Semua Bab Rumah Tengah Hutan: Bab 51 - Bab 60
64 Bab
Rintangan Baru
Kedatangan matahari menandakan pagi tiba. Sekarang, matahari setengah tinggi ke atas. Dipandangi dari segala penjuru. Membelai setiap mata yang melihat. Mengantarkan pada otak sebuah kenikmatan tiada batasan. Dialah matahari. Makhluk yang paling setia menemani manusia ketika menginginkan sebuah penerangan.Nanti malam, bersama dengan Sulis, aku akan memulai sebuah pekerjaan baru. Namun temanya masih sama, menunggu sebuah tempat. Jika siang hari aku menunggu warung makanan, maka malam hari aku akan menunggu warung kopi sederhana. Tidak apa-apa, namanya juga kehidupan. Nanti, bila sudah datang waktunya, dan aku sangat percaya, akan datang sebuah rencana Tuhan yang tidak mengijinkanku menunggu lagi. Tapi menjadi bos. Entah kapan saat itu akan terjadi. Aku masih saja menunggu.***Beberapa hari ini, setelah pertemuan itu aku tidak melihat Mei. Kenapa dia tidak datang untuk makan? Apakah dia sudah bosan dengan makanan warung kami? Ah, biarkan saja, nanti kalau dia berminat datang, akan dat
Baca selengkapnya
Akankah Pulang?
Semenjak bincang-bincang kemarin dengan Mei, rasanya aku ingin segera pulang, bertemu dengan Ibu, Bapak, dan juga Binti tentunya.“Binti, rasanya aku ingin segera pulang.” Kataku malam tadi pada dia, lewat telepon.“Aku bahagia jika kamu pulang. Tapi percayalah, andai kamu tidak pulang, aku akan tetap menjaga Ibumu.” Balasnya.“Bagaimana keadaan Ibuku?”“Belum ada perkembangan. Alhamdulilah, sekarang setiap sore ada dokter kecamatan yang datang memeriksa, itupun atas usulan Pak Rt.” Kabar baik darinya.Syukurlah, Pak Rt memang Rt terbaik selama hidupku. Maafkan aku Pak Rt, aku selalu membuatmu repot, aku selalu saja meminta bantuan padamu. Aku berjanji, pulang nanti akan kubawakan oleh-oleh dari Surabaya. Semoga aku bisa memenuhinya.“Sudah makan?” tanyaku tulus pada Binti.“Sudah, sudah dua kali bahkan.”“Ha? Satu hari makan hanya dua kali?”“Iya, biar hemat, dan tidak kelebihan berat badan.”“Kamu tahu?”“Tahu apa?”“Wanita yang sedikit gemuk itu malah imut?”‘Tidak, aku tidak perc
Baca selengkapnya
Mereka Adalah Kawan-Kawanku
Malam terakhir sebelum kembali pulang, aku menyempatkan diri keluar rumah. Menuju keramaian malam kota Surabaya.Aku kagum dengan keindahan Surabaya. Memang benar apa yang dikatakan Pak Rt, bahwa Surabaya itu kota indah, ramai, besar pula. Tidak ada yang disanksikan dari pernyataan itu.Di pinggiran jalan, bersama beberapa kenalanku selama ini, anak muda-muda perantau, kami menyanyikan lagu riang dengan iringan sebuah gitar.Kalau hanya memainkan senar, aku adalah ahlinya. Dahulu sebelum aku berangkat, hampir setiap malam kegiatanku dengan teman-teman kampung ada-lah menyanyi bersama tanpa guna, seperti saat ini.“Kami anak rantau, jarang makan enak, tidurpun tak nyenyak...” lirik-lirik lagu kami.Aku tidak sadar, ternyata saat ini telah pukul satu malam. Sulis pasti sekarang tengah sendirian menjalankan tugas menjaga angkringan. Jahat sekali aku.Tidak, aku berjanji, setelah besok kembali dari kampung, aku akan membantunya setiap malam. Tidak digaji? Tidak masalah.“Kawan, aku pamit
Baca selengkapnya
Benar-Benar Desaku
