All Chapters of Pelakor Harus Mati: Chapter 121 - Chapter 130
139 Chapters
(Season 2) BAB 38 - Kisah 7 Tahun yang Lalu
“BR*NGSEK! APA KALIAN NGGAK BISA BEKERJA DENGAN BAIK SEKALI AJA?!” Riana memaki sambil mendorong kursinya hingga jatuh. Ia menampar pria pembawa pesan itu, lalu dengan langkah gusar, ia berjalan ke luar ruangan. “KALIAN!” katanya, menunjuk beberapa pria itu. “IKUT AKU!” lalu masih dengan wajah penuh amarah, ekor matanya melirik ke arahku. “Sisanya, jaga di depan, pastikan tikus ini nggak bergerak sedikit pun.” Suara itu berupa desisan penuh kebencian. Sedetik kemudian, lenggang menghampiri ketika mereka semua pergi. Kini hanya ada aku dan Aria yang entah masih hidup atau tidak. Aku tertunduk menatap lantai penuh darah. Seluruh emosi mulai berkecamuk di dalam dada. Aku tidak pernah menyangka namanya bisa membawa kelegaan yang luar biasa, sekaligus jutaan rasa takut yang bersamaan. Akankah ia menolong kami? “No… nona Shei…” Aku menoleh cepat ketika mendengar suara Aria yang berupa rintihan lemah. Salah satu matanya terbuka perlahan, sedang yang lain tertutup luka lebam yang memben
Read more
(Season 2) Epilog 1 - Padang Rumput Sheila
“Bianca? Bi? Bianca!” Deg. Panggilan itu membuat Bianca tersentak dari lamunannya. Wajah cantiknya menoleh perlahan. “Ada apa?” tanya Indra seraya berjalan mendekat. Ia membuka jubah tidur yang digunakannya, lalu memasangkan ke bahu Bianca. “Kamu mimpi buruk?” Indra melirik cangkir teh yang masih mengepulkan uap panas di tangan Bianca. Bianca tidak menjawab, ia hanya menyandarkan kepalanya di dada pria itu sambil terus menatap rembulan yang bersinar tanpa bintang. Malam itu sangat tenang. Namun, entah mengapa Bianca justru merasa resah. Apakah selama ini ia sudah terlalu lama hidup dalam kekacauan, hingga ketenangan kini terasa sedikit asing? Bruk. “Saya harus menemui Pak Indrawan dan Bu Bianca sekarang juga!” “Tapi beliau sedang beristirahat. Tolong jangan buat keributan!” “Ini penting!” Bianca dan Indra saling bersitatap ketika mendengar keributan di luar pintu kamar mereka. Bianca melirik box bayi sekilas, khawatir keributan itu akan membangunkan putri kecilnya. “Tunggu
Read more
(Season 2) Epilog 2
Lagi-lagi Sheila berdiri di sebuah padang rumput yang sama. Namun, alih-alih merasakan ketenangan, kini justru yang tertinggal adalah sebuah perasaan hampa. Sheila menatap jauh padang rumput itu. Tempat yang indah, tempat yang menangkan, tapi ternyata –juga— menjadi tempat yang begitu sunyi. Sheila berjalan perlahan, memetik kuntum bunga mawar yang belum terbuka. Sudah berapa lama ia di sana? Mengapa tidak ada satu bunga pun yang bermekaran? “Sheila.” Deg. Ia menoleh. Tanpa sadar, tangkai mawar di tangannya terjatuh begitu saja. Sheila ternganga tak percaya. Ia menatap sosok wanita yang kini berdiri di hadapannya. Apakah ini sebuah mimpi? Wajah cantik itu tersenyum, matanya menyuarakan rasa rindu yang sama. Meski bibirnya terus mengukir lengkung yang indah, tapi matanya perlahan basah. Perlahan, kedua tangannya terbuka, seakan menyambut Sheila ke dalam pelukannya. “Kemari, Sayang…” Tangis Sheila tak lagi terbendung. Ia berlari menyongsong pelukan itu. Namun entah me
