Lahat ng Kabanata ng Istri Yang Diabaikan: Kabanata 31 - Kabanata 40
42 Kabanata
31. Kritis
 Drrrttt drrrttt ...Ponselku terus saja bergetar. Aku mengerjap pelan, memandang jam di kamar hotel yang menunjukkan angka 03.00 dini hari.Kuraih ponsel yang ada diatas nakas, tengah malam begini, siapa yang telepon? Keningku mengernyit saat melihat nama Raffa di layar ponsel.Raffa? Ada apa ya?[Hallo assalamualaikum, ada apa Mas Raffa malam-malam telepon][Waalaikum salam. Zam, kamu pulanglah sekarang. Istri dan kakak iparmu ada di rumah sakit][Kenapa dengan mereka?][Rumahnya kebakaran][Apaa??][Cepatlah datang, mereka dirawat di rumah sakit. Kondisinya sangat kritis]Aku shock mendengar kabar yang terjadi. Rumah kebakaran? Lili dan Bang Panji kritis? Dadaku bergemuruh hebat, dengan debaran jantung seperti gendang yang bertalu. Seketika rasa panik menyerangku tanpa sisa.Kenapa bisa terjadi kebakaran di tengah malam begini? Apa mereka baik-baik saja?Dengan meminjam m
Magbasa pa
32. Duka Mendalam
"Abang banguuun ....!"Aku merangkul pundaknya untuk menenangkan. "Sabarlah sayang, Bang Panji pasti akan segera bangun. Tenangkan hatimu ya. Pihak rumah sakit juga sedang mengupayakan yang terbaik agar Bang Panji segera melewati masa kritisnya. Ayo kita kembali ke kamarmu, biarkan Bang Panji istirahat."Lili mengangguk. Jelas sekali wajahnya begitu mendung dan dirundung duka. Berkali-kali ia menyeka air mata yang sudah tumpah ruah sedari tadi  Aku memapahnya untuk tidur kembali di bed pasien. Lili termenung, pandangannya begitu kosong. "Sayang, makan dulu ya. Ini ada bubur, yuk mas suapin ...""Mas, Bang Panji pasti sembuh kan? Bang Panji pasti sembuh kan, Mas?" tanyanya nadanya terdengar begitu pilu."Mas, Bang Panji yang sudah menyelamatkanku. Bang Panji pasti sembuh kan?""Iya sayang, kita doakan yang terbaik buat Bang Panji ya."Lili mengangguk. "Yuk sekarang dimakan dulu."Aku
Magbasa pa
33. Musuhku Keluargaku
 "Sayang, sudah jangan sedih terus. Abang Panji sudah tenang di alam sana. Kamu harus ikhlas ya."Lili mengangguk, ia mengusap butiran bening yang lagi-lagi menitik dari sudut matanya. Kami sudah pulang ke kontrakan lagi, setelah beberapa hari menjalani perawatan di rumah sakit, akhirnya Lili diperbolehkan pulang. Meskipun harus tetap berobat jalan.Teringat kembali kata-kata Raffa, mungkin Lili akan menjadi target musuh lagi. Aku harus berhati-hati. Siapa sebenarnya dia, kenapa jahat sekali pada kami?Apa yang harus kulakukan? Mungkin lebih baik, kami pergi dari kota ini. Aku akan mengajukan mutasi ke kantor cabang saja. Kasihan Lili kalau terus menerus menjadi teror orang tak berperikemanusiaan itu!"Dek, gimana kalau kita pindah keluar kota? Mas akan mengajukan mutasi ke kantor cabang.""Disini kamu bahaya, dek. Aku tak ingin kejadian yang sama terulang lagi. Sudah cukup kita kehilangan Bang Panji, tidak boleh ada yang
