All Chapters of Hasrat Suamiku Dengan Gundiknya: Chapter 31 - Chapter 40
65 Chapters
Bab 31
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKU  PART 34 Detik-detik mas Ari mulai membuka mata.  Tak lupa ia selalu menyuguhkan senyum lalu mengedarkan pandangan.  Ekspresinya seketika berubah. Kala melihat siapa yang berada di sampingku.  "Vina! Kenapa lelaki ini ada di sini?" tanyanya spontan. "aku nggak salah lihat 'kan?" tambahnya seraya mengusap-usap kelopak matanya.  "Kamu nggak salah lihat kok, Mas," sahutku membenarkan.  "Ngapain dia ada di sini? Kamu ke sini sama dia kah?" Mas Ari nyeletuk tanpa jeda. 
Read more
Bab 32
GUNDIK SUAMIKU Part 32"Tenang, Mas!"Mas Ari menjambak rambutnya frustrasi. Aku hanya bisa berusaha menenangkannya. Tentu berat sebagai mas Ari, ditinggalkan dua orang terdekatnya tanpa terduga. Semoga dia bisa sabar menghadapi semua ini, seiring berjalannya waktu.Aku dan Panji membiarkan mas Ari sibuk dengan pikirannya. Aku tak mencetuskan apa-apa lagi, begitupun dengan Panji. Kami saling diam sampai pada akhirnya hampir tiba di perempatan jalan. Di mana itu belok ke kanan adalah jalan menuju rumahku. "Ari, kamu mau aku antar ke mana?" tanya Panji sembari menepikan mobilnya. "Antar aku ke rumah ibunya Marisa. Aku butuh penjelasan darinya," tukas mas Ari datar."Baiklah," balas Panji dan langsung melanjutkan perjalanan ke arah lurus. Setibanya di area perumahan komplek. Bangunan dengan cat yang sudah mengelupas menyam
Read more
Rahasia Terpendam
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKU PART 33 Berkecamuk sekali dada ini penuh dengan pertanyaan yang terus mendesak. Pasti pemilik rumah ini tahu tentang foto itu. Tanganku mengepal penuh keringat. Menunggu kedatangan Bu Marni yang tak lama datang dari arah belakang. "Ini tehnya, silakan diminum. Maaf saya tidak punya makanan yang enak," kata wanita itu sembari meletakkan tiga cangkir berisi teh di atas meja. "Bu, sebelumnya saya mau tanya mengenai foto ini. Siapa anak kecil ini, Bu?" tanyaku menunjuk ke arah pigura. "Em, itu … Kakak
Read more
Bab 34. Restu
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKU Part 34 Mata Papa langsung terperangah melihat siapa yang datang. "Ma-Marni, ka-kamu …." Terlihat dari perangai Papa, ia dengan jelas kenal dengan Bu Marni. Apalagi sorot mata itu tak bisa terelakkan lagi. Tiba-tiba, tangan Mama juga reflek mendekapku erat. Ada apa sebenarnya? Kenapa kedua orangtuaku begitu kaget sekali melihat kedatangan Bu Marni? "Kenapa kau membawa wanita itu ke sini, Vina?" tanya Papa menatapku tajam. "Papa sama Mama jelaskan saja sama Vina. Apa yang sebenarnya terjadi. Aku bukan anak kandung kalian 'kan?!" Kutatap dua orang ini bergantian. Kali ini, aku amatlah sangat in
Read more
Pria Masalaluku
GUNDIK SUAMIKU Part 35 "Kenapa ngerem mendadak, Pan?" tanya Bu Marni. Kami semua tentu kaget atas kejadian tadi. "Em, nggak pa-pa, Bu. Hanya saja, mungkin Vina udah nggak mau lagi rujuk sama nih orang." Panji kembali melakukan mobilnya. "Ya, kalau gitu semua terserah Vina saja." Bu Marni menoleh ke arahku. Sungguh, sampai sekarang aku belum bisa menerima kenyataan. Bahwa dialah Ibu kandungku yang sebenarnya. Bagiku, Ibu kandungku ya hanya Mama Sari seorang. * Sepulang dari Jogja. Langsung kurebahkan tubuh di atas ranjang. Rasa lelah juga s
Read more
36
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKU Bab 36 Semua seperti mimpi. Begitupun ketika aku kehilangan sosok ini di waktu dahulu. Sekarang, ia hadir kembali dalam rengkuhan ini. Aku … benar-benar akan meluapkan seluruh kesedihan juga kerinduan yang telah lama mengendap dalam dada. "Meski mustahil. Nyatanya, hangat pelukan ini masih sama seperti dahulu." Aku berkata, sembari mendengarkan irama detak jantung yang berdegup menenangkan kegelisahan ini. "Aku telah lama menahan semuanya, Vin. Dan aku mau minta maaf padamu, karena telah menjadi pengecut yang bersembunyi di balik topeng kepalsuan. Dari awal aku ingin jujur ketika aku menyusulmu ke kota ini, tapi ternyata … hidupmu begitu rumit dengan adanya Ari dan Marisa di sekelilingmu.
