All Chapters of Di Balik Rupa Burukku: Chapter 11 - Chapter 20
263 Chapters
Bab 11
Aku melangkah gontai memasuki gerbang lokalisasi. Tampak orang-orang tengah berkerumun di depan rumah Nek Iyah, aku tergesa ingin melihat apa yang terjadi. "Ada apa, Mbak Lili?" tanyaku pada Mbak Lili yang juga ada di situ."Aina ... kau sudah pulang? Itu Ai, itu ... Wak Iyah meninggal dunia," kata Mbak Lili dengan nada sedih."Apa? Nek Iyah meninggal dunia? Innalillahi Wa innailahi rojiun ...," kataku sambil tergesa masuk rumah menyibak kerumunan.Tampak jenazah Nek Iyah ditutipi kain panjang. Mamak dan Dito ada di dekatnya. Beberapa penghuni kompleks hanya duduk-duduk saja. Aku segera memeluk Mamak, menangisi kepergian Nek Iyah. Mulai saat ini, kami tidak tahu lagi nasib kami mau seperti apa tanpa Nek Iyah. Selama ini hanya Nek Iyah yang melindungi keberadaan kami di sini, semua penghuni kompleks masih menaruh rasa segan pada Nek Iyah. Jenazah Nek Iyah dimandikan oleh orang di luar kompleks, Bang Rojak yang mencarinya. Setelah di mand
Read more
Bab 12
"Ah, coba kau tanya, Bos. Perawannya musti cantik apa nggak? Jelek mau gak dia?" tanya anak buahnya yangn lain lagi.Deggg.Aku terkejut mendengar perkataan itu, tiba-tiba tanganku bergetar. Aku memeluk kaki ketakutan, kalau gelisah seperti ini aku alan lebih nyaman jika aku akan memilin-milin bajuku hingga kuwel-kuwel."Iya, kutanya dulu ... halo toke Pardi, numpang tanya, perawan yang toke cari apakah wajahnya musti harus cantik? Ooo ... iyo, iyo." "Bagaimana, Bos?""Gak perlu cantik, yang penting lobangnya masih orisinil," kata Samadin"Nah ... kalau yang gitu, ada nih anak perawan Makcik Nur," kata salah satu anak buah Samadin."Apa?" Pekik Mamak membuatku kaget jantungan ..."Oiya ... Benar itu," kata Samadin dengan suara dinginnya."Maksud kalian apa? Mau menjadikan anakku itu pelacur?" tanya Mamak gugup."Kalau mau, nanti kubagi duitnya lima juta, Wak Nur juga bebas berjualan di sini, saya bebasin pajak
Read more
Bab 13
Kami menaiki angkutan kota dua kali, mengambil rute yang cukup jauh. Kemudian Mamak mengajak kami menyusuri setiap lorong menanyakan ada yang menyewakan kontrakan di daerah tersebut. Tetapi hingga sore tiba, tidak ada satupun kontrakan yang cocok dengan kemauan Mamak. Kamipun beristirahat di pelataran Masjid setelah menunaikan salat Ashar."Kalau kita tinggal di sini, sekolah Dito kekmana, Mak? Dito kan sudah kelas enam, bentar lagi EBTANAS," keluh Dito."Kau kelas enam belum ada sebulan, kemungkinan masih bisa pindah," kata Mamak"Pindah-pindah terus. Susah tau, Mak, cari teman di tempat baru itu." anak itu masih juga nyerocos."Semakin kita jauh dari kompleks lokalisasi itu, semakin aman hidup kita," kata Mamak tegas, kami juga tidak membantahnya."Terus, itu tadi ada rumah yang bagus, kenapa Mamak gak ambil?" tanya Dito lagi."Itu mahal, Dito. Manalah cukup uang Mamak." "Memangnya tadi berapa, Mak?" tanyaku sambil selonjoran
Read more
Bab 14
