All Chapters of CEO Wanita Menikahi 5 Pria: Chapter 21 - Chapter 30
36 Chapters
21.Pergi Ke Pantai
Sesuai apa yang diperintahkan oleh ratunya, Quen, hari ini Owen akan mampir ke rumah Brandon dan menemani pria yang sudah berusia senja itu untuk menghabiskan waktu, entah dengan melakukan apa. Dia sendiri belum tahu dan hanya mengikuti perintah untuk datang. Bermodalkan alamat yang dikirim Quen lewat pesan singkat, akhirnya Owen tiba di halaman depan rumah Brandon. Pria itu bergegas turun dari mobil dan berjalan ke teras setelah mengamati rumah yang menjadi kediaman Brandon tersebut. Saat dirinya baru saja hendak menekan bel, pintu tinggi di depannya justru tiba-tiba terbuka.Seketika terlihat Brandon dengan pakaian pantai yang sudah lengkap. Bahkan, pria itu memakai topi dengan pinggiran lebar dan juga membawa tas berisi peralatan memantai. Ralat, bukan peralatan, lebih tepatnya mirip seperti mainan anak-anak yang terbuat dari plastik."Akhirnya, menantuku datang juga," tandas Brandon, tersenyum semringah menatap Owen yang menjulang tinggi di depannys. M
Read more
22.Istana Pasir
Bab 22Senyum lebar Brandon seolah tak pernah luruh sejak dia tiba di pantai dan mulai duduk di atas pesisir pantai sambil membangun istana pasir raksasa miliknya, yang dalam prosesnya ia dibantu juga oleh Owen. Dengan sangat telaten, seolah dia tengah mengerjakan proyek sungguhan, Brandon mengukir setiap sudut istana pasir itu."Akhirnya!" seru Brandon lega setelah semua bagian yang harus dia buat selesai.Brandon lantas menatap ke depannya. Di mana Owen mengerjakan bagian benteng belakang. "Owen, apakah sudah selesai?" tanya pria itu agak berteriak.Kepala Owen tampak menyembul di sisi istana pasir raksasa itu, untuk menatap Brandon. Pria itu mengacungkan sebelah jempol sambil tersenyum lebar. "Aman. Aku sudah menyelesaikannya, Pa!" jawab lelaki itu.Brandon seketika tersenyum lebar mendengar jawaban Owen. Pria itu berdiri dari posisi duduknya sejak tadi. Punggung tuanya terasa begitu sakit karena terlalu lama duduk. Otot-ototnya bahkan menegang."Uwaaah! Akhjrnya, istana kita telah
Read more
23.Kemarahan Sang Ratu
Setelah menyelesaikan berbagai jadwal seharian ini, Julian membawa kembali Ace untuk pulang. Pria itu menyetir dengan begitu serius, sementara di belakang, Ace tertidur. Tampaknya pria itu amat kelelahan. Wajar saja, jadwal mereka cukup padat hari ini. Belum lagi dengan sesi latihan yang berat.Begitu sampai di kediaman Ace, sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Chris, Julian mematikan mesin mobil. Pria itu menoleh ke belakang dan mendapati bahwa Ace masih tertidur dengan pulas."Ace, kita sudah sampai," ucap Julian, memberitahu lelaki itu.Dia pikir, Ace akan segera bangun. Namun, meski dia memanggil nama pria itu berkali-kali, Ace masih terlelap. Julian akhirnya memutuskan untuk turun dari mobil dan menghampiri kursi belakang.Julian mengguncangkan tubuh Ace, sehingga akhirnya pria itu membuka matanya perlahan. Meski begitu, Ace tampak belum sadar seutuhnya."Kita sudah sampai di rumahmu," tandas Julian.Ace mengucek matanya sebentar, kemudian merenggangkan otot-ototnya yang tera