Read more
Bab 37
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKU Bab 39 "Waalaikumsalam …," ucapku agak tertahan. Yang datang ialah Panji dan Mas Ari. Kenapa mereka bisa bebarengan begini ya? "Masuklah," pintaku.  "Minal aidin wal faizin, Vin." Panji berucap sembari bersalaman denganku.  "Sama-sama, mohon maaf lahir dan batin juga ya," kataku dengan senyum ramah. Aku dan Mas Ari juga melakukan hal yang sama. Kami pun bersalaman. Melebur kesalahan yang pernah tercipta di antara kami. Semoga di hari yang Fitri ini mampu membuat hati kembali suci dengan
Read more
Bab 38
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKU Bab 38 Kembali kuletakan tangan Ibu di pangkuannya. Kutata tangan itu agar menangkup tangan satunya yang telungkup. Aku langsung syok, melihat telapak tangan Ibu yang telungkup. Di sana ada decak darah entah dari mana asalnya. "Bu, ini darah apa?"  Ibu langsung terbangun dengan wajah pucat. "Em, bukan apa-apa, Nak," elaknya. Aku tahu kalau saat ini Ibu tengah berbohong padaku.  Tangan kurus itu secepat kilat disembunyikan oleh Ibu di samping kirinya. "Darah apa, Vin?" Panji yang
Read more
Bab 39
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKU Bab 39 "Nggak Vin, aku nggak rela kamu pergi sendiri. Lagian aku takut kalau Ari nanti sewaktu-waktu bikin masalah sama kamu." Ya ampun, dia malah nuduh orang yang jelas-jelas tadi pagi sudah meminta maaf. "Udah ayok! Keburu sore." Panji mengajakku segera bergegas pergi ke rumah Ibu untuk mengambil barang-barang Ibu. "Iya, iya, ayo berangkat." Kuiyakan dia. Dan kami berdua lekas menaiki mobil. Tak lupa mengunci pintu dari luar. Ya, karena Ibu juga lagi di kamar istirahat. Jadi nggak mungkin aku membiarkan pintu rumah ini nggak dikunci. Takut ada orang asing yang nyelundup masuk. Jalanan menuju rumah Ibu Marni agak jelek. Banyak batu kerikil yang berserakan di tenga
Read more
Bab 40
CINCIN BERLIAN PALSU GUNDIK SUAMIKU Bab 40 "Vina, Ibumu …." "Ibu baik-baik aja 'kan?!" Segera kusahut ucapan Panji yang menggantung. "Tenang Vina, Bu Marni hanya pingsan kok. Kalau kamu punya minyak kayu putih, bawa sini," titahnya.  "Bentar ya." Aku berlari kecil ke luar dari kamar untuk mencari minyak kayu putih di kotak obat yang berada di dapur. Benda berbotol kecil seukuran jari jempol itu lekas kubawa ke kamar Ibu.  "Ini minyak kayu putihnya, Pan." Botol kecil itu kuangsurkan pada Panji yang duduk di bibir ranjang samping Ibu berbaring. Panji mengoleskan minyak itu ke ujung jari telunjuknya. Lalu perlahan di dekatkan ke hidung Ibu. Beberapa saat menunggu, akhirnya jemari Ibu mulai bergerak-gerak.  "Alhamdulillah &he
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status