Malamnya, aku duduk santai di depan rumah dengan Bapak, Ibu, dan Mei tentunya. Kami membincangkan banyak sekali hal pada malam itu. Mulai keadaan desa ketika aku mulai meninggalkannya, hingga aku kembali pada saat ini.Sepertinya tetangga kanan-kiri sudah mendengar berita kepulanganku. Entah siapa yang memberitakan, tapi tahu-tahu Pak Rt dan anaknya, Wawan, mendatangi rumahku. Jadilah rumahku malam itu sangat ramai oleh tamu-tamu yang ingin bertemu denganku, seperti orang penting saja.“Alhamdulilah, anakmu sudah pulang.” Kata Pak Rt kepada Ibuku.Syukurlah, Ibuku sudah terbangun dari kamar tidurnya. Tapi aku tetap tidak tega saja melihat dia, seperti menahan sebuah rasa sakit besar.“Iya, Pak Rt. Aku juga menyesal kenapa tidak pulang langsung ketika mendengar berita Ibu sakit.” Balasku pada Pak Rt yang tengah menikmati kopi panasnya malam ini.Bukan ibu yang membuatkan kopi, tapi aku sendiri.Entah kemana Binti tidak terlihat wajah manisnya. Mungkin, dia belum mendengar berita kedata
Baca selengkapnya
Pagi Yang Cerah
Hai, Teman-teman, dan ini adalah cerita yang keempat. Oke, semoga kalian suka dengan ceritaku. ***Pagi hari yang cerah.Udara masih sangat terasa dingin, sehingga aku masih belum beranjak keluar dari tempat tidur. Jam menunjukkan pukul 05:30 WIB, terlalu pagi jika aku bangun sekarang. Aku mengembalikan smartphone kesamping tempatku tidur setelah mengetahui jam berapa sekarang.Namun sayang, tidak bertahan lama aku bisa membaringkan diri di atas tempat tidur, sebab pintu sudah diketuk keras dari luar. Nampaknya Mama sudah bangun, dan sepertinya juga menyuruhku bangun.“Nisa … Bangun. Sudah siang ini, masih tidur saja.” Benar yang aku duga, pasti Mama kalau jam segini mengetuk pintu.“Iya ma, sebentar lagi aku juga bangun.”“NISA, jangan nanti-nanti. Sekarang juga BANGUN. Nanti kalau punya suami mau jadi apa kamu.”Ini yang selalu menyebalkan dari Mama, setiap kali aku bangun pagi, selalu masa depan, suami, yang Mama bicarakan agar aku segera bangun.Tapi benar juga, setelah aku pik
Baca selengkapnya
Pulang Sekolah
Pulang sekolah, siang hari.Aku sudah sampai di rumah, setelah perjalanan setengah jam naik angkutan umum.Mama terlihat sibuk membersihkan peralatan bekas masak di dapur. Inilah pekerjaan Mama setiap hari di rumah, membersihkan rumah, mencuci, serta menunggu kami yang pulang sekolah dan kerja.Makan siang sebenarnya sudah siap di meja dapur, tapi demi melihat Mama yang masih sibuk kerja, aku tidak jadi makan duluan, menunggu Mama selesai.Aku sudah ganti baju, ganti pakaian biasa, dan menggantung seragam sekolah di lemari kamar, dipakai lagi besok.Sambil menunggu Mama selesai mencuci peralatan, entah apa saja namanya yang dicuci Mama selama ini, aku membaca novel di depan Tv yang menyala. Aku sangat suka sekali membaca novel, terutama novel yang sangat kental dengan kisah fiksinya, tentang masa depan bangsa ini yang akan tenggelam.Setelah Mama selesai mencuci, Mama menghampiriku.“Kamu belum makan, Nisa?” Mama bertanya dengan nada yang sedikit kelelahan.“Mama lama banget tadi kerj
Baca selengkapnya
Pagi Hari Lagi
Pagi hari, seperti biasa, setelah berkali-kali dibangunkan Mama.Kali ini, aku sudah mandi dengan air hangat. Dan sudah memakai seragam sekolah.Seperti biasa, aku dan keluarga berkumpul sebelum malakukan aktivitas masing-masing. Sarapan.“kamu kok nggak seperti biasanya, Nisa?” Mama mulai pembicaraan di meja makan.“Nggak sama bagaimana sih, Ma?” Aku balik bertanya.“Tidak biasanya kan kamu berangkat sekolah memakai parfum sewangi ini? Atau jangan-jangan …,” Mama menolah ke arah Papa, tidak melanjutkan pembicaraan.“Biarin saja, Ma. Nisa kan sudah mulai dewasa. Wajar saja jika dia mulai memperhatikan penampilan. Tidak seperti Mama dulu, yang selalu berpakaian kusut jika berangkat sekolah.” Sahut Papa, sepertinya sedang berpihak kepadaku, tidak membela Mama yang mengejekku.Mama merengut, pertanda bahwa Mama tidak suka diejek seperti itu. Tapi tidak dengan Papa, dia masih tertawa sekali-kali melihat Mama yang masih merengut.Ini sungguh pagi yang indah. Di luar sana, matahari bersinar
