All Chapters of Di Balik Rupa Burukku: Chapter 41 - Chapter 50
263 Chapters
Bab 41
POV Nur"Kalau yang gajinya besar pelayan apa, Mbak?" tanyaku semakin penasaran, sudah terbayang dipelupuk mataku memutus tali kemiskinan yang mendera keluargaku."Apa ya? Mbak gak bisa jelasinnya Nur, soalnya pekerjaannya banyak. Kalau kamu berminat, aku mau kembali ke Jakarta lusa, siap-siap ya ikut sama aku," kata Gendis dengan suara lembut. Ah, Mbak Gendis sudah cantik, baik hati. Itu yang kupikirkan dulu ... yah, dulu ... kini semua pikiran itu berbanding seratus delapan puluh derajat! Aku yang senang mendapat tawaran kerja dari Gendis, segera menemui simbok dan bersiap-siap pergi. Selama dua hari menjelang pergi, aku selalu membicarakan kesuksesan Gendis menjadi seorang pelayan di Jakarta, hingga dia sukses seperti sekarang. Simbok sangat mengkwatirkan aku jika pergi sendiri di kota besar, tetapi Bapak malah senang, tidak ada raut kecemasan di matanya yang ada binar kegembiraan karena putri mereka yang masih berusia lima belas tahun akan menghasilkan pundi-pundi rupiah.Akhirn
Read more
Bab 42
POV Aina Hari sudah menjelang malam, aku masih sibuk membantu Bik Parti di dapur ketika mbak Sum datang mencariku dengan sikap tergesa-gesa."Aina, cepat hentikan pekerjaan ini. Kau harus segera membersihkan diri dan berdandan yang cantik.""Memangnya kenapa, mbak?""Bang Sofian memberi perintah!" ujarnya dengan tidak sabar dan menarik tanganku agar segera mengikutinya.Mbak Sum tidak membawa ke bilikku melainkan malah membawa ke bangunan utama. Suasana bangunan utama masih sepi, hanya ada beberapa preman dan pelayan laki-laki yang tengah bersiap menyambut tamu. Di sana juga ada bang Sofian, melihat kami datang, dia segera menyongsong."Cepat segera bersiap. Sum, sudah kau siapkan pakaainnya?" "Sudah, Bang. Ayo, Ai." Mbak Sum menyeret tanganku untuk mengikutinya."Mbak, mbak! Tunggu, mbak! Ini ada apa sih, mbak?" Aku berteriak agar mbak Sum menjelaskan segalanya.Mbak Sum menghentikan langkahnya, dia menatapku dengan bingung, mungkin tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan padaku.
Read more
Bab 43
"Sofian! Ini gadis yang kau bilang masih perawan?" seru lelaki itu dengan nada tinggi.Aku yang baru akan duduk di sofa terkejut mendengar perkataannya, sehingga kami mengurungkan niat untuk duduk. "Iya, ini. Namanya Aina ....""Kau mau menipuku atau apa Sofian?" Sepertinya menejer Herman tidak suka dengan barang pesanan yang tidak sesuai keinginannya. Perasaanku tiba-tiba sedikit lebih baik, sudut mulutku berkedekut tak kuasa menolak keinginan untuk tersenyum, aku segera menggigit bibir bawahku untuk menahannya."Barang seperti ini kau minta harga delapan belas juta? Dihargai dua juta saja sudah tidak pantas!" keluh menejer Herman lagi.Kulihat bang Sofian menelan ludah, dia tidak bisa berkata-kata, bukankah sudah kukatakan bahwa aku ini tidak berharga di bisnis seperti ini? Aku lebih berharga jadi tukang cuci piring."Bukankah menejer Herman menginginkan gadis perawan?" tanya bang Sofian kemudian setelah beberapa Jeda terdiam."Iya, tapi yang cantik, dong. Kulitnya harus putih mulu
Read more
Bab 44
