Semua Bab Cintaku Terhalang Status: Bab 21 - Bab 30
90 Bab
21. Kesempatan Kedua
"Aku tidak bisa menjanjikan apapun, Rick. Kupikir hubungan kita tidak akan semudah itu dijalin kembali," ucapku menyampaikan keputusan setelah berpikir beberapa saat.Memberi Erick kesempatan kedua bukanlah hal yang buruk. Namun, tidak segampang itu bagiku untuk kembali membuka diri padanya, setelah apa yang kami alami. "Apakah sama sekali tidak ada harapan, Love?" ratap Erick dengan sorot mata sendu."Bukan begitu ...." "Apakah kau tidak kasihan dengan Ricky? Dia masih kecil, butuh sosok seorang ayah, dan aku ayah kandungnya, Love. Tolong jangan kamu pungkiri itu," katanya mengiba, berharap aku melunak. Lagi-lagi Erick si pintar bicara membuatku bimbang. "Aku tidak memungkirinya, Rick. Fakta bahwa kamu ayah biologis Ricky tidak akan berubah. Tapi untukku menjalin hubungan lagi denganmu ... aku tidak tahu," paparku tak bisa menjanjikan lebih.Erick terdiam. Entah apa yang dia pikirkan. Memilih kata-kata untuk meyakinkanku? "Apakah ini semua karena kamu sudah menyukai pria lain? Ka
Baca selengkapnya
22. Anakku dan Papanya
"Kak, itu tadi yang namanya Bang Erick? Serius???" pekik Selvi heboh. Gadis itu mencengkeram lenganku erat. Dia bertanya dengan begitu menggebu-gebu, seolah baru saja bertemu artis idolanya. "Iya, Vi. Kenapa memangnya? Bisa tolong lepasin Kakak nggak?" Aku menggeliat. Keras sekali tangannya mencengkeram lenganku, sampai sakit rasanya. Anak Mak Berta ini memang mirip mamaknya, bertenaga dan selalu totalitas. "Ups, sorry, Kak! Hehe," kekehnya seraya melepaskanku. "Nggak nyangka lho, ternyata mantan suami Kak Velo ganteng banget." "Namanya juga cowok, Sel, masa cantik? Bisa-bisa elo kalah saing," sahut mamaknya senewen. "Hey, Mamak! Yang ini gantengnya tulen, paripurna," sungut Selvi kepada ibunya. "Pantas saja kalau waktu muda banyak cewek yang tergila-gila padanya. Eh, sekarang Bang Erick masih muda ding, dan masih ganteng. Hihi." Aku memang sudah mengajak Erick kembali ke rusun untuk bertemu anaknya. Kebetulan saat itu Ricky sedang bersama Bu Berta. Huft, syukurlah! Nggak kebaya
Baca selengkapnya
23. Rio
Bu Berta adalah satu di antara orang-orang penting dalam hidupku. Ia penyelamatku di puncak keputusasaan. Meskipun penampilan dan suaranya terkesan garang, ia sosok yang penyayang. Kepribadiannya yang terbuka membuatku merasa nyaman dan tidak ragu untuk mencarinya saat mengalami kesulitan. Namun pernah ada satu hal yang membuatku sungkan pada wanita itu, yaitu anak lelakinya. Namanya Mario, biasa dipanggil Rio. Ia anak sulung Bu Berta, sekaligus abang kandung Selvi. Pria ini bekerja dan menetap di Bandung. Kadang-kadang ia pulang ke Jakarta untuk menemui ibu dan adiknya dan menginap satu atau dua malam di rusun. "Tak usahlah kau sering-sering ke mari, yang penting hepeng-nya (uang), Bang." Begitu Bu Berta berpesan pada anaknya itu. Jadi Rio biasanya pulang ke Jakarta dua atau tiga bulan sekali. Kali pertama aku berkenalan dengannya saat aku masih opname di rumah sakit. Beberapa hari setelah aku sadar, namun masih dirawat inap, secara kebetulan Rio datang ke Jakarta. Pria itu ikut d
Baca selengkapnya
24. Pria dengan Strategi