Baca selengkapnya
Nisa Adalah Anak Baik
Nisa adalah anak yang baik, walaupun dia jarang sekali membantu Mamanya mengerjakan pekerjaan rumah. tapi ada satu hal yang perlu kalian ketahui, bahwa sejak SMP, Nisa tidak pernah memberikan baju kotor kepada Mamanya. Selama ini, dia selalu mencuci pakaian yang kotor dengan tanganya sendiri, walaupun masih dengan bantuan mesin cuci.Saat ini, suasana hati Nisa sedang tidak menentu. Iya, cinta adalah salah satu dari sekian perasaan yang telah menemukan ruang baru di hati Nisa. Ini memang sangat menyenangkan, setelah sekian lama Nisa tidak mengenal apa itu yang dinamakan dengan cinta kecuali dari kedua orang tuanya. Akankah berjalan seperti yang dipikirkan oleh Nisa kisah ini? Atau yang terjadi akan sebaliknya?****Pagi hari, setelah bangun dari tidur yang menyenangkan.Aku sudah siap untuk berangkat sekolah. Tapi sayang, aku harus melewati ritual keluarga yang sangat khas, sarapan pagi. Aku sudah bersama dengan Papa dan Mama di meja makan, menghabiskan sarapan pagi bersama-sama.Oh
Baca selengkapnya
Malam Hari
Malam hari, pukul delapan, ketika waktu makan malam.Keluarga kami sudah berkumpul semua seperti biasa di meja makan, makan malam. Hari ini masih dengan suasana yang biasa, bahagia. Walaupun keluarga kami hanya tiga orang, kami sudah cukup lebih dari bahagia. Banyak di dunia ini orang yang ingin mempunyai keturunan, tapi Tuhan tidak menghendaki.“Bagaimana sekolah kamu, Nisa?” Papa bertanya kepadaku, yang duduk diseberang meja sendirian. Mama ikut menatapku dengan tatapan datar, dari seberang meja pula.“Eh, baik-baik saja, Pa.” Aku menjawab dengan sangat jujur, karena aku adalah anak yang jujur. Hehe …Papa menatapku sejenak, lalu bicara lagi kepadaku sambil menunggu Mama selesai mengisi piring Papa. “Papa kira hari ini kamu ada masalah, tidak seperti biasanya kamu banyak melamun seperti malam ini.”“Dari mana Papa tau?”“Eh, tau apanya? Beneran kamu ada masalah? Ceritakan saja, mungkin Mama dan Papa bisa bantu?” Papa malah salah tangkap kali ini. Bukan itu yang aku maksud, Pa, tapi
Baca selengkapnya
Sulap Yang Membahagiakan
Dua malam yang lalu, ketika aku berkunjung ke pasar malam, aku bertemu dengan seorang penjual buku yang seumuran denganku. Namanya adalah Adi. Sebenarnya aku tidak tahu di mana hebatnya dia, lagi pula aku juga belum mengerti banyak tentang hidupnya. Hanya saja sekarang aku tahu apa yang lebih darinya jika dibandingkan dengan diriku, Adi adalah seorang pekerja keras. Aku kagum dengannya.Sekarang aku tengah berada di ruang kelas, jam istirahat. Hari ini aku tidak pergi ke kantin, sebab ada yang aneh dengan mama sepagi ini, mama membawakanku bekal makanan, padahal dari rumah aku sudah sarapan. Hemm... tidak apa-apa, hitung-hitung untuk menghemat uang jajan. Lumayan, bisa untuk membeli komik atou novel-novel. Kenapa tidak buku pelajaran saja? Aku tidak terlalu suka membaca buku pelajaran. Lagi pula, aku merasa bahwa di dalam komik itu ada banyak sekali pelajaran yang bisa aku ambil, tergantung bagaimana cara kita menyikapinya.Aku dan Zila makan bersama, memakan bekal yang diberikan mama
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status