Read more
24.Ulah Sang Sepupu
Quen turun dari mobil yang dikendarai Arthur lalu menutup pintu kendaraan tersebut dengan kasar. Wajahnya tampak tertekuk kesal. Wanita itu bahkan menghentakkan kakinya berkali-kali saat berjalan, sehingga saat heels-nya berada dengan ubin terdengar begitu nyaring. Arthur yang mengekor langkah Quen, hanya bisa menggeleng pelan sambil menghela napas panjang. Dia sudah bekerja dengan Quen selama beberapa waktu, tetapi tetap saja masih belum bisa membantu Quen untuk mengendalikan emosinya. Pria itu juga belum terbiasa dengan emosi atasannya yang selalu meledak-ledak itu. Rasanya, bekerja dengan Quen berkali-kali lipat lebih sulit daripada bekerja dengan Brandon.Sementara itu, Quen masih terlihat amat kesal saat memasuki rumah. Pikirannya terus berkecamuk, memikirkan tentang permasalahan di kantor."HEI! Ini semua tidak masuk akal!" teriak Quen, entah untuk ke berapa kalinya dalam beberapa jam terakhir. Meski tidak ada siapa pun yang ia ajak bicara, secara spontan dia terus berbicara dem
Read more
25.Rapat Keluarga Chevalier
Ruangan yang biasa dipakai untuk tempat makan, kini dijadikan tempat rapat dadakan. Sangat niat, mereka bahkan menghadirkan papan tulis dan proyektor untuk memudahkan rapat yang mereka adakan. Otak dari itu semua adalah Levin dan Owen.Karena Levin yang paling pandai dalam hal bisnis dan paling sering melakukan meeting daripada suami-suami Quen yang lain, maka Levin ditunjuk untuk menjadi pemimpin rapat."Pemegang saham memiliki peranan besar untuk memutuskan setiap proyek bisa berjalan ataukah tidak. Itulah sebabnya, keberpihakan mereka sangatlah penting untuk Quen. Jika para pemegang saham tidak menyukainya, bisa-bisa istri kita tercinta akan didepak dari perusahaan," jelas Levin kepada para suami Quen yang duduk dengan anteng di kursi masing-masing. Mereka terlihat amat serius menyimak penjelasan Levin."Dan karena itulah," ujar Levin lagi dengan intonasi yang menyenangkan untuk didengar. "Aku sudah mendata para pemegang saham di Chevalier Inc." Pria itu mena
Read more
26.Langit Penuh Bintang
Quen baru saja selesai membersihkan dirinya. Wanita itu keluar dari kamar mandi usai mengenakan pakaian tifur dan mengeringkan rambut. Setelah seharian ini merasa kesal karena ulah Gwen yang membuatnya terpojok, berendam di dalam air hangat membuatnya merasa lebih rileks. Juga, meski masih kesal, tetapi mengingat kelima suaminya membantu dalam misi pembalasan dendam, dia juga merasa excited menantikan saat-saat dirinya akan menang.Perempuan itu mengerutkan kening saat dirinya melihat sebuah benda seperti astronot di atas nakas kamar Vinson. Sementara di sudut ranjang, Vinson duduk sambil memainkan ponsel. Begitu sadar bahwa Quen telah selesai mandi, Vinson tersenyum menatap istrinya, lantas meletakkan ponselnya di atas bantal. Malam ini memang giliran Quen untuk tidur dengan Vinson.Quen mengambil benda yang menurutnya aneh tersebut. Dengan alis mengerut, wanita itu menatap benda itu dengan saksama. "Apa ini?" tanya Quen, menyuarakan tanya yang ada di kepalanya.
