Lahat ng Kabanata ng Bunuh Aku, Sayang!: Kabanata 51 - Kabanata 60
103 Kabanata
MELANJUTKAN PERJALANAN
“Pakailah ini, nona. Tapi aku harap kau tidak tersinggung – karena ini hanyalah baju-baju usang yang sudah terlalu lama menganggur di lemariku.” Martin menyodorkan satu stel pakaian di tangannya kepada Patty. Patty menerima pemberian Martin dengan sumringah. “Apapun pemberian anda, aku sangat berterima kasih, tuan. Anda orang baik.” Martin tersenyum simpul. “A – aku akan menyiapkan meja makan untuk kita bertiga.” Setelah Martin berlalu, Patty buru-buru menutup pintu. Lalu dengan gaya penasaran ala anak kecil yang baru mendapatkan hadiah, dia merentangkan pakaian yang diberikan Martin. Puff sleeves berwarna merah muda, celana jins high waist dan sebuah topi beanie rajut berwarna hitam. Melihat barang-barang tersebut, Richie langsung dapat menebak pemiliknya. “Kau benar-benar gadis yang beruntung, Patty. Pemilik pakaian itu seorang wanita yang begitu ramah. Sayangnya beliau tidak berumur panjang.” “Aku tersanjung dengan pemberian yang berharga i
Magbasa pa
MENGOREK MASA LALU
Richie membimbing Patty untuk masuk terlebih dulu ke dalam Jeep. Mengarahkan sang gadis untuk duduk di kursi belakang, sementara dirinya menyetir sendirian di kursi depan. Sebelum mulai menyalakan mesin kendaraan, Richie menanyakan sekali lagi apakah Patty sudah siap dan apakah ada yang tertinggal atau terlupakan? Patty menjawab semua pertanyaan Richie dengan gelengan kepala yang kuat. Seolah dia sangat berusaha meyakinkan Richie bahwa dirinya tidak membutuhkan apapun lagi selain secepatnya menempuh perjalanan bersama pria itu. Richie mengacak puncak kepala Patty sebelum akhirnya melajukan Jeep ke tengah jalan dan luput menyadari adanya kendaraan lain yang mengawasi mereka. Mereka menempuh jarak ratusan meter dari jalan utama dalam diam. Patty menikmati pemandangan di kiri dan kanan jalan sedangkan Richie terus melajukan kendaraan dengan kecepatan normal. Richie tidak menyetir seserius sebelumnya, karena matahari tiba-tiba tertutup awan dan gerimis mulai turun dari l
Magbasa pa
MAFIA GILA
Empat belas tahun yang lalu, seorang pria duduk sendirian di dalam ruangan gelap dengan perasaan kesal dan adrenalin yang berpacu cepat. Kedua tangannya di letakkan di atas meja dengan jari yang saling bertautan.Mata pria itu terjaga dalam gelap. Deru pikirannya sendiri telah mengacaukan waktu istirahatnya yang berharga. Seseorang meneleponnya siang tadi, hanya untuk mengatakan kalimat-kalimat yang membuatnya naik pitam.“Kau sudah kalah, Hayden. Kejayaanmu akan berakhir selamanya. Seluruh proyek pertambanganmu akan ditutup dan senjata api illegal itu akan disita oleh pemerintah. Aku kasihan padamu, bung.”Perkataan dengan nada mengejek dari seorang rival Hayden itulah yang membuat dia gusar dan kehilangan rasa kantuk sejak dua hari yang lalu. Edmond Hawk – pemimpin kelompok mafia Gasper. Bergerak lincah dalam bisnis minuman keras dan rumah bordil. Pria itu dari dulu sudah sangat terang-terangan menunjukkan gelagat busuk untuk menghancurkan bi
Magbasa pa
ANAK YANG TIDAK DIINGINKAN