POV Aina"Insya Allah gak bakalan, Mas. Aku benar-benar sudah bertaubat," kata Mamak "Aku juga sudah bertaubat setelah kau pergi dulu, aku tidak pernah datang lagi ke sana, ayo kuantar kau ke sana, kebetulan aku bawa mobil," kata lelaki paruh baya itu menunjuk sebuah mobil Van yang terparkir di halaman masjid."Maaf, Mas. Sebaiknya kita ketemuan di masjid ini saja nanti malam," kata Mamak"Kenapa memangnya?" "Aku harus menyelesaikan sesuatu dulu, jadi tidak bisa pergi sekarang. Aku bisa pergi nanti malam," kata Mamak."Kalau gitu saya tunggu kalian di taman Gubernuran, kutunggu sampai jam sepuluh malam ya? Sekarang aku pergi dulu," kata Pak Seno sambil melangkah menuju mobilnya, Mamak mengantar lelaki itu sampai di mobil.Setelah pria paruh baya itu pergi, kami segera kembali ke lokalisasi menjelang magrib. Akan tetapi, alangkah terkejutnya kami ternyata di depan rumah sudah berdiri tiga orang anak buah Samadin. Mereka Rok
Read more
Bab 15
Tampak tiga orang pria, salah satu Bang Rozak yang tengah berjalan menuju lokalisasi dari jalan setapak yang akan kami lalui, untung kami bisa menghindar. Tidak terbayang jika kami kepergok sedang berusaha kabur. Dito memegang tanganku begitu erat, bahkan mencengkeram. Sepertinya dia juga begitu takut. Aku bernapas lega ketika ketiga lelaki itu sudah berlalu."Dito, lepasin tangan Kakak. Bang Rozaknya sudah pergi," kataku."Aku nggak takut sama Bang Rozak, Kak.""Terus kenapa kau Pengan tangan Kakak kuat-kuat?" "Aku takut sama yang menghuni batang kemiri ini, Kak. Katanya kalau malam suka bergelantungan," katanya sambil nanar menatap ke atas."Hiiii, ada tuh di atas!" pekikku."Haaaa!!!" Dito berlari kencang meninggalkan aku dengan barang-barangnya.Aku menyusulnya dengan kepayahan membawa barang yang begitu banyak, nyesal aku menakut-nakutinya. "Tadi kudengar di sini yang teriak." sebuah suara cukup kencang mengage
Read more
Bab 16
POV AinaYa ampun, kenapa Dito musti balik lagi ke sini? Untung anak itu bisa berbohong, kalau tidak, entah sudah seperti apa nasib kami. Ada untungnya juga Dito kembali lagi ke sini, akhirnya Bang Rozak dan kawan-kawannya pergi juga dari sini. Sekarang aku harus berusaha mengangkat beban berat ini sendirian. Mana barangnya berplastik-plaktik gini, aku kesulitan memegangnya.Aku berjalan di jalan setapak ini dengan terseok-seok, mana gelap lagi ... Beberapa kali aku terjatuh dan barangnya bercecer. Aku meneguhkan langkahku, memberi semangat dari dalam, kesulitan ku ini tak seberapa jika dibandingkan kesulitan dan kepahitan hidup yang akan kurasakan jika aku tertangkap oleh Samadin dan dijualnya. Akhirnya sampai juga di sekolahan Dito, aku segera menuju teras kelas, istirahat di sana. Kuletakkan barang-barang yang kubawa, lenganku sampai sakit. Suasana sepi dan gelap cukup menyeramkan, membuat bulu kudukku meremang. Hanya lampu jalan depan SD yang menjadi p
Read more
Bab 17
POV Aina Mobil pak Seno melaju dengan kecepatan sedang menuju pinggiran kota, sebuah daerah yang tidak pernah kurambah. Rumah di sisi kiri kanan jalan tampak banyak rumah yang besar dan megah dengan halaman yang luas. Pak Seno membelokkan mobilnya memasuki sebuah rumah yang paling megah bercat krem dengan rilief ukiran berwarna oranye. Rumah ini memiliki garasi yang sangat luas, di sana bertengger tiga mobil, ada sebuah sedan yang sangat bagus, Mobil Van yang sangat mewah melebihi mobil yang dipakai pak Seno dan sebuah mobil mini truk."Kita sudah sampai, ayo keluar. Sepertinya semua anggota keluarga ada di rumah."Suara Pak Seno membuyarkan aku yang tengah terbengong melihat kemegahan rumah dan suasananya di hadapan."Ini rumahnya, Pak?" tanya Mamak tampak gugup."Nur, aku kan sudah bilang jangan panggil Pak," kata Pak Seno."Aku pembantu di sini, kalau aku panggil Mas nanti dikira kekasihmu atau istri siri. Setelah kupikir, aku wajib