Magbasa pa
34. Haruskah Bertahan?
  "Yang membakar rumahmu adalah orang suruhan Icha. Maafin mas, Dek. Maafin mas. Mas malu, mas tak pernah menyangka kalau dia bisa bertindak nekat dan jahat seperti itu. Maaf." Bagaikan disambar petir mendengar pengakuan Mas Azzam. Icha, bocah itu ternyata yang sudah menyebabkan kebakaran di rumah? Aku benar-benar tak percaya, dia begitu tega padaku. Dada ini terasa sesak sekali mengetahui kenyataannya. Ya, rasanya seperti disayat oleh sembilu. Ada ya orang yang bersikap tega, padaku dan keluargaku. Sebenarnya aku salah apa? "Maafin mas, Dek. Maaf!" Lagi-lagi Mas Azzam minta maaf. Tubuhnya terguncang saat memelukku. Dia menangis? Entahlah. Mendadak hatiku kosong, seolah mati rasa. *** "Dek, nanti siap-siap ya. Mas udah di-acc untuk pindah ke kantor cabang. Mas juga udah dapat rumah sewa disana." Aku hanya memandangnya sekilas, kubalas ucapannya hanya diam, tanpa kata. "Kenapa mas perhatiin akhir-akh
Magbasa pa
35. Permintaan gila ibu
Aku langsung memeluknya. Kenapa sih Lili punya pikiran berpisah denganku. Ya Allah, aku harus bagaimana agar istriku tidak goyah. Aku paham dengan perasaannya, dia pasti sangat kehilangan. Dan semuanya gara-gara keluargaku. Tapi, aku benar-benar tak ingin kehilangan Lili lagi."Jangan begini sayang, kumohon. Jangan katakan ini lagi. Terserah kamu mau menghukumku seperti apa. Tapi tolong jangan minta pisah dariku, Li. Maafkan semua kesalahanku. Aku mohon."Kudengar ia pun ikut terisak."Aku mencintaimu, sayang. Aku juga sudah berjanji pada abangmu untuk terus bersamamu. Aku mohon Li, kita jangan bicara seperti itu padaku. Sampai kapanpun kau tetap istriku. Aku tidak akan pernah menceraikanmu."Kuusap butiran bening yang menetes di wajah ayunya, lalu mengecup wajah yang ayu itu berkali-kali. Kalau sampai kehilangan Lili lebih baik aku mati saja. Aku tak rela dia pergi dariku. Aku tahu selama menikah denganku dia selalu terluka. Allah, tolong be
Magbasa pa
36. Insiden Tengah Malam
 "Kali ini ibu tidak akan berdusta 'kan? Lebih baik ibu anggap aku tiada saja. Hubungan kekeluargaan kita, cukup sampai disini saja."Ibu dan Icha saling berpandangan kala melihat Azzam berlalu begitu saja meninggalkan mereka. Icha, gadis itu masih bertanya-tanya kenapa Azzam bersikap ketus bahkan pada ibunya sendiri."Budhe, apa yang terjadi? Kenapa Mas Azzam bersikap seperti tadi?"Ibu hanya mengelus punggung gadis itu, hatinya pun tampak kalut. Sebelumnya Azzam tak pernah bersikap begitu dingin dan ketus terhadap ibunya. Tapi sekarang ia bahkan tega mengusir ibunya sendiri dari rumah."Ayo kita cepat pulang. Ada banyak hal yang harus kita lakukan."Icha mengangguk menanggapi budhenya. Orang yang sangat menyayangi dirinya melebihi orang tua kandungnya sendiri.***"Cepat beresin barang-barangmu ya, Cha.""Memangnya kita mau kemana, budhe?""Pulang kampung.""Hah? Pulang? Kenapa? Icha kan masih ada p
Magbasa pa
37. Dilecehkan