Oke, untuk saat ini lupakan dulu tentang Rio, karena aku tahu aku tidak perlu khawatir lagi kalau-kalau Bu Berta akan memaksa aku menerima anak lelakinya itu. Ia sangat menghargai perasaan dan keputusanku, dan tidak ingin aku merasa berhutang budi. Ada satu pria lain yang akhir-akhir ini membuatku resah. Entah sejak kapan perasaan itu muncul, yang jelas sekarang aku jadi semakin sering memikirkannya. Bukan Erick, tapi si tetangga sebelah yang membuatku terbiasa dan nyaman dengan kehadirannya. Aku juga tidak tahu sejak kapan Mas Vincent menyukaiku, tapi selama ini dia hanya menunjukkan perhatian dan kebaikan yang menurutku wajar. Ia malah justru tampak lebih tertarik pada anakku, ketimbang aku. "Mama, mama, mama!!" Suatu hari Ricky begitu girang memanggilku, dengan membawa semangkuk kecil spaghetti carbonara yang dia peroleh dari Akel Vincent. Dengan senyuman lebar pria itu menyusul Ricky sembari membawa spaghetti dalam piring yang lebih besar. "Wah, jadi ngerepotin, Mas. Terima k
Baca selengkapnya
25. Wanita Kesayangan Vincent
"Hai! Mas Vincent-ku mana?" Seorang wanita muda dan cantik datang bertamu tanpa diundang. Pertanyaan mengejutkan itu sukses membuatku syok. Aku memandang wanita di depanku itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ia bertubuh langsing, tinggi semampai dengan lekuk tubuh bagus. Wanginya khas perempuan berduit. Penampilannya seperti artis ibu kota saja. Cantik sih, cuma gayanya nyentrik. Blus berwarna oranye yang cukup menyala seperti jeruk mandarin, kuteks warna-warni di kukunya, rambut merah kecoklatan dengan highlight pirang, bibir berlipstik warna merah menantang, dan sunglasses yang setia nongkrong di batang hidungnya meskipun ia sudah berada di area dalam rusun. 'Aku saja yang kerja sebagai penyanyi kafe saja tidak pernah berdandan seheboh itu,' batinku jengah. Sebal saja aku melihatnya. "Maaf ...," ujarku berniat bertanya, tetapi perempuan nyentrik itu tak berkeinginan untuk pergi, malahan sikapnya semakin berani. "Mas Vincent sayaaang," serunya memotong kalimatku yang bahkan
Baca selengkapnya
26. Uring-uringan
Sejak malam itu Mas Vincent tidak pernah menjemputku lagi, tetapi ia masih tetap memastikan aku tidak pulang sendirian, entah melalui telepon atau chat. Lalu beberapa hari kemudian dia berhenti bertanya karena aku menanggapinya dengan dingin. Erick sendiri kala itu cuma sempat menjemputku selama tiga hari, karena dia sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya. Jadi aku pulang sama kang ojol. Kayaknya aku kualat karena bersikap jahat sama Akel-nya Ricky. Mas Vincent masih tampak ramah dan berupaya menyapaku, tapi aku memilih tidak menanggapinya. Biasanya saat tetanggaku itu mengantarkan Ricky ke rumah, sehabis bermain di 203, aku memilih masuk ke kamar tidur atau kamar mandi. Pokoknya aku nggak bertemu dan nggak perlu berurusan dengannya. Kupikir aku akan lebih lega setelah melakukan itu, tapi kenyataannya aku malah jadi uring-uringan dan nggak jelas sendiri. "Kakak! Itu kacangnya gosong," seru Selvi saat kami sedang membuat kacang di 201. "Aduh, maaf!" pekikku kaget. Aku bergegas mengambi
Baca selengkapnya
27. Si Jeruk Mandarin
"Tok tok tok."Terdengar suara ketukan di pintuku, lalu menyusul suara seseorang berseru, "Velove, buka pintu dong!" Dari suaranya aku tahu siapa yang mengetuk pintuku. Si jeruk mandarin datang lagi. Penampilannya sama seperti sebelumnya, hanya saja sekarang dia berubah jadi buah sirsak. Iya, beneran buah sirsak. Dress yang ia kenakan tidak lagi berwarna orange menyala, melainkan warna putih dengan corak titik-titik hitam serupa biji sirsak. Hanya saja tidak ada gambar sirsak di sana. Untunglah!Mungkin perempuan ini punya cita-cita jadi duta buah-buahan, atau botanical princess, makanya penampilannya kebuah-buahan begitu.. "Hai, Velove. Boleh aku masuk?" katanya ceria, setelah aku membukakan pintu untuknya. Hmm, ada peningkatan lain nih, aku tidak lagi dipanggil 'tante'. Dia juga tidak mengenakan sunglasses seperti sebelumnya. Matanya yang indah jadi terlihat jelas. "Ada perlu apa ya, Mbak?" tanyaku ragu. Wanita cantik satu ini meninggalkan kesan dan perasaan canggung di hatiku. L
