All Chapters of Di Balik Rupa Burukku: Chapter 51 - Chapter 60
263 Chapters
Bab 51
"Bagaimana sekolahmu?" tanyanya mengawali obrolan kami."Baik," jawabku singkat."Apakah kau dapat ranking di sekolah?""Yah, Alhamdulillah dapat juara umum di sekolah," jawabku masih dalam mode malas, aku sebenarnya ingin sekali mengakhiri perbincangan ini agar perasaanku tidak terjebak terlalu jauh. Namun sisi hatiku yang lain menahanku agar selalu menempel dengan pria ini, merasa ini adalah kesempatan langka yang mungkin tidak akan aku dapati lagi di masa depan."Sudah kuduga, kau gadis yang pintar dan juga gadis yang mandiri, aku lega melihatmu hidup dengan baik," ujarnya dengan nada yang masih lembut, bibirnya tersenyum ceria, binar di matanya, membuatku tak kuasa menatap.Bibirku bergetar mendengar ucapannya yang seperti sebuah nada indah, ucapannya di teligaku terasa seperti sebuah pujian, sanjungan dan perhatian khusus. Hati, biarkan aku menikmati sebentar momen ini, tak mengapa jika di hati lelaki ini sama sekali tak tertulis namaku, seperti tekadku dulu waktu diselamatkannya
Read more
Bab 52
Sejak malam itu aku memang tidak pernah lagi berkomunikasi dengan tuan Hasan, karena ternyata siangnya dia harus melapor ke kantor gubernur dan pulang sangat larut, aku juga kembali tidur di paviliun.Pagi-pagi sekali mereka pergi ke Jakarta diantar oleh pak Seno sampai bandara, aku hanya menyaksikan kepergian mereka dari balkon lantai atas, karena aku tengah membersihkan ruangan itu. Sebelum masuk mobil, kulihat tuan Hasan celingukan seperti mencari sesuatu, hingga ketika matanya mendongak ke atas, aku tak bisa mengelak dari tatapannya. Lama tatapan kami bertaut dari jauh, jika aku tidak menyadari statusku dan dia, mungkin aku akan menduga jika dia keberatan meninggalkan aku."Abang! Cepat nanti kita ketinggalan pesawat!"Hingga panggilan keras Ayuni menyadarkannya dan menaiki mobil, namun kaca jendelanya tetap dibuka, tatapannya masih mengarah padaku. Tanpa sadar aku melambaikan tangan padanya, hingga dia membalas melambaikan tangan dan tersenyum penuh misteri.Sebelum libur berakh
Read more
Bab 53
POV Dimas Tiga tahun yang lalu ....Semalam aku tidak bisa tidur memikirkan kejadian tadi siang, benarkah apa yang kulihat? Aku benar-benar melihat dengan nyata, itu bukan mimpi ... wajah Aina yang di siram Laras menjadi putih bersih, walau sekilas aku melihatnya, karena dia segera menutupi wajahnya, aku bisa melihat betapa cantik sekali parasnya.Aku tidak berani menanyakan, takut dia tersinggung, takut kalau aku hanya salah lihat. Akan tetapi wajahnya yang sekilas itu malah melekat di kepalaku. Jam 2 tengah malam aku terbangun dan hati-hati menuju kamar Desi, di mana Aina juga tidur di sana. Akan kubuktikan kalau yang kulihat itu benar adanya. Kubawa sebuah singlet putih yang telah kubasahi ke sana, ternyata Aina tengah tertidur, aku hanya butuh melihat kulitnya walau secuil. Kuusap kain basah itu perlahan ke tangannya, hanya secuil, namun alangkah terkejutnya aku, warna hitam itu berubah menjadi putih, warna hitam itu lekat pada kain itu dengan jelas.Aku bergegas keluar kamarnya
Read more
Bab 54