Mendengar nanti malam akan datang yang akan membeliku, aku seharian duduk lemas di dalam kamar. Bohong jika aku tidak gugup, takut dan waspada. Sudah tiga Minggu tepat aku berada di sini, entah apa yang terjadi sepeninggal aku di sana. Sekolahku bagaimana? Mamak bagaimana? Dito? Apakah cidera Efendi dan Dimas parah? Aku sempat cemas ketika melihatnya berguling-guling ditrotoar menahan rasa sakit. Yang terlebih bagaimana kabar tuan Hasan? Lelaki itu sering datang ke dalam mimpiku, entah perasaan apa yang kupunya untuk lelaki itu, namun melihat kenyataan aku akan dijual, hatiku takut terhadap penilaian tuan Hasan terhadapku. Kenapa aku musti peduli terhadap penilaiannya? Harusnya aku peduli pada diri sendiri sekarang. Jam sudah menunjukkan pukul empat sore ketika aku keluar ke dapur umum untuk mencari makan, aku tidak melihat keberadaan bang Sofian dan beberapa centeng yang biasanya akan berkumpul di beranda bangunan utama. Bik Parti juga tidak ada di dapur, biasanya jika akhir pekan
Read more
Bab 45
"Aina! Cepat bersiap! Itu orangnya sudah datang," ujar bang Sofian. "Mana, bang?" sambut Dariyah, sepertinya dia lebih surprise, seolah tamu itu spesial untuknya. "Di depan, masih markirkan mobil," jawab bang Sofian. Semua orang kecuali aku dan perias pergi menghambur melihat tamu itu. Aku tidak antusias sama sekali, lututku bahkan lemas, jantungku dag Dig dug tak menentu. "Wah, Ai. Mobil orang itu bagus banget. Mobil Strada nampaknya," seru mbak Sum ketika kembali ke kamar. Aku mengintip dari celah pintu keadaan di luar kamar. Kehebohan terdengar dari ruang bar, beberapa PSK terdengar berteriak kegirangan, bahkan tamu-tamu yang datang malam ini tidak mereka hiraukan. Aku tidak jelas siapa sosok yang membuat kehebohan tersebut karena terhalang oleh kerumunan para PSK, namun aku melihat sekilas sosok Samadin dan Rozak yang juga berada bersama mereka. Mereka duduk di sofa di dekat ruang kamar yang kutempati sekarang. Mbak Sum mendorongku keluar, namun karena tempat itu tampak penuh
Read more
Bab 46
Tiga Minggu tidak bertemu dia tampak sedikit berubah, biasanya dia akan mencukur rambutnya dengan rapi dan klimis, namun kini rambutnya yang hitam lebat itu panjangnya menutupi telinga, poninya yang dibiarkan menutupi dahinya sampai ke alis, dan ada apa dengan suaranya? Aku tidak mengenalinya dari belakang karena suaranya, kenapa menjadi serak? Apakah dia sakit? Melihatnya ada di hadapanku dengan jarak hanya dua meter, membuatku ingin menjerit memanggil namanya dan memeluknya erat, namun tindakan itu hanya ada di khayalan semata, kenyataannya tubuhku terasa beku. Aku hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca, tatapan kami bertaut, aku tidak bisa mengartikan tatapannya, tetapi tatapan itu begitu hangat. Tak kuasa kubendung cairan bening di mataku, aku merindukannya. Seperti mimpi rasanya melihatnya ada di hadapanku sekarang, aku sering memimpikannya, aku meremas jariku mencoba membangunkan kesadaranku sehingga aku sadar bahwa ini adalah realita.Tiba-tiba suasana menjadi hening, tak
Read more
Bab 47
Aku segera membuka dompet itu, ada cukup banyak lembaran biru, aku mengambil tiga lembar dan segera keluar kamar.Di lobi motel kulihat beberapa pegawai motel yang tengah bersantai menonton tivi. Aku meminta tolong pada salah satu pegawai untuk membelikan nasi soto atau nasi sop daging dua porsi, aku yakin tuan Hasan belum makan malam, juga memintanya membelikan obat batuk dan flu serta obat pereda demam.Pegawai hotel sepertinya profesional, mereka tidak terlalu kepo dengan hubungan kami, dia melayani kami dengan sangat baik sebagai tamu.Aku kembali ke kamar selagi menunggu pesanan, kulihat tuan Hasan sudah tertidur, namun tidurnya tampak gelisah, suara dengkurannya terdengar tersendat, mungkin karena tenggorokannya berdahak dan hidungnya mampet sehingga tidurnya tidak bisa nyenyak.Aku hanya memperhatikan dia dari tepi ranjang, kulihat di dahinya terdapat bintik keringat sebesar biji jagung, apakah dia benar-benar kesakitan? Aku hanya berani memandanginya, tidak berani menyentuhnya