 "Enggak!" teriak Icha. Dia berlari sekencang-kencangnya, menjauh dari tempat terkutuk itu.Nafasnya tersengal-sengal, ia memilih berhenti sejenak dan menoleh ke belakang. Laki-laki itu tak lagi mengejarnya. Tapi ia mulai bimbang, ada dimana dia sekarang.Cukup lama berjalan, tak ada taksi yang lewat. Sepi. Icha berjalan kaki ke rumahnya dengan hati kesal. Ia menggerutu sepanjang jalan. Jarak menuju rumah, cukuplah jauh. Ia pasti akan merasa lelah. Apalagi malam-malam begini, jalanan semakin sepi dan mencekam. Gadis itu jadi menyesal, kenapa tak mengindahkan kata-kata budhenya. Kenapa dia harus pergi malam-malam begini. Ia pun tak tahu persis, kemana kakinya harus melangkah.Tiba-tiba ditengah jalan, ia dihadang dan digoda oleh para preman. Icha makin ketakutan saat melihat segerombolan pemuda itu."Halo cantik, mau kemana malam-malam begini?""Sayang sendirian aja nih, abang temenin ya!"Gadis itu merasa takut, kar
Magbasa pa
38. Kabur
 Pernikahan Icha dan Raka sudah ditentukan. Mau tidak mau Bu Yanti harus menghubungi anak lelakinya, Azzam. Ia tidak tahu anaknya akan pulang ataupun tidak, tapi yang terpenting ia akan memberitahukan hal ini padanya. Berkali-kali panggilan telepon itu tidak diangkat. Akhirnya ia mengirimkan pesan singkat.[Zam, Icha akan menikah hari Minggu besok. Kalau bisa kamu dan Lili hadir disini ya]Azzam terkejut saat membaca pesan ibunya. Kok tiba-tiba Icha menikah? Apa yang terjadi? Apakah ibu bersandiwara lagi?"Dek, ini ibu kirim pesan, katanya Icha mau menikah," ucap pria itu kepada istrinya."Apa, Mas? Icha menikah? Sama siapa? Kok mendadak?""Entahlah, mas juga gak tahu.""Ya sudah kita kesana, Mas.""Jangan dek, takutnya ini hanya sandiwara ibu. Aku gak mau terjebak tipuan ibu lagi.""Masa sih Mas, hal sepenting ini ibu tega menipu?""Ya kita kan sudah berkali-kali dibohongi sama ibu, aku gak bis
Magbasa pa
39. Apakah ini karma?
 Icha masih berada dikamarnya dengan balutan kebaya brokat berwarna putih. Riasan wajahnya terkesan natural justru membuatnya semakin ayu. Wajahnya yang putih bersih tak perlu mendapat banyak polesan. Ya, dia memang secantik itu, hidungnya juga mancung. Rambutnya yang panjang sepunggung membuatnya mudah untuk disanggul dan diberi hiasan hairpiece."Kamu cantik sekali..." puji Bu Yanti. Dia menemaninya sedari tadi.Icha termenung, pikirannya berkelana jauh. Kalau menikah sekarang berarti aku tak punya harapan lagi bersama Mas Azzam, batinnya bersedih. "Sudah jangan bersedih lagi, jalani saja, dan tetap berdoa semoga kedepannya baik-baik saja."Icha mengangguk, Budhenya seolah tahu apa yang dirasakannya sekarang. "Budhe, memangnya Mas Azzam gak datang?" tanya Icha, dia ingin sekali bertemu dengan kakak sepupunya itu."Sepertinya dia takkan datang.""Kenapa budhe? Sebenci itukah Mas Azzam padaku? Hingga dia tak m
Magbasa pa
40. Kabar Kehamilan
 "Dek, siap-siap kita akan datang ke pernikahan Icha," ucap Mas Azzam."Kita jadi pulang kampung, Mas?""Iya. Ibu terus menghubungi, meminta kita datang. Kita buktikan saja ucapan ibu benar apa tidak. Kalau ibu bohong lagi, kita akan langsung pulang."Aku mengangguk, lantas bersiap-siap mengganti baju.Mas Azzam menggenggam tanganku dengan erat, berkali-kali menciumi keningku. Ya, hubungan kami sudah membaik sejak tak ada lagi yang mengganggu.Kami sampai di kampung, bertepatan dengan akad nikah Icha. Aku tak tahu persis bagaimana awalnya, kenapa tiba-tiba Icha dinikahkan di kampung. "Icha diperkosa, makanya segera dinikahkan agar tidak menjadi aib," tutur ibu mertua saat Mas Azzam bertanya mengenai hal ini. Kulihat air mata ibu tumpah. Walaupun kecanggungan diantara kami begitu kentara, tapi aku sempat memeluk ibu mertua. Aku merasa sekarang sikapnya sudah berubah, jauh lebih lembut. Setelah meng
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status