POV Aina Ha! Ini lucu, siapa yang barusan bilang dia sangat merindukanku? Sepertinya Dimas tidak bisa melupakan pacar cantiknya ini. Lihatlah gadis itu? Sekarang ada di sana, duduk berdekatan dengan Bu Arumi, keduanya tampak akrab.Gadis itu menatap kami dengan tercengang, mungkin dia merasa tidak yakin siapa yang berdiri di samping kekasihnya kini, atau dia tidak percaya bahwa aku mengenal keluarga Dimas, bukankah selama ini dia terlalu meremehkanku? Aku sebenarnya tidak membencinya, juga tidak ingin berurusan dengannya, namun melihat tingkahnya yang pura-pura polos seperti putri salju, sementara teman-temannya bertingkah seperti kawanan serigala membuatku sedikit muak."Wah, ada Aina di sini? Tante, beneran ya Aina itu sepupu Dimas?" Suara yang mencicit sok lugu itu membuatku sedikit muak."Oh, bukan. Aina itu anak sahabat Ayah Haikal, dia putrinya om Seno," jawab Bu Arumi membuatku sedikit lega, Bu Arumi tidak mengungkapkan jika aku hanya putri angkatnya."Duh, senangnya di datang
Read more
Bab 55
Aku memperhatikan pemuda yang tengah tersenyum dengan kalem, wajahnya mirip Bu Halimah, karena Bu Halimah perempuan yang cantik, pemuda itu juga tampan. Pasti ini yang dibilang pak Seno anak angkatnya. "Halo, Tuan. Saya Aina, pembantu di sini," ujarku sambil mengulurkan tangan. Pemuda itu tidak membalas salamku, dia justru menangkupkan kedua tangannya di depan dada. "Assalamualaikum, Aina. Aku Syarif Fasha. Panggil saja aku bang Syarif." Aku segera menarik tanganku yang menggantung, rasanya malu tanganku tidak disambut. Pemuda ini sungguh alim, aku tidak menyangka anak yang tamat dari perguruan tinggi negeri bisa sangat alim seperti baru saja keluar dari pondok pesantren. "Oh, walaikumsalam, Bang." "Oh ya, Ai. Kudengar dari mamakmu, kau tengah mencari pekerjaan untuk biaya kuliah?" tanya Bu Halimah. "Iya, Bu." "Sudah dapat?" "Belum sih, Bu. Cuma ada panggilan jadi SPG di Ramayana plaza, Bu." "Em, bagaimana kalau kau kerja sama Syarif saja? Dia tengah mencari orang untuk menja
Read more
Bab 56
Sampai lokasi yang dituju hari sudah mulai petang, pinggangku rasanya sakit menempuh perjalanan selama empat jam mengendarai motor dengan kondisi jalan yang buruk. Hampir sepanjang jalan yang kami lalui berupa hutan, kebun karet dan kebun kelapa sawit yang baru ditanam.Motor bang Syarif berhenti di sebuah tempat yang terdiri dari rumah-rumah kayu yang berbentuk panggung. Ada sekitar dua puluh unit rumah di sini, karena hari sudah mulai petang, mereka menghidupkan lampu dari mesin diesel."Ini tempat tinggal para pekerja, kau lihat bangunan yang sedikit besar itu? Itu tempat kerjamu nanti, di sana dapur umumnya," kata Syarif sambil menunjuk sebuah bangunan berbentuk pendopo."Terus, di mana aku tinggal?" tanyaku."Di sana, bangunan yang sedikit lebih besar, di sana aku tinggal." Aku melihat apa yang ditunjuk oleh pemuda itu sambil mengernyit tidak puas."Apakah aku akan tinggal serumah dengan Abang?""Iya, di sana ada dua kamar, kau bisa menempati kamar satunya.""Bangunan yang mirip
Read more
Bab 57
"Eh? Kamu yang ada tempat Sofian waktu itu, kan?" seru lelaki itu bersemangat.Aku tercekat mendengar pertanyaannya, tidak menyangka akan bertemu lelaki mesum ini di sini, tenggorokan tiba-tiba terasa kering, melihat kembali lelaki ini di depanku rasanya kejadian horor itu terulang kembali. Syarif dan lelaki satunya tampak bingung dengan perkataan lelaki itu."Sofian? Sofian yang di Bukit Cinto itu, Pak?" tanya lelaki empat puluhan di sebelah lelaki itu, tatapan lelaki ini tampak menjijikan, pandangannya memindaiku dari kepala sampai kaki."Yah, Sofian mana lagi? Kamu juga sering kan ke Bukit Cinto?" cibir lelaki itu."Sebenarnya apa yang Bapak-Bapak bicarakan?" Akhirnya Syarif menanyakan, aku tahu dia juga penasaran.Syarif tidak tahu apa-apa dengan masalah yang kualami, kami bertemu juga baru empat hari, aku tidak tahu bagaimana reaksinya jika mengetahui kejadian yang menimpaku, tapi aku percaya dengan kepribadiannya dia tidak akan merendahkan aku."Oh, tidak apa-apa, Pak Syarif. S
