Semua Bab Rahasia Di Antara Kita: Bab 11 - Bab 20
49 Bab
11. MADAM BONG
Park Jinnie. Begitulah nama lengkap pemberian dari orang tuaku. Ya, nama yang cukup pasaran. Sering kali aku mengabaikan siapa saja yang memanggil nama itu ketika aku di tengah jalan. Bisa jadi itu Jinnie yang lain. Bukan diriku. Bisa dibilang semenjak lima tahun yang lalu, aku merubah kepribadianku menjadi lebih dingin dan tertutup ketika bertemu dengan orang baru. Aku selalu was-was jika mengingat kejadian masa lalu, walau banyak hal yang terlewatkan dan juga terlupakan.             Apa kalian pernah mendengar tentang de javu? Seolah kejadian itu pernah terjadi sebelumnya. Padahal itu pertama kali. Lucu bukan?             Langkah kakiku terhenti ketika Hwan memanggil namaku. Ingatan masa lalu ketika kakak laki-lakiku memanggil namaku kembali melintas di benakku dengan otomatis. Suaranya, tawanya setelah memanggil namaku. Semuanya.    
Baca selengkapnya
12. Tteoppoki
Aku termangu ketika berdiri di depan lapangan luas. Eh, tidak. Di depanku ini lebih mirip seperti sirkuit. Ya. Lima menit kemudian aku harus mengemudikan mobil mengikuti petunjuk jalan dan juga lintasan buatan di depanku ini.            Tanpa angin, tanpa ada salah bicara sedikit pun, Madam Bong menyeretku ke tempat asing itu. Dia mendaftarkan pelajaran mengemudi sekaligus mengikuti ujian untuk lisensi mengemudi. Itu semua tanpa persetujuanku.            Aku melirik ke samping. Madam Bong menatap lurus. Dia tampak yakin, kemudian memutar badan menghadap ke arahku. “Semangat!” Tangannya yang terkepal terangkat.            Aku menelan ludah. Ini pertama kalinya. Aku sudah mempelajari beberapa dasarnya beberapa menit yang lalu. Itu termasuk prosedur yang harus di jalani. Tapi ini masih te
Baca selengkapnya
13. Penghuni Lama
             Aku menenteng dua kantong besar di tangan sambil berjalan dengan tertatih-tatih memasuki rumah. Sunyi dan sepi. Tidak ada orang di rumah. Ya, hari sudah menunjukkan pukul setengah satu siang. Sudah waktunya untuk makan siang, tapi aku tak bisa melihat siapapun di rumah itu kecuali para palayan yang bertugas membersihkan rumah.            Madam Bong sudah tiba di dapur lebih dulu. Tentu saja, dia hanya membawa dua kantong kecil di tangannya. Aku berdecak kesal. Dia ambil enaknya saja. Baiklah, tidak ada salahnya juga berbuat baik sebagai balasan karena sudah membuatku mendapatkan lisensi mengemudi pagi ini. Meskipun aku tidak tahu lisensi itu akan digunakan kapan, karena aku belum mempunyai mobil.            “Letakkan di sana saja!” Madam Bong menunjuk sudut meja. Dia
Baca selengkapnya
14. Detektif Swasta
            Matahari berangsur tumbang, aku merapatkan topi. Setelah makan siang dengan  Madam Bong, aku pamit untuk keluar rumah sebentar, ada tempat yang harus kudatangi.             Suara bising memenuhi langit-langit. Awan hitam tampak menggulung tinggi, sudah tidak ada lagi sinar matahari seperti tadi siang. Namun tidak ada yang tahu apakah nanti akan benar-benar turun hujan atau angin akan membawa awan hitam itu ke tempat lain. Bahkan peramalan cuaca tetap saja sering kali salah menebak.                         Langkah kakiku semakin cepat membelah kerumunan orang-orang yang berjalan di badan jalan. Beberapa juga ada yang berjalan cepat khawatir akan terkena hujan, walau belum tentu hujan. Istilah sedia payung sebelum hujan mungkin lebih ba
Baca selengkapnya
15. Hitam Di Atas Putih
Hwan berjalan santai menyusuri jalan setapak di tengah-tengah pasar. Dia ke sana untuk membeli sesuatu. Sesuatu yang mungkin akan terlihat aneh jika diketahui oleh orang banyak.            “Kau yakin barangnya asli?” Hwan membuka sebuah kotak lalu memeriksa barang yang dipesannya.            Anak muda di hadapannya mengangguk mantap. Wajahnya tersembunyi di balik masker dan juga topi yang dirapatkan. Dan dia langsung berlari setelah melihatku yang melihat ke arah mereka. Sebelum berlari, anak itu dengan cepat merampas beberapa lembar uang kertas dari tangan Hwan.            “Uangmu!” Aku berseru spontan. Bisa-bisanya aku berpikiran akan hal itu dibandingkan kami yang tak sengaja berpapasan malam itu.           