Read more
(Season 2) Epilog 3
“Nona Sheila, bagaimana kabar Nona hari ini?”Pertanyaan itu, sama seperti jutaan pertanyaan yang lain, yang terlontar, tapi tak pernah mendapat jawaban.Bagai raga tak berjiwa. Sosok Sheila hanya bergeming menatap dinding dengan pandangan kosong. Sejak kembali siuman, tak ada sepatah kata pun yang terlontar, tak ada erang kesakitan, atau senyumnya yang ceria. Ia seakan membeku di sebuah titik yang memejarakan jiwanya.Dan setiap melihat pemandangan itu, Leslie akan memalingkan wajahnya yang basah. Melihat betapa kosongnya raga Sheila, membuat hatinya terpilin perih. Ia merindukan keceriaan sahabatnya. Ia merindukan gelak tawa Sheila. Ia bahkan merindukan tangisan gadis itu.“Bagaimana, Dok?” Dinda bertanya penuh harap.Hermawan, dokter saraf yang bertanggung jawab atas Sheila, menghela napas berat. Wajah penuh keriputnya ikut terlihat sendu. Ia sudah melakukan pemeriksaan menyeluruh atas apa yang terjadi kepada Sheila. Namun, tidak menemukan kejanggalan sedikit pun.“Secara fisik, No
Read more
(Season 2) Epilog 4 - Penyihir dan Pangeran yang Tewas
“Kamu sudah lihat film ini ribuan kali, Shei, masa kamu masih nangis?!” tanya Bianca ketika menemukan adiknya menangis sesenggukan di depan laptop sambil memeluk erat bantalnya yang basah. “Tapi ini film sedih banget, Kak! Kakak harus lihat!” Bianca memutar bola matanya. Ia sudah menonton film itu sekali, dan itu sudah lebih dari cukup. Kisah berjudul Penyihir dan Pangeran itu benar-benar membuatnya frustasi, bagaimana mungkin ada seorang penyihir cantik yang begitu hebat, yang bisa menaklukkan semua pria yang diinginkannya, tapi justru terjebak dalam sebuah cinta tragis kepada seorang pangeran? “Nope. Aku nggak mau lihat penyihir bodoh itu lagi!” “Kakak!” teriak Sheila kesal. “Shei.” Bianca duduk di sisi ranjang adiknya, menunjuk sosok penyihir cantik yang tertunduk di dalam layar laptop. “Dia cantik. Dia nggak akan menua. Dia bisa memikat semua laki-laki yang dia mau di dunia ini dengan sihirnya. Tapi, dia malah jatuh cinta sama satu pangeran bodoh, yang akhirnya mati? Dan k
Read more
(Season 2) Epilog 5 - Forgive
Deg. Hampir saja jantung Bianca berhenti berdetak saat terbangun dari lelapnya. Ia terduduk waspada ketika menyadari seseorang menyelinap masuk diam-diam ke dalam ruang perawatan Sheila. Bianca mengerjap beberapa kali sambil mengatur napas. Jantungnya masih berderak kencang, ketakutannya sama sekali tidak mereda, bahkan meski ia sudah menyadari siapa yang tengah berada di hadapannya. Tangannya masih terus meremas belati yang tersembunyi di balik saku dengan waspada. “Bi, sst… maaf, Tante ganggu tidur kamu, ya?” tanya Patricia sepelan mungkin. Dari jarak yang cukup dekat, Bianca bisa melihat betapa sembabnya mata wanita itu. Wajah cantik yang selalu dirawatnya kini terlihat jauh lebih tua. Tak ada riasan mewah seperti biasanya, tak ada senyum elegan yang selalu terukir tidak peduli apa pun yang terjadi, tak ada suara karismatik yang selalu Bianca lihat seperti sebelumnya. Bianca mulai mengendurkan cengkraman belatinya, wanita itu datang dalam balutan seorang ibu yang begitu rapuh.