Read more
Bab 18
 "Haris, Om Seno itu cari pembantu, bukan cari calon istri buat kamu, untuk apa musti cantik? Yang pentingkan rajin bekerja," Anak tertua, Hasan Basri menimpali.Ah, ternyata anak sulung mereka lebih bijaksana."Mas, ngapain sih kamu pakai ngomentari mereka?" kata Istrinya, Nirmala. Ya ampun, suaminya sudah baik gitu, istrinya ternyata judes."Lah emang kenapa? Suka-suka mulut akulah mau ngomong apa!" jawab Hasan ketus.Dari sini aku sudah bisa melihat, hubungan suami istri ini tidak harmonis, bicara mereka selalu bernada tinggi, tidak ada kelembutan dan keromantisan sama sekali. Ya Allah ... Terjebak di lingkungan seperti apa aku sekarang? Sepertinya bakal sulit ke depannya."Ya sudah, Seno tolong antar mereka ke pavilium ya?" kata Bu Halimah."Ayo ...," ucap Pak Seno ke arah kami sambil menggelengkan kepala sekali.Kami mengikuti langkah Pak Seno di belakang, kami melewati dapur dan pintu belakan."Pak S
Read more
Bab 19
Hari sudah menunjukkan jam setengah tujuh pagi, Aku menyeka keringat yang bercucuran di dahi. Ini hari keduaku membantu Mamak menjadi pembantu di rumah besar ini, pinggangku sudah terasa pegal, namun mengingat Pak Seno menjanjikan bayaran yang lumayan, karena statusku yang masih pelajar, menjadi pelayan di rumah ini cukup menguntungkan bagiku dari segi ekonomi.Tugasku membersihkan seluruh area rumah dan pekarangan setiap pagi, aku sudah memulai pekerjaan ini dari sehabis subuh, tetapi dua jam setengah berlalu, Aku hanya mampu membersihkan lantai bawah rumah mewah ini, lantai atas sama sekali belum kusentuh. Mengingat hari ini adalah hari pertamaku sekolah, Aku menjadi sedikit panik, aku sama sekali tidak ingin terlambat ke sekolah. Kemarin Mamak sudah mendaftarkan di sekolah yang terdekat dari tempat ini, lokasinya tidak terlalu jauh, bisa di tempuh jalan kaki jika aku berangkat jam tujuh tepat.Dengan tergesa-gesa, Aku menaiki tangga untuk membersihkan lantai atas, di sana terdapat
Read more
Bab 20
Sesampainya sekolah, Alhamdulillah masih lima menit lagi sebelum masuk, segera kuparkirkan sepeda di dekat parkiran sepeda motor, aku segera berlari mencari di mana kantor guru untuk melapor, aku memasuki lorong sekolah, banyak siswa siswi yang kutemui di lorong, aku ingin bertanya pada mereka di mana kantor guru, namun wajah mereka acuh tak acuh, aku jadi segan untuk bertanya pada mereka, sepertinya tampangku yang seperti ini sangat tidak menarik perhatian mereka.Akhirnya aku menghela napas lega, karena terlihat sebuah pintu yang bertuliskan kantor guru, aku segera menemui salah satu guru yang tengah berdiri di dekat pintu."Selamat pagi, Pak. Saya siswi baru, melapor ke mana ya, Pak?" tanyaku dengan wajah bingung."O, kau siswa baru? Kelas berapa?""Kelas dua, Pak.""Mari saya antar ke wakil kepala sekolah, biar nanti ditempatkan di kelas mana."Aku mengikuti Pak Guru yang belum kutahu siapa namanya menuju meja wakil kepala sekolah, ternyata aku di tempatkan di kelas Pak Ilham, gur
Read more
PREV
123456
...
27
DMCA.com Protection Status