Read more
Bab 48
Sepanjang jalan aku selalu memikirkan bagaimana jika sampai rumah besar? Apa yang akan terjadi jika bertemu dengan Mamak dan semua penghuni rumah besar? Apakah akan heboh? Mengharu biru atau bagaimana? Setelah sampai rumah, sebagian sesuai dengan prediksiku, Mamak memelukku dan menangis hingga meraung. Setiap bagian tubuhku dia teliti dengan seksama membuat dadaku semakin sesak, aku yakin dia pasti sangat kuatir, aku juga mendengar ketika aku hilang, Mamak sangat shock hingga harus di rawat di rumah sakit sampai empat hari. Mamak bahkan bersimpuh di hadapan tuan Hasan, mengucapkan terima kasih tak terhingga, membuat laki-laki itu terasa jengah, dia segera meraih tubuh Mamak agar berdiri. Bu Halimah, Ayuni dan pak Seno mengucapkan rasa syukur dengan tulus, mereka bahkan satu persatu memelukku. Tuan Burhan dan Haris hanya menontonku, sedangkan Wulan terlihat acuh tak acuh. Kudengar Sasya sudah pergi ke Jakarta selepas EBTANAS, dia akan melanjutkan kuliah di sana. Malam hari kami kumpu
Read more
Bab 49
Sudah lima bulan aku berada di Kuala Tungkal, tempat ini sungguh bersahabat, aku memiliki banyak teman di sini, mereka welcome menerimaku dengan tangan terbuka. Mungkin karena daerah pinggir laut, sehingga kulit mereka eksotis satu server denganku, sehingga kami merasa tidak ada perbedaan. Selepas pulang sekolah, teman-temanku akan mengajakku ke pinggir hutan bakau, atau ke pantai yang pasirnya hitam untuk mencari kerang laut, kepiting atau gurita. Aku suka berada di sana, walau selalu berjemur matahari hingga warna rambutku yang hitam berubah kemerahan, serasa menyatu dengan alam. Walau rasanya ada yang sudut yang kosong di hati ini, entah itu apa, tapi ketika memandang garis pantai, aku seolah melihat seluet bayangan lelaki itu berdiri di tepi laut. Pak Seno juga sering membawaku memancing dengan kapal nelayan ke tengah laut, mendapatkan ikan kakap yang cukup besar membuatku ketagihan ingin melaut. Pak Seno orang yang mandiri, di rumah dia juga sering membantu mengerjakan pekerjaan
Read more
Bab 50
Sesudah makan malam, Ayuni mengajakku ke kamarnya untuk mempersiapkan pakaian yang akan dibawa liburan ke rumah abangnya, aku membantunya menyusun pakaian di koper, dia dengan riang bercerita tentang prestasinya di kelas yang menduduki rangking 3. Dia menyayangkan aku sekolah jauh darinya sehingga tidak bisa lagi mengajari matematika.Ayuni memintaku tidur bersamanya malam ini, hingga Bu Halimah datang mengetuk pintu kamar."Ayuni, kau sudah tidur?""Belum, Bu. Ada apa?" katanya sambil membuka pintu kamar."Oh, ada Aina juga di sini?" kata Bu Halimah setelah melihatku ada di kamar Ayuni."Ayo, turun. Itu abangmu pulang," lanjut Bu Halimah."Abang? Abang siapa? Abang Haris?" Seru Ayuni dengan mata berbinar."Bang Hasan," jawab Bu Halimah."Ha?"Ayuni begitu terkejut, begitu juga denganku. Dia segera berlari ke lantai satu, aku dan Bu Halimah mengikutinya."Bang Hasan! Kenapa Abang pulang?" pekik anak itu sambil memeluk abangnya."Kenapa? Kau tidak suka Abang pulang?""Aku berencana aka
Read more
PREV
1
...
34567
...
27
DMCA.com Protection Status