Suara tangisan bayi dan tubuh Belva yang belum boleh disentuh selama empat puluh hari membuat Hayden belingsatan. Sebagai seorang pria dengan kebutuhan sex yang menuntut, Hayden butuh penyaluran hasrat dengan cepat. Sejak saat itulah Hayden diam-diam menyuruh anak buahnya untuk menyelinapkan pelacur ke ruang rahasianya di mansion itu.Belva yang lebih sering berada di kamarnya sejak melahirkan, hampir setiap malam menangis keras hingga rasanya tulang dadanya bakalan retak sangking seringnya menangis. Tetapi bukan perselingkuhan Hayden yang membuatnya menangis, karena dia tidak tahu sama sekali mengenai hal itu.“Nyonya Belva, apa anda tidak ingin memberikan nama bagi gadis cantik ini?” tanya seorang pelayan wanita yang sekarang selalu menemani Belva. “Lihat – dia menurunkan kecantikan anda. Rambutnya dan mata birunya – itu semua milik anda.”Belva melayangkan pandangannya ke luar jendela kamarnya. Perkataan Hayden di hari keti
Magbasa pa
BENCI SAMPAI KE AKAR
Kejadian malam itu telah merubah sosok Belva yang penurut menjadi wanita yang mampu melawan Hayden kalau pria itu mendatanginya hanya untuk meminta jatah ranjang. Perubahan sikap Belva membuat kemarahan Hayden memuncak sampai ke ubun-ubun. Dan kini, dengan terang-terangan Hayden mengundang para pelacur datang ke mansion untuk melayaninya. Mereka bercinta di kamar utama, di ruang kerja Hayden, di kamar mandi dan tempat-tempat lainnya. Mansion yang dibangun di tengah hutan itu kini tak ubahnya sebuah tempat pelacuran. “Ohh, Tuan Hayden – anda kuat sekali. Ooohhh, pukul aku lagi, Tuan. Aku suka menjadi budakmu.” Rintih seorang pelacur yang dengan bangga menjeritkan kenikmatan di ranjang mewah Hayden. Ranjang yang dulu menjadi tempat percintaan paling mendebarkan antara dirinya dengan Belva. “Kau mau merasakan tamparan tanganku lagi, pelacur sialan?!” Hayden menampar bokong si pelacur dengan mata berkilat. Hayden bukan lagi pria lembut yang memanjakan wanitanya.
Magbasa pa
MENUJU HAZEN HILLS
“Kita di mana?” Patty menggeliat dengan kepala di atas paha Richie. Patty menengadahkan wajahnya, menatap Richie yang masih tertidur. Kepalanya bersandar pada tepi jendela Jeep yang terbuka. Kesejukan angin pagi hari menyapu wajah tampan Richie. Patty mengulurkan tangannya, mengusap dagu dan jambang tipis pria itu. “Sebenarnya, aku bukan tipe gadis yang mudah jatuh cinta. Kalau aku tipe yang seperti itu, bisa dipastikan mantan pacarku lebih dari selusin di Woodstock. Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang bisa merebut hatiku seperti apa yang kau lakukan kepadaku.” Patty mengoceh sambil menggelitikkan jarinya ke leher besar Richie. “Memangnya apa yang telah aku lakukan kepadamu?” Richie menangkap jemari Patty tanpa membuka matanya. “Kau – kau terbangun karena sentuhanku?” Patty bertanya memancing. “Bukan. Aku terbangun karena ada suara cerewet seorang gadis manja.” “Maafkan aku, beruang … kau boleh tidur lagi.” “Terlambat!” Ri
Magbasa pa
MATA-MATA AMATIR
Richie menghabiskan sisa burger dan kentang goreng yang tidak dihabiskan Patty. Kemudian bersiap-siap melanjutkan perjalanan mereka membelah perbukitan menuju Hazen Hills. Sebuah kota yang akan membawa Richie pada kenangan-kenangan masa kecil hingga remajanya. Tepat di belakang mereka, Emery mengikuti dalam jarak lima meter dengan kecepatan normal. Pemandangan perbukitan yang terlihat jelas di pagi hari, membuat Patty terpana. Gadis itu menyandarkan lengannya di tepi jendela dan sedikit menjulurkan kepalanya keluar Jeep. “Kau menyukainya?” tanya Richie. “Tempat ini terlihat seperti surga, Richie. Woodstock juga sebuah desa yang asri, tapi ini lebih dari itu – ini taman eden yang hilang. Aku sangat menyukainya …” Patty mengisi paru-parunya dengan sebuah tarikan nafas panjang. Richie menahan tawanya. Terkadang ada banyak kata-kata Patty yang membuatnya geli. Seketika terbayang dalam benaknya, bagaimana keseharian gadis itu sebelum dia datang ke Woodstoc
Magbasa pa
AKU MENUNGGUNYA!
