26
Setelah bercumbu dan saling mengungkap kata cinta, aku meminta diri untuk menemui kedua karyawan yang sedang bekerja di ruang tengah. Mas Wisnu mengiyakan. Dia berkata juga ingin ikut, dengan maksud agar mengenal Dewi dan Arifin secara lebih dekat “Yang laki-laki itu, Mas mau lihat dulu sifat dan tabiatnya seperti apa. Maklum, Mas sering tidak ada di rumah saat kalian berkumpul di sini. Takut jika ternyata dia naksir istriku dan menggodanya.” Mas Wisnu memasang wajah jutek. Aku meninju pelan lengannya, tanda protes.
“Arifin itu lelaki yang sopan, Mas. Dia nggak bakal seperti itu!”
Mas Wisnu mencebik. Dia terlihat tak setuju dengan kata-kataku. “Kucing kalau lihat ikan asin,
27 Saat perjalanan menuju pulang, ponselku berdering. Cepat kuangkat. Ternyata nomor Ibu. “Halo,” ucapku sembari menenangkan diri agar tak terdengar gugup. “Ayu, kamu di mana? Sibuk nggak?” Suara Ibu terdengar begitu manis di telepon. Berbanding terbalik dengan sikapnya di masa lalu yang dingin dan kasar padaku. “Di rumah. Nggak sibuk, Cuma lagi beres-beres aja.” Tentu saja berbohong adalah keahlianku saat ini. Kulirik Mas Wisnu, lelaki itu hanya tertawa kecil sembari menggelengkan kepala. “Bisa minta tolong ke rumah sakit, Yu? Kasihan mbakmu. Dia kesepian. Dari pagi tadi kerjaannya hanya menangis saja. Suaminya juga tak kunjung pulang dari kantor. Ib
28 Melihat Mbak Mel menangis sesegukan, Mas Wisnu perlahan mulai berjalan mendekat ke arah kami. Ibu tampak jengkel, tetapi tak dapat berkata apa pun. Sedang aku memilih untuk melepaskan Mbak Mel dari pelukan. Mas Wisnu kini berada tepat di depan kami. Lelaki itu maju dan meraih tubuh Mbak Mel. Cepat aku beringsut dan memilih untuk duduk di sofa. Begitu pula Ibu, dia mengikuti gerakanku. “Maafkan Mas, Mel.” Mas Wisnu memeluk istri tuanya sembari menciumi kepala Mbak Mel. Lelaki itu terisak. Entah akting atau sungguhan, hal tersebut mampu membuatku merasa begitu cemburu. “Mas sibuk akhir-akhir ini. Mas juga stres dengan banyaknya masalah di kantor. Terlebih sikapmu menjadi pe
29 Saat Mbak Mel telah tertidur pulas di atas ranjang pesakitannya, Ibu yang sedari tadi menunggu di luar, kususul dan membawanya untuk masuk ke dalam. Sekilas aku mencari keberadaan Mas Wisnu yang belum kunjung kembali. Kemana lelaki itu? Bukankah dia berjanji untuk menunggu di luar bangsal? Awas saja Mas Wisnu kalau kelayapan dan tak kembali. Besok akan aku omeli dia habis-habisan. Ah, tapi aku jadi tak yakin apa bisa mara betulan padanya. Secara, melihat senyuman manisnya saja aku sudah ingin menyerah. Apalagi dengar suara lembut penuh rayu. Meleleh langsung! “Dia sudah tidur, Yu?” tanya Ibu dengan wajah cemas. Wanita paruh baya itu tampak lelah dengan kantung mata yang semakin menghitam. “Sudah lumayan lelap sejak setengah jam lalu, Bu,&
