Ayas bisa terwujud.
“M-maksud dokter?” tanya Tira gugup.
“Nyonya Laras sedang mengandung. Saat ini usia kehamilannya sudah memasuki satu bulan …,” jelas dokter.
Dokter pun menjelaskan secara rinci apa saya yang harus dilakukan dan dihindari oleh Ayas. Ia menyarankan agar Ayas segera memeriksakan kandungannya ke SPOg.
Tira sangat ingin tersenyum. Namun ia berusaha menahannya demi menjaga image di depan Ayas.
“Terima kasih banyak ya, Dok,” sahut Tira. Ia bingung ingin mengatakan apa lagi. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah rencana pernikahannya dengan Ayas. Ia pun berniat untuk segera memberitahu orang tuanya.
“Iya, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu,” sahut dokter. Ia pun menin
Hai ... terima kasih sudah mampir di novel terbaru Mommy ... semoga kalian suka, ya. Follow *** @justmommy2020 untuk info seputar novel Mommy, See u, JM.
Medengar ucapan Tira, Ayas pun langsung panik. “Jangan! Saya tidak mau orang tua saya tahu tentang hal ini atau saya bisa dibunuh oleh Ayah saya,” ucap Ayas, gugup. Ia sangat khawtair orang tuanya akan shock jika mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung. “Saya tidak akan mengatakan bahwa kamu sedang hamil. Saya akan mengatakan kita menikah karena cinta,” ucap Tira. Meski ucapannya lembut, tetapi tatapan mata pria itu begitu menakutkan bagi Ayas. Ia ingat betul bagaimana kedua bola mata itu menatapnya dengan tatapan menjijikan kala kesuciannya tengah direnggut waktu itu. Ayas berpikir keras. Sampai kapan pun ia tidak ingin hidup dengan pria menakutkan seperti Tira. Melihat rumahnya yang dijaga ketat saja sudah membuat Ayas takut. Apalagi jika harus tinggal di rumah itu. Ditambah sikap Tira yang berubah-ubah, membuat Ayas semakin yakin untuk menjauhi pria itu. “Oke, saya akan
Ayas terperanjat saat mendengar pintu terbuka. Ia pun langsung menyembunyikan pisau alat yang ia pegang. Jantungnya berdebar hebat. Ia takut Tira kembali ke rumah itu.“Nona sedang apa?” tanya seorang pelayan yang masuk ke kamar itu.Ayas bisa bernapas lega. Setidaknya itu bukan Tira yang datang. Sehingga ia tidak akan mengalami pemaksaan lagi untuk sementara waktu.“Lagi lihat pemandangan aja,” jawab Ayas singkat. Ia malas banyak bicara. Ayas yakin pelayan itu pasti akan melaporkan apa pun pada Tira.“Ini makan siang untuk Nona. Silakan dimakan!” ucap pelayan. Sebenarnya ia mencurigai sesuatu. Namun pelayan itu merasa kasihan pada Ayas. Sehingga ia memilih untuk pura-pura tidak tahu.“Terima kasih. Saya belum lapar,” jawab Ayas. Ia masih belum beralih dari tempatnya berdiri. Sebab Ayas ingin menutupi bagian tralis yang sudah berhas
Ayas terbelalak. Ia sangat takut mereka benar-benar mengecek ke dalam pos. ‘Gimana ini? Aku gak mau kembali ke rumah itu,’ batin Ayas. Ia sangat ketakutan sampai lututnya terasa lemas. “Maaf, Pak. Pos itu termasuk privacy saya. Jadi tidak pantas jika kalian masuk ke sana,” jawab satpam. Mereka pun curiga karena satpam itu berusaha menghalangi mereka. “Kenapa Anda berusaha menghalangi kami? Apa Anda menyembunyikan sesuatu di dalam sana?” tanya pengawal. “Bukan urusan kalian. Lebih baik kalian pergi dari sini!” pinta satpam itu, tegas. “Maaf, kami harus mengeceknya.” Deg! Ayas semakin panik. Kali ini ia sudah tidak dapat menghindar lagi. Pengawal itu pun memaksa masuk ke dalam pos. “Kenapa kalian tidak sopan sekali? Saya punya hak untuk melarang kalian masuk ke pos saya,”