Bersebelahan dengan pintu yang pegangannya rusak itu, terdapat sebuah jendela besar. Dari sana orang dapat mengintip kegiatan yang ada di ruang tamu rumah itu. Tepat sebelum Richie mendorong pintu tersebut, matanya sempat menangkap gerakan mencurigakan dari pantulan kaca jendela. Sedangkan Patty, dia tampak berjalan lambat sambil memeluk tubuhnya sendiri. Entah karena udara berangin yang bertambah dingin atau karena gadis itu mulai membayangkan hal yang aneh-aneh – tentang tiga orang yang terbunuh di dalam rumah. Gadis itu menggosok-gosok kedua lengannya. “Richie, kita akan bermalam di sini?” tanya Patty. Matanya menjelajahi setiap jengkal teras rumah yang berantakan itu. Richie tak bergeming. Telinganya fokus mendengarkan suara injakan dedaunan kering. Seseorang pasti bersembunyi tidak jauh dari posisi mereka dan dia harus segera membereskannya. Tetapi sebelumnya dia perlu terlebih dulu mengamankan Patty dari keributan yang mungkin akan terjadi lagi.
Magbasa pa
TAWANAN MANISKU
“Ha – hakim agung?” Emery berkata dengan suara lemah yang terbata.“Rasanya tak perlu aku mengulangnya, kan? Pakai otakmu untuk mengingatnya dan jangan mengkhianati kebaikan hatiku. Karena aku bisa saja membunuhmu saat ini juga.” Richie menekan moncong pistolnya ke dahi Emery dan mengangkat pria itu dengan satu tangannya.Emery berdiri gemetar. Kedua kakinya seakan terlalu lemas untuk melangkah. Richie mendorong kencang tubuh Emery hingga pria itu terhuyung dan kemudian berlari tunggang-langgang menjauh dari pekarangan rumah Richie.“Ingat! Sampaikan salamku kepada tuanmu!” seru Richie sebelum pria itu menghilang di antara pepohonan.Richie berbalik ke arah rumah masa kecilnya. Dia tidak langsung masuk ke dalam rumah untuk menemui Patty melainkan berjalan memutari rumah menuju ke bagian belakangnya. Richie berhenti di dekat jendela yang mengarah ke hutan.Di sanalah dirinya berdiri mengkeret dan gemetar. Ri
Magbasa pa
TIDAKKAH KAU INGAT?
Pagi keesokan harinya.Richie selesai mandi, melilitkan handuk di pinggang dan memamerkan kesempurnaan tubuhnya yang atletis. Dia berjalan ke ruang duduk yang hanya ada sepasang kursi kayu dan meja kecil untuk menaruh cangkir teh. Entah kemana perginya sofa cantik milik ibunya dulu, apakah mungkin ada yang menjarahnya? Richie berdecak.Tercium wangi kopi dari arah dapur. Patty tampak mondar-mandir dengan hanya menggunakan bra dan celana jins pemberian Martin.“Kau tidak perlu repot-repot membuat kopi. Kita bisa membelinya di kedai,” ucap Richie sambil menerima mug yang diberikan Patty kepadanya.“Mana aku tahu kalau di sekitar sini ada kedai kopi atau semacamnya. Lagipula aku mendapatkan kopi-kopi kemasan ini dari Dokter Martin. Kenapa tiba-tiba aku jadi meerindukan dia yaa?”Sejenak terlintas dalam pikiran Richie untuk memberitahu Patty kalau Martin sudah meninggal, tapi dia mengurungkan niatnya. Bisa-bisa gadis itu syok da
Magbasa pa
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status