Read more
(Season 2) Epilog 6 - And Forget
Garis warna senja terlihat samar menghiasi langit. Lengkung oranyenya menjadi perhelatan tempat yang nyaman bagi jiwa yang lelah setelah berlari mengejar hari. Lama, Sheila menikmati pemandangan itu dari jendela rumah sakit yang terbuka lebar. Embusan angin yang menyelinap menerbangkan ujung helai rambut pendeknya. Rasanya, seperti ketika ia memandang senja di padang rumput dalam mimpinya, tapi kini jauh lebih bising oleh luka. Sheila ingin mengulurkan tangannya, mencoba menyentuh semburat warna jingga itu, tapi kedua tangannya terkunci di dalam genggaman Bianca. “Shei.” Belaian lembut di punggung tangannya membuat Sheila mengerjap. Lamunan akan senja di padang rumputnya memudar perlahan. Sheila menoleh, menatap wajah cantik Bianca yang terlihat begitu lelah. Sudut bibirnya sedikit tertarik, mengukir sebuah senyum tipis yang membuat siapa pun mengalihkan pandangan. Senyum itu sarat akan luka yang tak bersua. “Aku ingat, Kak,” bisik Sheila pelan, menjawab pertanyaan Kakaknya untuk k
Read more
(Season 2) Epilog 7 - Kau, dan Seberkas Rasa Sakit
Malam bergerak perlahan. Atas permintaan Sheila, semua lampu di ruangan itu dipadamkan. Satu-satunya cahaya yang tersisa adalah kemilau rembulan yang perlahan naik ke puncak langit. Warnanya sejernih kristal di antara kelamnya langit malam.Dan di bawah cahaya rembulan, Sheila duduk sendiri menatap malam dari jendela rumah sakit. Ia membiarkan angin menerpa wajahnya, menikmati suara binatang malam yang terdengar samar.Anggara menutup pintu di belakang punggungnya dengan sangat perlahan. Dadanya, langsung dipenuhi sesak ketika ia melihat sosok rapuh Sheila.Apakah wajah cantiknya selalu sepucat itu?Apa tubuhnya selalu seringkih itu?Apakah pergelangan tangannya selalu sekurus itu?Pertanyaan demi pertanyaan seakan menampar Anggara di setiap langkahnya. Jarak di antara mereka perlahan terpangkas, hingga Anggara bisa berdiri begitu dekat dengan gadis itu.Lekat Anggara menatap wajah cantiknya. Mengapa baru sekarang ia tersadar, betapa ia sangat merindukan senyum indah di wajah itu?Sed
Read more
(Season 2) Epilog 8 - Terbebas
“Shei? Sheila?” Leslie menggoncang perlahan lengan sahabatnya, menghancurkan lamunan singkat Sheila.“Ya?” Sheila mengerjap, kembali menapaki kenyataan di hadapannya.“Kamu yakin nggak apa-apa?” tanya Dinda cemas sambil menoleh ke kursi belakang mobil.  Hari ini, setelah seminggu Sheila diperbolehkan keluar dari rumah sakit, mereka datang ke kediaman Anggara untuk mengambil barang-barang Sheila.“Apa sih yang kamu tinggalin di sana? Baju? Perhiasan? Kamu bisa beli semua itu lagi nanti! Yang lebih bagus, yang lebih mahal! Kamu nggak perlu bawa apa pun dari rumah itu!” gerutu Leslie sebal. Ia melipat tangannya di dada sambil memalingkan wajah. Bisa-bisanya mereka mendatangi tempat yang menjadi neraka bagi Sheila. “Kamu nggak perlu bawa apa pun yang cuma bikin kamu ingat lagi soal semua ini! Kita bisa mulai semuanya dari awal lagi, Shei!”“Leslie benar, Shei. Apalagi kalau sampai
Read more
(Season 2) Epilog 9 - Terbanglah Tinggi, dan Jangan Kembali
Ini masih menjadi sebuah keajaiban bagi saya.” Erudian berjalan dengan cangkir kopi di tangannya. Ia membaca berkas kondisi Sheila dengan seksama. “Sangat jarang sekali seseorang bisa sembuh dari kondisi traumatis seperti yang dialami Nona Sheila secepat ini.” Ia duduk di hadapan Indra dan Bianca di kantornya.Bianca menatap gelisah dokter itu. “Apa dokter pikir Sheila masih belum sembuh sepenuhnya?”“Luka psikologis itu berbeda dengan luka fisik, Bu Bianca. Setiap orang, memiliki reaksi dan ketahanan diri yang berbeda. Untuk menentukan itu, saya rasa dibutuhkan pemantauan lebih dalam lagi. Sejauh ini, respon Nona Sheila sangat positif. Tapi di dalam beberapa kasus, itu juga bisa menjadi suatu gejala depresi yang lain. Dibanding menghadapi apa yang terjadi, beberapa orang justru berusaha menutupinya, dan berusaha hidup seakan kejadian traumatis itu tidak pernah terjadi. Pada akhirnya, itu hanya akan menjadi bom waktu yang bisa meleda
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status