Baca selengkapnya
28. Persaingan
"Velove, ditungguin tuh sama Pierce Brosnan di dekat pintu, seperti biasa...!" seru salah seorang teman penyanyi di kafe.Perkataan Mbak Sasha yang terkesan sambil lalu itu membuatku tersenyum. "Kok Pierce Brosnan sih, Mbak?" tanyaku sambil nyengir kuda."Ya dong, tua-tua masih ganteng kan Pierce Brosnan itu. James Bond gitu loh," jawabnya kalem. Wanita ini memang penggemar berat film 007, jadi kalau Mas Vincent disamakan dengan aktor idolanya itu berarti ia menyukainya. "Temanku kan belum tua, Mbak," kilahku."Bisa dibayangin kalau sudah tua Mas James Bond-mu ini pasti masih ganteng," tambah Mbak Sasha makin antusias."Tom Cruise saja, Sha, biar Mission Impossible," sahut Mbak Jeje tidak mau kalah. "Mbak Je, Mbak Sasha kan pilih Randy Pangalila," kekehku menggoda teman penyanyiku itu yang langsung tersenyum lebar. Ia memang istri dari Mas Randy, sang keyboardis Kafe Edelweis. Tentu saja nama belakangnya bukan Pangalila. "Ada apa ini panggil-panggil nama saya? Sudah kangen ya?" Demi
Baca selengkapnya
29. Keributan, Gosip, dan Sepatu Cinderella
"Apaan sih tiba-tiba nanya kayak gitu? Nggak penting banget!" gerutuku menanggapi pertanyaan Erick yang memojokkanku."Nggak usah ngelak deh, kamu suka kan sama Vincent? Wallpaper di handphone-mu saja foto dia, sama Ricky pula. Seenaknya saja mengganti aku yang papa kandung Ricky, dengan laki-laki lain," tuduh Erick dengan suara yang terdengar geram. Waduh, matilah diriku! Kok dia bisa tahu tentang wallpaper itu? Aku memang nggak menggantinya karena buatku itu nggak penting, aku pun jarang memperhatikannya. "Erick, aku kan sudah bilang, fakta bahwa kamu bapak kandung Ricky nggak akan berubah. Memangnya aku bisa secara ajaib mengubah DNA Ricky darimu menjadi DNA dari pria lain? Dan kenapa wallpaper di ponselku adalah foto Mas Vincent, karena ponsel itu dari dia. Aku nggak mengubah apapun di dalamnya sejak awal dia memberikan ponsel itu. Lagian apa urusannya perasaanku sama kamu? Aku suka sama siapapun itu pilihanku, Rick. Kamu nggak berhak ikut campur." "Tentu saja ada, urusannya san
Baca selengkapnya
30. Konsultan Terbaik
Kehidupanku yang biasa dan nggak banyak warna, dalam sekejap jadi luar biasa semenjak tinggal di rusun ini. Luar biasa dalam arti positif dan negatif. Positif karena aku bisa menemukan tempat berlindung untukku dan anakku, dan orang-orang yang sayang padaku seperti keluarga Ibu Berta, juga Mbak Ugi yang masih sesekali menyempatkan diri menengok Ricky. Ditambah tetangga sebelah tentunya, walaupun untuk sementara ini aku menetapkan jarak yang aman. Negatif karena tidak semua orang suka kepadaku. Yah, apa yang bisa mereka harapkan dari seorang wanita pelarian sepertiku? Aku tak memiliki apapun untuk dibanggakan.Awalnya sih mereka beriba hati padaku. "Aduh, kasihan sekali! Masih muda sudah diceraikan suaminya." Seseorang menyatakan keibaannya setelah mengetahui nasibku."Pasti berat ya mencari nafkah sendiri, dan membesarkan anak," begitu yang lain menunjukkan keprihatinan."Anaknya cacat pula. Bagaimana itu nanti kalau besar anaknya tidak bisa mendengar? Repot minta ampun!" Bukan hany
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status