Baca selengkapnya
16. Tears Drop
“Bagaimana rasanya dikelilingi pria tampan selama dua puluh empat jam?” Jisung yang sedang mengeringkan gelas wine bertanya.            Aku menoleh, sementara tanganku terus mengeringkan gelas wine, sama halnya dengan Jisung. “Kau tahu dari mana?” Aku membalas dengan datar. “Ah, Hwan?” Aku menebak lebih dulu.Beberapa hari yang lalu aku memang tidak masuk kerja karena memang tidak enak badan. Aku pikir Jisung tidak tahu apa pun, tapi bodohnya aku yang berharap terlalu tinggi padanya karena sudah pasti Hwan yang bercerita ataukan Jisung yang bertanya kemana aku waktu itu. Meskipun hubungan mereka terlihat kaku, namun sepertinya mereka lebih dekat dari yang kupikirkan.“Ini.” Jisung meletakkan secangkir Tears Drop di meja dekat denganku. Sontak aku langsung menoleh.            “Apa ini?”
Baca selengkapnya
17. Gagang Telepon
“Ke…kenapa?” Aku salah tingkah sambil mengerjakan apa saja yang ada di depan agar tak terlihat gugup. Ah, sialnya justru kegugupanku terlihat semakin jelas.            “Kenapa kau gugup sekali?” Jisung bertanya penuh curiga. Dia memutar badan menghadapku sambil melipat tangan di dada.            “Gugup? Siapa? Aku?” Aku melambaikan tangan kemudian tertawa hambar. Aku memutar otak dengan cepat. Tak sengaja sudut mataku menangkap seorang pelanggan yang baru tiba mendekati meja bar.            “Ada pelanggan.” Telunjukku terangkat yang membuat Jisung menoleh ke belakang. Spontan aku langsung berlari hendak meninggalkan Jisung. Namun langkahku berhenti bergerak ketika mendengar suara itu.        &nbs
Baca selengkapnya
18. Permainan Kecil
Hwan segera berlari keluar, berharap bisa menemukanku yang dipenuhi rasa marah saat berpapasan dengannya tadi. Dia memperhatikan daerah di sekitaran depan bar, tapi tak menemukan jejakku. Hwan juga menyusuri beberapa jalan di sekitar yang ramai, siapa tahu bisa menemukanku di sana. Namun semua itu sia-sia. Dia tak akan bisa menemukanku di sana.            “Astaga, kemana dia pergi?” Hwan mengusap belakang kepalanya karena tak kunjung menemukanku setelah mencari selama lebih dari tiga puluh menit.            Tepat saat ia memutuskan untuk kembali ke bar dan menyerah, suara dering ponsel terdengar.            “Halo?” Dia mengangkat telepon dengan pasrah. Setelah mendengar penjelasan dari seberang sana, matanya langsung membesar dan berkata, “baiklah, saya akan segera ke
Baca selengkapnya
19. Perjanjian Kedua
            Langit – langit kamarku lengang. Semua orang sudah lama tertidur, tapi mataku tak bisa diajak kerja sama. Sedari tadi aku memainkan lampu tidur. Hidup, mati, hidup, mati dan kubiarkan hidup hingga kini. Perkataan Hwan tadi masih terngiang-ngiang di kepala. Astaga, apa lagi ini? Belum cukup perjanjian dengan Kakek Chu, taruhan dengan Hwan juga ikut membuatku gila.            Aaaarrrghh! Aku terteriak dalam diam. Aku tidak mau semua penjaga yang berjaga di luar tiba-tiba masuk kamar setelah mendengar suara teriakan seperti terakhir kali. Aku menggeliat di balik selimut kemudian bangkit dan duduk. Aku menghela nafas kasar.            “Perjanjianmu dengan kakek,” Hwan menatapku dengan serius, “aku bisa membuatmu lepas dari perjanjian gila itu dengan syarat
Baca selengkapnya
20. Di Tengah Jalan
Hari yang cerah tapi tidak dengan suasana yang sedang kualami. Kini aku sedang bersembunyi di balik tembok di bawah anak tangga, menunggu seseorang. Aku menyumpahi Hwan dalam hati, bagaimana mungkin aku bisa melakukannya? Astaga, aku menjadi geram sendiri.            Pertama, aku harus memasang muka tembok dan kebal terhadap semua perkataan Sam nanti. Kedua, aku harus bisa berangkat bersamanya keluar dari rumah ini meskipun aku tak punya tujuan. Hwan bilang dia akan menjemputku nanti jika sudah sampai tujuan. Haha. Aku bahkan tak tahu apa yang sedang kulakukan sekarang.            Aku melirik jam tangan di lengan kanan, seharusnya Sam sudah turun karena harus segera berangkat ke kantor. Dia sekarang bekerja di sebuah perusahaan arsitektur dan juga seorang designer interior. Dia bekerja di sana murni karena kemampuannya bukan karena dia adalah tuan muda keluar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status