”Bagaimana?” tanya Tira saat sudah tiba di bandara. Ia sengaja mendatangi bandara lebih dulu karena Tira pikir kemungkinan besar Ayas akan naik pesawat menuju ke Bali. Panji hanya menggelengkan kepala. Ia bingung bagaimana cara menjawabnya. Sebab, jawaban apa pun akan salah selama Ayas tidak ditemukan. “Argh! Kenapa mencari satu wanita saja kalian tidak becus?” bentak Tira. Suaranya menggelegar hingga mengalihkan pandangan semua orang. “Maaf, Tuan. Tapi sepertinya Nona Laras tidak datang ke bandara,” ujar Panji, gugup. Tira yang sedang kesal pun terhenyak. “Apa kamu sudah mengirim orang ke stasiun?” tanya Tira lagi. “Sudah, Tuan. Tapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda kedatangan Nona Laras di stasiun mana pun,” jawab Panji lagi. Tira pun berpikir keras. Ia bingung bagaimana cara mencari Ayas. “TERMINAL!” Ia baru teringat
Ketika sedang mewawancarai Ayas, HRD mendapat telepon dari asisten Yoga yang bernama Vito.Kring! Kring!“Maaf, tunggu sebentar!” ucap HRD pada Ayas. Ia pun mengangkat telepon yang ada di mejanya.Ayas mempersilakannya, kemudian ia menunggu dengan tenang.Telepon terhubung.“Ya, halo,” sapa HRD.“Halo, Pak. Saya Vito,” jawab Vito di seberang telepon.“Oh iya, Mas Vito. Ada apa?” tanya HRD.“Begini. Pak Yoga minta agar Bapak menerima calon staf yang saat ini sedang diinterview,” ujar Vito.HRD langsung menoleh ke arah Ayas.“Oh, iya Mas,” jawabnya. Dengan melihat penampilan Ayas, ia sudah dapat menebak mengapa Yoga memintanya untuk menerima Ayas.“Baik kalau begitu. Tapi tolong ja
Yoga tersenyum saat melihat Ayas ternganga dan sedikit malu melihatnya duduk di kursi direktur. “Iya, saya Yoga yang kemarin bertemu kamu di lift,” ucapnya. Ayas tersenyum kaku. Seandainya ia tahu Yoga adalah direktur perusahaan itu, sudah pasti dirinya akan lebih menghormati Yoga. “Oh, maaf saya tidak tahu, Pak,” ucap Ayas kikuk. “It’s okay, santai saja! Silakan duduk!” sahut Yoga. Ia menyuruh Ayas duduk untuk yang ke dua kalinya. “Terima kasih,” jawab Ayas. Ia pun masuk dan duduk di hadapan Yoga. Saat itu kondisi mereka masih canggung karena ini kali pertama mereka duduk berhadapan. Terlebih Ayas, ia malu karena kemarin tidak mengenali Yoga, bahkan menjawab pertanyaan Yoga dengan sedikit malas. “Terima kasih ya, Pak,” ucap Yoga pada HRD. “Oh iya, silakan dilanjut!” jawab HRD. Ia pun menutup pintu dari luar. Yoga tersenyum
Saat Tira sedang melamun, tiba-tiba ada seseorang yang menerobos masuk ke ruangannya.Brak!Orang itu mendobrak pintu ruangan Tira.“Maaf, Tuan. Saya sudah melarangnya masuk. Tapi dia tetap memaksa,” ucap sekertaris Tira. Ia terlihat panik karena tahu Tira memintanya untuk melarang orang itu masuk.“Ya sudah, biarkan saja!” jawab Tira, sinis. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh pria yang memaksa masuk itu.Akhirnya sekertaris Tira pun dengan berat hati membiarkan pria tersebut. Kemudian ia meninggalkan ruangan Tira tanpa menutup pintu. Sebab, ia khawatir akan terjadi sesuatu terhadap tuannya.Saat diizinkan masuk, pria itu langsung berlutut di hadapan Tira. “Saya mohon ampuni saya, Tuan. Tolong kembalikan perusahaan saya,” lirih orang itu dengan tampang memelas.Tira menyeringai dengan penuh kebe
Bak tertimpa langit runtuh. Harapan Yoga seketika hancur kala mengetahui Ayas sedang mengandung.“Iya, Mas. Sebelumnya saya sudah mengatakan pada HRD, tapi beliau bilang tidak masalah,” jelas Ayas.Saat Vito menghubungi HRD, Ayas memang mengatakan sedang mengandung. Namun, karena Vito meminta HRD menerima Ayas, ia tidak mempedulikan hal itu.Entah memang tidak mendengar atau terlalu patuh pada arahan Yoga.“Oh, jadi kamu sudah menikah?” lirih Yoga. Ia berusaha tegar meski saat ini sedang terguncang.Ayas menelan saliva. Ia bingung ingin mengatakan apa. Ia pun menjawabnya sambil menunduk. “Saya diperkosa, Mas,” ucapnya sambil menahan napas.Hatinya terasa perih karena pertanyaan Yoga telah membuka luka lamanya.Yoga terhenyak. Ia tak menyangka ternyata wanita yang ia cintai memiliki beban hidup yang cuku