Read more
Bab 58
"Yang bener?""Iya, makanya bini aku kutinggal di Medan sana, kasihan kali la kau ini, bini pakai diajak segala, mati kutulah kau." Lagi-lagi kelakarnya membuat semua tertawa. "Wah, pantasan pak Syarif menyimpan dia untuk diri sendiri," balas yang lain "Diam! Tidak pantas kalian menjelekkan atasan kalian seperti itu!" Bentakku Aku benar-benar marah, melengos dan sedikit berlari bergegas ke arah lapangan. Kudengar suara-suara di belakangku tampak marah, mereka mengejek, bahkan menghina."Dasar cewek gak tahu diri, sudah mending kutawarkan diri.""Jelek saja belagu!""Sudah wajahnya jelek, kelakuannya jelek juga.""Gak ada sopan-sopannya, kita ini kan atasannya dia."Walau aku tidak menghiraukan perkataan mereka, tetapi telingaku tetap mendengarnya dan itu membuatku sedikit sakit hati. Gara-gara si mesum Herman, semua orang memandang diriku sekarang, jika hanya aku saja yang dihina masih bisa kuterima, tetapi ini membawa-bawa bang Syarif yang tidak tahu apa-apa, jelas aku tidak terim
Read more
Bab 59
Sudah seminggu sejak peristiwa malam baku hantam, kini keadaannya kembali damai. Walau hasilnya bang Syarif memarahiku lantaran dia tahunya aku tebar pesona sama Azhari dan Jefri yang menyebabkan kedua pemuda itu baku hantam memperebutkan aku. Walau semua itu tidak benar, tapi ya mau tidak mau aku mengakui saja, aku justru takut dia mendengar bahwa semua bawahannya tengah menyebar fitnah tentang dirinya dan berusaha melawannya, aku gak mau saja dia sedih. Yah, walau di belakang banyak orang yang menertawakan pernyataan pak Suyono, memperebutkan Aina? Heh, orang bodoh juga akan tahu kalau itu ngarang. Tapi Azhari acuh tak acuh terhadap berita itu, dia masih saja nempel denganku ketika pulang kerja, kalau Jefri melihatku dari jauh saja sudah jijik. Bang Syarif jarang berada di lokasi perkebunan sekarang, dia kadang akan dinas luar mengurus surat-surat legalitas perusahaan atau melobi perusahaan lain untuk bekerja sama. Dia keluar biasanya akan ditemani pak Faisal, sehingga pekerjaan in
Read more
Bab 60
Dalam keadaan linglung, tak kusangka lelaki itu berlari ke arahku dan Dengan kekuatan penuh memeluk tubuhku, sepenuhnya aku tenggelam dalam dekapannya."Aina! Tidak aku sangka aku akan bertemu denganmu di sini."Aroma tubuh lelaki itu begitu segar tercium, samar-samar juga tercium bau mint dan nikotin di bajunya. Aku berusaha melepaskan dekapannya, diapun melonggarkan tangannya dan menatapku hangat. Setelah dekapannya terlepas, aku menatap sekitar dengan perasaan jengah dan malu, sekeliling menatap kami berdua dengan tatapan heran, mulut Amran bahkan menganga. Kami kini bisa dikatakan tinggal di desa, berpelukan di depan umum masih sangat tabu. Apalagi yang memelukku seorang pemuda gagah, sedang aku hanya gadis jelek, orang-orang pasti akan mengatakan jika pemuda ini sudah buta matanya.Yah, dia memang tampak gagah sekarang, sikap slenge'annya sudah bertransformasi lebih dewasa, penampilannya seperti coboy Amerika, badan dan ototnya bertambah kekar, orang tidak akan menyangka jika pem
Read more
PREV
1
...
45678
...
27
DMCA.com Protection Status