Tepat pukul 01.25 aku dan Ibu memutuskan untuk tidur setelah kami bercakap cukup panjang lebar. Namun, saat Ibu telah lelap dalam buaian mimpi, mataku tak kunjung dapat terpejam. Bayang Mas Wisnu terus menghantui.Di mana lelaki itu? Apakah dia tidur di rumah? Atau ada di luar sana?Aku bangkit dari tidur. Merogoh tas yang kuletakkan di sudut dekat kaki nakas. Mencari ponsel dan berniat untuk menghubungi Mas Wisnu.Saat aku melihat kontak WhatsApp-nya yang digunakan khusus untuk menghubungiku, lelaki itu sedang online. Maka, dengan kilat kutekan tombol panggilan suara.Sial, Mas Wisnu tengah berada di dalam panggilan lain. Kutekan tombol merah tanda memutuskan panggilan. Beberapa kalimat kuketik untuk menanyakan keberadaannya. Siapa juga yang sedang dia telepon malam buta begini? Bukankah nomor itu katanya hanya untuk menghubungiku?Beberapa saat kutunggu, tetapi tak kunjung ada balasan. Lelaki itu masih berada di dalam panggilan lain.Dada
31 Tak terasa, kami telah bercengkrama selama kurang lebih satu jam lamanya. Malam semakin beranjak dan beberapa jam lagi fajar pun akan menyingsing. Mas Wisnu bagai segelas kafein yang membuat mata terjaga. Aku sama sekali tak merasa letih apalagi mengantuk, meski belum tertidur barang semenit pun. “Mas, aku kembali dulu ke dalam. Takut-takut Mbak Mel terbangun dan menanyakan ke mana aku pergi.” Aku beranjak dari duduk. Lagipula, nyamuk mulai berdatangan dan menggerayangi kaki serta telinga. “Oke, Dek. Mas di sini saja sampai pagi. Kalau Melani butuh sesuatu, telepon saja.” Mas Wisnu meraih tanganku saat kami akan berpisah. Tak disangka, pria itu mengecupnya dengan hangat.&
32 “I-iya ....” Ucapan Mas Wisnu terbata. Langkahnya seperti enggan kala kembali ke arah kami. “Maaf, apakah kalian saling mengenal?” tanyaku sembari menelisik perempuan tinggi dengan tubuh bak model dan berwajah sangat cantik tersebut. Dagunya lancip dengan pipi tirus, berbibir penuh dan menggoda, bagai menggunakan filler. Aku sebagai wanita jadi minder sendiri. Terlebih, ketika tahu bahwa dia mengenal suamiku. Apa hubungan keduanya? “Tentu saja. Sebelum Wisnu menikah, kami berteman baik. Eh, sebentar. Istri Wisnu namanya Melani, bukan? Namun, yang kubaca di iklan itu owner dari Renjana adalah Rahayu. Ini yang namanya Mbak Rahayu, kan? Soalnya, seingat saya, Melani itu lebih tinggi dan tidak pakai hijab.” Perem
33 Dengan debaran jantung yang belum stabil, aku bergegas masuk ke rumah dan menghambur pada Dewi serta Arifin yang sedang sibuk bekerja. “Yu, aku minta ma—” “Ssst! Lupakan!” cegahku pada Arifin dengan suara pelan sembari meletakkan telunjuk di depan bibir. Wajah lelaki itu tampak penuh penyesalan akibat perkataannya di depan Septi tadi. Namun, sekarang aku tak lagi mempermasalahkannya. Mungkin ini adalah sebuah pembuka langkah bagiku untuk menyibak tabir misteri yang melingkupi kehidupan Mas Wisnu. “Dew, tolong cepat cek followers Renjana di Instagram dengan nama Septi.” Aku memerintahkan Dewi yang tengah bekerja di depan layar laptopnya.
34 Sambil menguatkan hati, aku segera membuka aplikasi Telegram yang semula memang telah terpasang pada gawai. Kupilih fitur secret chat dan menambahkan kontak Septi sebagai si penerima pesan. Berharap, percakapan rahasia ini tak dapat bocor serta disadap oleh siapa pun termasuk Mas Wisnu. [Mbak, ini aku, Ayu. Masalah Mas Wisnu. Apakah kalian sebelumnya memiliki sebuah hubungan spesial?] Langsung saja aku to the point tanpa berbasa basi lagi. Tak sabaran hati ini untuk menerima segala apa pun yang bakal perempuan tersebut ceritakan. Benar atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting dapat informasi dahulu, baru kemudian cross check. Tak berselang lama, pesan masu