Read more
27.Penyakit Vinson
Quen jelas terkejut mendengar ucapan Vinson, sebab sebelumnya dia tidak pernah tahu sama sekali bahwa Vinson memiliki penyakit. Setahunya, pria itu sehat-sehat saja. Selama beberapa waktu tinggal bersama pun, Quen belum pernah melihat hal yang janggal dari pria itu."Apa maksudmu, Vin? Sakit apa?" tanya Quen. Meski begitu, wanita tersebut terdengar agak cemas. "Apakah penyakitnya parah dan membahayakan nyawa? Tidak, bukan?"Vinson tersenyum tipis. Tidak menyangka, bahwa di balik sikapnya yang galak dan suka marah-marah, rupanya Quen adalah seorang wanita yang lembut. Dia terlihat begitu khawatir setelah dirinya mengatakan memiliki penyakit."Tidak, Quen," balas Vinson tenang, agar Quen tidak begitu cemas. Pria itu mengambil jeda sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. "Aku pernah mengalami kecelakaan parah bersama adikku ketika usiaku berumur 15 tahun."Quen kembali terhenyak mendengar informasi tersebut. "Kecelakaan?" lirih Quen. Matanya tampak membulat,
Read more
28.Giliran Zane
Zane menatap Brandon yang sudah berdiri di depan rumahnya ketika Zane datang untuk menemani pria paruh baya itu. Benar, hari ini adalah giliran Zane yang menemani ayah mertuanya. Quen sudah mengingatkan dirinya berkali-kali sejak kemarin malam. Bahkan tadi pagi pun, wanita tersebut terus saja mengulang informasi yang sama sampai Zane muak dibuatnya."Papa sudah menungguku sejak tadi?" tanya Zane begitu turun dari mobil untuk menjemput Brandon.Brandon tersenyum lebar. "Ya, tentu saja. Aku tidak sabar untuk menghabiskan waktu dengan menantuku hari ini, jadi aku bersiap-siap sejak satu jam lalu."Zane menyunggingkan senyum meski hanya samar saja. "Ke mana kita akan pergi?" tanya lelaki itu.Tanpa menjawab pertanyaan Zane, hanya senyum penuh arti yang dia tunjukkan, Brandon berjalan menuju mobil Zane. Mereka berdua masuk lalu duduk di posisi masing-masing."Kamu pandai melukis, bukan?" Brandon menoleh, menatap pada menantunya. Alih-alih menjawab perta
Read more
29.Melukis
Queen of American Lakes, adalah panggilan untuk Danau George. Danau terbesar di Adirondacks. Perairan yang jernih dan menakjubkan, pulau-pulau kecil di tengah, serta gunung di sekitaran danau tersebut membuat pemandangan danau tersebut memanjakan mata. Siapa pun yang datang ke sana pasti akan betah dan ingin berlama-lama menikmati suasana asri itu.Siapa yang menyangka bahwa di tengah-tengah padatnya kota New York terdapat sebuah danau besar nan indah seperti Danau George? Menemukan danau tersebut sungguh seperti menemukan harta karun. Pun menurut Brandon yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di tempat itu. Menghabiskan waktu mudanya untuk bekerja, Brandon nyaris tidak tahu ada tempat-tempat yang menakjubkan di kota tempatnya tinggal dan sekitarnya."Wah. Kamu pandai memilih tempat untuk kita kunjungi, Nak," puji Brandon saat dia turun dari mobil dan melihat hamparan danau yang biru serta pemandangan alam sekitar yang begitu menyejukkan mata. Pria itu menarik napas dalam-dalam,
Read more
30.Beruntung Memilikinya
Matahari sudah mulai tenggelam di luar. Namun, Quen masih berkutat dengan pekerjaannya, di balik meja kebesaran miliknya dengan berbagai data di komputer. Wanita itu terlihat begitu serius mengamati semua teks di layar tersebut. Dia bahkan mungkin tak sadar sudah berapa jam yang dihabiskan di depan layar itu.Saat tengah fokus, di luar tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangan Quen tiga kali. Membuat fokus Quen sedikit terinterupsi."Masuk," gumam Quen tanpa mengalihkan pandangannya dari deretan tulisan di komputer. Sesekali, keningnya mengkerut saking serius membaca semua teks di layar.Sementara, langkah kaki seseorang kian mendekat ke meja. Dari ekor matanya, Quen tahu dia adalah Arthur, sekretarisnya."Pekerjaanku sudah selesai untuk hari ini, Nona Muda," ucap Arthur melapor. Quen menurunkan kacamata anti radiasinya, meletakkannya di meja, lalu mengangkat wajah untuk memusatkan atensi pada sekretarisnya itu. "Apakah Anda masih membutuhkan bantuan?" tanya Arthur sopan.Quen meliri
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status